Oleh Imam Shamsi Ali*
HAJIMAKBUL.COM - Barangkali saat ini saya termasuk salah seorang putra bangsa yang sangat bangga dengan Bank Indonesia, dan tentunya dengan Gubernurnya.
Betapa tidak. Sejak dipilih menjadi Gubernur Bank Indonesia tahun lalu, Bapak Dr. Perry Warjiyo, mencanangkan program Bank Indonesia religi. Sebuah program yang bertujuan untuk menjadikan Bank Indonesia sebagai institusi yang lebih religi, peduli dengan nilai-nilai agama.
Makna dari Bank Indonesia religi adalah memulai semuanya dari kesadaran agama para pelakunya. Pelaku yang dimaksud adalah semua yang bekerja pada Bank Indonesia, dari Gubernur, para Deputy Gubernur, Pejabat tinggi dan semua lapisan pegawai BI.
Saya semakin kagum ketika diundang hadir dan memimpin pembacaan doa pada acara serah terima Kepala Perwakilan BI New York baru-baru ini. Saya hadir memimpin doa tidak saja di acara serah terima. Tapi juga diberikan kehormatan untuk hadir dalam acara pengarahan Gubernur BI untuk pegawai perwakilan di siang harinya, sekaligus membuka dengan doa.
Pada kesempatan itulah saya mendengarkan secara langsung, bahkan merasakan dengan dekat, perhatian dan komitmen Gubernur Bank Indonesia kepada nilai-nilai agama. Agama yang saya maksud bukan hanya agama Islam. Tapi agama semua bangsa Indonesia.
Awalnya saya mengira arahan beliau itu adalah bagaimana melaksanakan tugas-tugas perwakilan di New York. Ternyata perkiraan saya itu meleset. Arahan beliau ternyata semuanya mengarah kepada bagaimana membangun komitmen beragama di kalangan Pejabat dan pegawai BI.
Sadar kekuasaan Allah SWT
Gubernur menekankan berkali-kali bahwa dengan tantangan ekonomi global saat ini rasanya mustahil untuk bisa mempertahankan perekonomian dan keuangan negara tanpa kekuatan langit (Allah SWT). Karenanya semua pegawai diharapkan sadar Tuhan. Sadar bahwa yang menguasai dan mengontrol pergerakan hidup dan dunia adalah Allah SWT.
“Jika Allah berkehendak, tidak ada yang mustahil. Dalam situasi keuangan dunia yang goncang seperti saat sangat berat menjaga dan menguatkan nilai rupiah. Tapi dengan kekuasaan Allah nilai rupiah dapat distabilkan”.
Demikian beliau berkali-kali menekankan pentingnya pegawai BI untuk menguatkan iman dan tawakkal kepada Allah, Tuhan Pencipta langit dan bumi. Usaha dan kerja keras harus dibangun di atas keyakinan yang kuat bahwa Allah SWT yang menentukan segala sesuatu.
Urgensi bersyukur
Dalam kesempatan tetap muka dengan pegawai perwakilan BI New York itu juga beliau berkali-kali menekankan pentingnya membangun kesyukuran. Bahwa bersyukur itu tanda keimanan sejati.
Walaupun beliau tidak membacakan ayat-ayat Al-Quran, tapi substansi dari pengarahan beliau semuanya bersumber dari Al-Quran. Beliau misalnya menekankan bahwa dengan bersyukur Allah akan menambahkan lagi nikmat-nikmatNya kepada kita.
“Syukuri segala nikmat Allah. Karena dengan syukur itu kita lebih sadar bahwa tugas-tugas itu bukan beban. Tapi justeru karunia.
Dengan syukur itu kita melakukan tugas-tugas dengan dedikasi dan tanggung jawab kita sebagai persembahan pengabdian (ibadah) kepada Allah. Dan itu adalah nikmat, bukan beban”, jelas beliau.
Ibadah pribadi jadi ibadah istitusi
Satu hal yang sangat unik dari pandangan-pandangan pak Gubernur adalah bagaimana ibadah-ibadah individu para pegawai itu bisa seharusnya disumbangkan atau didedikasikan untuk menjadi ibadah institusi.
Bahwa selama ini pegawai-pegawai Bank Indonesia beribadah masing-masing. Tentu menunjukkan kesalehan individu masing-masing. Tapi saat ini kesalehan itu tidak sekedar menjadi kesalehan individu. Melainkan tertransformasi ke dalam kesalehan institusi.
“Karenanya sumbangkan sholat jamaah kalian. Sumbangkan ibadah mingguan untuk Kristiani. Dan kepada pemeluk agama apa saja dari kalangan pegawai BI semuanya. Agar ibadah-ibadah individu itu terwujudkan menjadi ibadah institusi.
Dengan begitu diharapkan pada akhirnya bahwa Bank Indonesia tidak saja memilki pegawai-pegawai yang taat agama dan saleh. Tapi membawa kesalehan individu mereka menjadi kesalehan institusi.
