UMAT Islam, khususnya warga Nahdlatul Ulama (NU), kehilangan ulama panutan yang ilmunya lengkap. Bukan hanya ilmu agama, tapi juga kenegaraan, yang selalu mengajarkan high politics, politik kebangsaan. Bukan sekadar politik mengejar kekuasaan.
Ya, KH Hasyim Muzadi kapundut, dipanggil menghadap Sang Khaliq, pada Kamis 16 Maret 2017. Ulama yang menjabat Wantimpres ini memberi banyak wejangan kepada banyak tokoh dari banyak profesi. Salah satu wejangan yang diberikan tokoh yang pernah menjabat Ketua Umum PBNU itu soal haji, seperti dikisahkan Maria Karsia kepada detik.com.
"Waktu itu kami mau berangkat haji dari Berlin, ikut kuota jemaah haji Eropa karena suami sedang bertugas di Jerman," kata Maria, yang lama meniti karier sebagai wartawati di Asahi Shimbun, Jumat (17/3/2017).
Kepada pasangan tersebut, mantan Ketua Umum PBNU itu menjelaskan, jika hati dan perasaan kita dekat dengan Mekah dan Kakbah, itu tandanya sudah berhaji. Sebab, banyak orang yang sanggup pergi haji berkali-kali dan umrah setiap tahun tapi, karena hatinya tidak dekat dengan Kakbah dan Mekah, dia belum berhaji.
"(Tapi) walaupun belum pergi haji atau umrah, namun jika hati kita dekat dengan Kakbah dan Mekah, itu tandanya kita sudah haji. Mengerti kan Mas, artinya," kata Maria, mengulangi nasihat Kiai Hasyim kepada suaminya.
Atas segala nasihat tersebut, Maria menafsirkan bahwa untuk berhaji, tak cukup siap fisik dan materi. Hal yang lebih penting adalah hati dan jiwa yang dekat Mekah dan Kakbah.
"Jadi saya dan suami menafsirkan nasihat sesepuh NU itu bahwa perkara naik haji bukan cuma sekadar menunaikan kewajiban karena telah mampu secara ekonomi," tutur Maria, yang pernah menimba ilmu di Kanazawa University.
Sebelum ke Berlin, waktu itu Hasyim sebagai Ketua International Conference of Islamic Scholars Indonesia (ICIS) mengikuti 'Dialog Lintas Iman' di Polandia. Dia datang bersama tokoh dari kalangan agama Katolik, Kristen, Hindu, dan Buddha.
Dialog itu diselenggarakan oleh Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Agama, dengan negara-negara mitra. Kegiatan semacam itu merupakan bagian dari soft diplomacy sejak 2002 untuk meluruskan kesalahpahaman Barat mengenai Islam. Khususnya sejak peristiwa 11 September 2001 di New York.
Kiai Hasyim Muzadi meninggal dunia pada Kamis (16/3/2017). Mantan Ketua Umum PBNU itu meninggal di kediamannya di PP Al Hikam Malang dalam usia 72 tahun dan dimakamkam di PP Al Hikam Depok Jabar. Selamat jalan Sang Kiai, semoga khusnul qatimah. Amin. *
"(Tapi) walaupun belum pergi haji atau umrah, namun jika hati kita dekat dengan Kakbah dan Mekah, itu tandanya kita sudah haji. Mengerti kan Mas, artinya," kata Maria, mengulangi nasihat Kiai Hasyim kepada suaminya.
Atas segala nasihat tersebut, Maria menafsirkan bahwa untuk berhaji, tak cukup siap fisik dan materi. Hal yang lebih penting adalah hati dan jiwa yang dekat Mekah dan Kakbah.
"Jadi saya dan suami menafsirkan nasihat sesepuh NU itu bahwa perkara naik haji bukan cuma sekadar menunaikan kewajiban karena telah mampu secara ekonomi," tutur Maria, yang pernah menimba ilmu di Kanazawa University.
Sebelum ke Berlin, waktu itu Hasyim sebagai Ketua International Conference of Islamic Scholars Indonesia (ICIS) mengikuti 'Dialog Lintas Iman' di Polandia. Dia datang bersama tokoh dari kalangan agama Katolik, Kristen, Hindu, dan Buddha.
Dialog itu diselenggarakan oleh Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Agama, dengan negara-negara mitra. Kegiatan semacam itu merupakan bagian dari soft diplomacy sejak 2002 untuk meluruskan kesalahpahaman Barat mengenai Islam. Khususnya sejak peristiwa 11 September 2001 di New York.
Kiai Hasyim Muzadi meninggal dunia pada Kamis (16/3/2017). Mantan Ketua Umum PBNU itu meninggal di kediamannya di PP Al Hikam Malang dalam usia 72 tahun dan dimakamkam di PP Al Hikam Depok Jabar. Selamat jalan Sang Kiai, semoga khusnul qatimah. Amin. *