Imam Shamsi Ali
Oleh Imam Shamsi Ali*
HAJIMAKBUL.COM - Di sebuah tulisan lamanya Gunawan Mohamad menggambarkan sebuah paradox aneh yang terjadi dalam dunia Arab saat ini.
HAJIMAKBUL.COM - Di sebuah tulisan lamanya Gunawan Mohamad menggambarkan sebuah paradox aneh yang terjadi dalam dunia Arab saat ini.
Di satu sisi kebangkitan Saudi sebagai contoh membawa masalah, bahkan ancaman. Tapi di sisi lain melihat keterbelakangan masa lalu juga adalah masalah dan juga ancaman.
Kedua hal yang paradoksial itu menyatu dalam sebuah rasa ketidakamanah (sense of insecurity). Maju berbahaya. Tidak maju juga berbahaya.
Apa yang dimaksud dengan hal itu? Terbelakang menimbulkan masalah sosial dalam segala ragamnya. Salah satunya Saudi selama ini dikenal sebagai eksporter teroris di berbagai belahan dunia. Mayoritas yang dituduh sebagai pelaku 9/11 adalah warga negara Saudi.
Tapi di sisi lain kemajuan itu juga
menjadi masalah karena dikontrol oleh kekuatan lain. Maka nilai-nilai sosial yang terjadi diwarnai oleh ridho atau murka orang lain. Bukan karena identitas diri sendiri.
Itulah yang disebutkan Gunawan sebagai “surprises” atau kejutan-kejutan di tanah Arab. Kemajuan tapi keterbelakangan. Kekayaan tapi miskin. Beragama tapi jahil. Paradoks demi paradoks tumbuh silih berganti di tanah leluhur baginda Rasul itu.
Walaupun saya dalam banyak hal beda pendapat dengannya, kali ini saya cenderung setuju dengan Gunawan Mohamad. Bahwa memang apa yang sedang kita saksikan saat ini di dunia yang kerap dianggap pusat Islam itu adalah "kejutan-kejutan" (surprises).
Surprises yang mungkin saja sebagian besar umat ini "take for granted". Tanpa pernah menyadari apa sesungguhnya yang sedang terjadi. Mereka telan mentah-mentah tanpa melihat kepada implikasi negatif dan destruktif yang ditimbulkan, baik secara politik, ekonomi, sosial budaya bahkan agama itu sendiri.
Saya masih ingat ketika Raja Saudi berkunjung ke tanah air tercinta. Saya mengingatkan bangsa ini agar jangan terlalu “euphoria” dan berlebihan seolah menyambut kehadiran dewa penyelamat dari langit.
Menanggapi tulisan saya itu seorang ulama di tanah air menegur saya: “Kalau tidak bisa berkata baik, diam saja”. Tentu mengutip sebuah hadits: “barangsiapa yang beriman kepada Allah hendaknya berkata baik atau diam”.
Tentu sang ulama yang saya hormati itu lupa dengan hadits: “barangsiapa yang melihat kemungkaran hendaklah mengubahnya dengan tangan. Jika tidak mampu maka dengan lisannya. Dan jika masih tidak mampu maka dengan hatinya. Dan itulah selemah-lemah iman”.
Karenanya banyak kalangan umat ini yang tidak menyadari konsekwensi negatif dari kejutan-kejutan itu. Dan kejutan-kejutan itu bahkan berimbas kepada dunia, khususnya dunia Islam.
Mungkin sebagian pula dari umat ini segera mencari "justifikasi religi". Bahwa semua itu harus diterima sebagai tanda kemahabesaran Allah melalui doa Ibrahim: "warzuqhum minatstamaraat".
Bahwa kemajuan Saudi khususnya, dan dunia Arab secara umum itu tidak lepas dari doa nabi Ibrahim AS untuk mereka. Karenanya menyerempetnya atau mengeritiknya seolah mempertanyakan kebesaran Allah dan kebenaran Al-Quran.
Penglihatan batin
Sesungguhnya apa yang dipersaksikan di tanah kelahiran Rasulullah SAW saat ini memang perlu dicermati secara jeli. Dicermati dengan memakai kacamata akal dan batin sekaligus. Dengannya mudah-mudahan dapat dipahami secara jeli dan dalam apa sesungguhnya yang sedang dan akan terjadi ke depan?
Sejak ditemukannya lahan-lahan minyak di semenanjung Arabia, khususnya Saudi Arabia, gaya hidup orang-orang Arab mengalami perubahan drastis. Dari kehidupan yang sederhana dan apa adanya menjadi kehidupan mewah, bahkan cenderung konsumeris dan hedonis.
Ketika mereka masih memiliki kehidupan yang sederhana itu, hidup mereka penuh nilai dan harga diri. Tapi ketika telah dicoba dengan kemajuan materi hidup itu tiba-tiba penuh dengan kepura-puraan dan kepalsuan.
Ini bukan bermaksud memburukkan orang lain. Demi Allah Sungguh banyak saudara-saudara Arab kita yang luar biasa iman dan Islamnya. Jauh lebih hebat dalam beragama ketimbang banyak di antara kita.
Penyebutan ini sekedar dimaksudkan untuk memberikan latar belakang pemahaman paradoks kehidupan yang sedang terjadi. Bahwa kemajuan terkadang juga menghasilkan keterbekangan. Kepintaran tidak jarang melahirkan kejahilan.
Di sebuah musim panas dua tahun lalu saya berkunjung ke Florida. Di tengah udara yang membakar itu saya masuk ke dalam sebuah toko untuk membeli minuman dingin.
Di sebuah rak saya melihat sebuah minuman dingin, kelihatan segar. Tanpa pikir panjang saya ambil dan bawa ke konter untuk membayar. Penjaga konter itu seorang wanita muda berambut pirang.
Mengejutkan ketika akan membayar sang wanita itu mengenali saya dan berkata: “are you sure you want this drink?” (Yakin mau minuman ini?), tanyanya.
“What is the problem?”, tanya saya. “This is an alcoholic drink” (ini minuman alkohol), jawabnya.
Segera saya tentunya mengatakan “no”. Tapi sambil tertawa wanita itu berkata: “kebanyakan yang membeli minuman ini adalah Arab visitors. And they don’t care”.
Karena terkejut saya tanya wanita itu: “dan Kenapa anda perhatian dengan orang Islam?”.
Ternyata dia adalah wanita keturunan Maroko dan Muslim. Hanya saja dia tidak memakai jilbab dan berambut pirang. Sehingga wajar saja kalau saya kira dia adalah wanita keturunan Eropa. (Bersambung)
* Penulis adalah Presiden Nusantara Foundation Amerika Serikat