Di sinilah kemudian setiap pegawai, khusus yang Muslim misalnya, diharuskan berhenti dari segala kegiatan (meeting, dll) pada jam 11:45. Saat itu yang harus dihadirkan adalah kekuasaan langit (dengan sholat jamaah zhuhur). Kekuasaan manusia berakhir untuk menghadap Allah Yang Maha Kuasa.
Kepada perwakilan di luar negeri bahkan beliau mengharapkan agar aktif melakukan sholat-sholat berjamaah. Bahkan lebih dari itu mengaktifkan kajian-kajian Islam (dan agama) untuk menjaga keimanan.
Lakukan tugas karena Allah
Satu hal yang sangat menggugah bagi saya adalah kenyataan bahwa beliau sangat paham dengan ajaran dan nilai agama. Bahwa hidup secara keseluruhan itu adalah pengabdian (ibadah).
Karenanya bagi seorang Mukmin hanya ada satu pilihan dalam hidupnya. Yaitu mempersembahkan segalanya semata untuk Allah SWT. “Sesungguhnya sholatku, pengorbananku, hidup dan matiku semuanya untuk Allah, Tuhan semesta alam” (Al-Quran).
Tanpa mengutip ayat tersebut beliau menyampaikan ajarannya dalam bentuk aksi. “Karenanya lakukan tugas-tugas kalian karena mencari ridho Tuhan”, tegas beliau.
Kalau itu anda lakukan maka anda berhasil dalam dua hal. Berhasil secara professional (dalam tugas dan kerjaan). Dan berhasil dalam menggapai keridhoan Allah SWT. Dan keduanya menjadi sangat krusial dalam kehidupan kita.
Keluarga itu tulang punggung
Gubernur BI juga tidak lupa mengingatkan bahwa kesuksesan apapun yang dicapai seseorang dalam hidupnya tidak bisa dilepas dari dukungan pasangan (isteri bagi suami dan suami bagi isterinya).
Beliau bahkan mengatakan: “saya tahu jika ada pegawai saya yang memiliki masalah keluarga. Itu akan berdampak bagi kinerjanya”.
Karenanya “jangan lupa selalu memberikan dukungan dan doa untuk pasangan dalam melakukan tugas-tugasnya.
Beliau bahkan mengajak isteri untuk selalu memberikan hadiah “ciuman” untuk pasangannya . Karena dengan itu akan terasa kedekatan batin, bahkan dukungan dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya.
“Doakan jika suami sedang keluar rumah. Atau keluar kota melakukan tugas”, tambahnya.
Komitmen keagamaan dan keindonesiaan
Setelah acara itu selesai saya agak lama merenung. Kira-kira motivasi apa yang menjadikan beliau begitu komitmen tinggi dalam menjadikan Bank Indoensia sebagai institusi yang lebih religi.
Saya dapat merasakan secara dekat keberagamaan beliau. Komitmen agama yang luar biasa. Seorang Muslim dan hamba Allah yang selalu ingin lebih baik dalam beragama.
Tapi saya kemudian terbawa jauh dalam pikiran saya. Bahwa sebagai Pejabat tinggi negara komitmen ini tidak saja dilihat dari sudut pandang agama. Tapi lebih dari itu komitmen ini adalah komitmen kenegaraan dan kebangsaan.
Indonesia memang bukan negara yang secara formal mendasarkan diri kepada agama. Dengan kata lain, Indonesia bukan negara teokrasi. Tapi Indonesia juga bukan negara sekuler yang melihat agama sebagai “ajaran privat” semata.
Di sinilah keunikan Indonesia. Karena Indonesia adalah negara yang tidak menyibukkan diri dengan simbol-simbol agama semata. Tapi lebih penting kepada substansi keagamaan.
Pancasila sebagai dasar dan falsafah negara jelas secara substantif semuanya ajaran agama. Demikian pula UUD 45 mengajarkan bahwa agama adalah hak dasar semua warga.
Bahkan lagu Indonesia Raya menyebutkan jika bangsa ini tidak saja dibangun secara fisik dan material. Tapi “bangunlah jiwanya” justeru disebutkan terlebih dahulu sebelum “bangunlah badannya”.
Di sinilah saya menyimpulkan bahwa komitmen beliau untuk menjadikan Bank Indonesia sebagai institusi yang religi tidak saja karena komitmen keagamaan. Tapi sebagai pejabat negara, itu adalah komitmen kenegaraan dan kebangsaan sekaligus.
Di akhir acara ramah tamah dan doa bersama itu saya hanya menengadahkan tangan ke langit, berdoa kepada Allah SWT, kiranya Bapak Gubernur dan Bank Indonesia dijaga dan diberikan kemudahan dalam memperjuankan kepentingan bangsa dan negara.
Semoga dengan “jihad” keuangan dan ekonomi Bapak Gubernur dan seluruh Pejabat BI, yang dibangun di atas keyakinan “Kuasa Ilahi” Indonesia bangkit menjadi negara yang maju, kuat dan besar sejajar dengan negara-negara besar dunia lainnya.
New York, 15 Pebruari 2019
* Presiden Nusantara Foundation