PARA jamaah haji pulang tidak hanya membawa oleh-oleh air zamzam, tasbih, sajadah, atau kurma, tapi juga kisah-kisah spiritual yang merefleksikan kehidupan jamaah sendiri, atau manusia pada umumnya.
Kisah -kisah itu diceritakan saat tetangga, kerabat, atau handai taulan mengunjungi orang yang baru pulang haji. Sambil menyantap hidangan syukuran haji, para tamu disuguhi cerita menakjubkan selama prosesi haji.
Ada yang takjub karena tidak menyangka bisa melihat langsung kemegahan masjid terbesar di dunia, Masjidil Haram dan Masjid Nabawi. Ada yang masih tidak percaya bila bisa melihat langsung Kakbah, kiblat bagi mereka setiap kali menjalankan ibadah salat.
"Sungguh bagai mimpi. Subhanallah, aku benar-benar bisa melihat langsung Kakbah, menyentuh, dan mencium serta menikmati bau wanginya. Selama ini hanya dalam angan-angan saja. Kadang membayang selintas saat salat. Dan paling banter hanya melihat di TV dan koran gambar Kakbah. Tapi sayang aku tidak bisa mencium Hajar Aswad," kata haji fulan. "Rasanya sejuk hati ini. Sungguh tenteram. Baru kemarin sampai di rumah, kini sudah rindu lagi pada Baitullah. Insya Allah, umroh lagi..." katanya sambil melempar senyum pada para tamunya.
Tentu saja kisah baik-baik yang dia ceritakan. Padahal banyak pula kisah yang tidak baik dalam tanda petik. Maksudnya, sejatinya semua peristiwa di tanah Al Haram adalah baik, meski kejadiannya dalam versi dan persepsi manusia menjadi tidak baik. Namun, sesungguhnya ada hikmah kebaikan dari peristiwa yang dilabeli tidak baik tersebut.
Sebut contoh, jamaah haji yang sering kasasar. Kisah jamaah malang ini banyak terjadi. Secara dhohir banyak pula alasan yang wajar, seperti si jamaah tak hafal kondisi Masjidil Haram, padahal saat manasik sudah diwanti-wanti untuk menghafal lokasi semacam nomor atau nama gate atau pintu masuk, hingga lokasi toilet. Ada panduan baik berupa selebaran atau bisa digoogling untuk melihat peta lokasi Masjidil Haram sebelum berangkat ke Tanah Suci. Belum lagi soal imbauan agar tidak lepas dari rombongan.
Tapi toh banyak yang beraliran "separatisme" alias suka mencar dan akhirnya kesasar. Kisah orang-orang malang ini sering dibumbui cerita hikmah yang bisa jadi benar mengingat di Tanah Suci ada istilah "dibayar kontan". Perbuatan bahkan pikiran jelek langsung menuai akibatnya. Sebaliknya, yang berdoa sungguh-sungguh serta berbuat baik, akan mendapat pahala yang berlipat. Wallahu'alam. Yang jelas banyak yang mempercayainya.
Seorang jamaah, misalnya, selama berumroh berkali-kali mengalami kehilangan barang. Mulai sandal jepit hingga HP yang harganya lumayan mahal. Lebih dari harga, di dalam HP banyak dokumen /data penting, yang katanya tak ternilai harganya. Jamaah ini sering menghilang lepas dari rombongan. Dia juga blingsatan terkesan tidak tenang. Tentu ini kesan saya. Tapi kemudian dia cerita sendiri soal sejumlah barangnya yang hilang itu.
Ya Wakil Rakyat Ya Calo
Lebih dari itu, dia juga bercerita soal kehidupannya di Tanah Air. Singkat cerita, jamaah ini dulunya seorang wakil rakyat, yang dekat dengan bupati. Sebagai orang kepercayaan bupati, ditambah posisinya di dewan sebagai ketua fraksi, dia canggih memainkan kekuasaannya. Termasuk dalam masalah rekrutmen PNS.
Maka, dia pun berubah dari wakil rakyat menjadi mencaloi rakyat yang ingin jadi PNS. Selanjutnya uang rakyat mengalir ke kantongnya dari profesi sambilan ini. Jumlahnya ratusan juta. Kalau ditotal dengan jumlah korban/kliennya yang dia tak ingat jumlahnya, tentu bisa miliaran rupiah.
Jumlah itu tentu dibagi dengan sang patron: bupati. Hidupnya berubah. Hampir menyamai sang bupati. Dari makan menu ikan pindang telor tahu tempe di rumah, pindah hobi makan di restoran. Hobi pamer uang ditambah kegemaran mentraktir teman-temannya, dengan menu mahal. Dan ini yang lumrah bagi orang kaya baru: tambah bini alias poligami.
Ternyata pesta pun tak berlangsung lama. Sebab, politik kembali menunjukkan sifat gelapnya. Si jamaah berkonflik dengan bupati terkait dukung mendukung pilkada. Loyalitasnya disoal. Dan itu berarti petaka. Dia dibidik kasus yang semula membuatnya bermewah-mewah: calo PNS.
Kisah ini diceritakan ketika heboh KPK menyita uang dari operasi tangkap tangan (OTT) Bupati Klaten, Jawa Tengah, Sri Hartini. Uang yang dikantong bupati diduga setoran dari para PNS terkait dengan promosi jabatan. Peristiwa ini terjadi pada 30 Desember 2016, alias jauh dari kejadian yang dialami si jamaah tadi. Bukti pekerjaan sambilan pejabat sebagai calo PNS sudah sangat lama membudaya dalam birokrasi kita.
Sama dengan Sri Hartini, si jamaah itu juga meringkuk di penjara. Hidupnya hancur. Keluarganya lebur. Istrinya jatuh sakit. Parah.
Tapi nasi sudah menjadi bubur. Dia pun ingin bertobat. Memohon ampun atas kekhilafannya. Untuk itu dia berumroh.
Selama di Tanah Suci, dia tidak tenang. Selalu ingat sang istri yang sakit. Sang istri sedianya mau diajak umroh tapi dibujuk dengan cara apa pun dia menolak. Si jamaah jadi merasa tambah bersalah. Beban itu dia simpan di balik kain ihram. Gelisah itu pula yang mungkin membuatnya jadi tak khusyuk ibadah. Selain itu dia juga mengalami kehilangan barang, yang dia maknai sebagai warning dari Tuhan.
Bahkan, yang mengejutkan, si jamaah juga menyiapkan kain kafan, yang dia bawa dari rumah. Lalu dia cuci dengan air zamzam. Tak tahu apa maksudnya. Tapi dari muthowif didapat cerita, ternyata tujuannya agar malaikat yang menginterogasi kelak di alam kubur mengenali kain kafan yang dicuci dengan air yang suci itu hingga melunak. "Masak Pak Fulan ini mau mengelabui malaikat, dikira malaikat sungkan menghukum bila tahu kain kafannya dicuci pakai air zamzam hehehe..." kata mas muthowif.
Ya ya ya...ada-ada saja polah jamaah!