Oleh Ustad Arafat
HAJIMAKBUL.COM - Pernah suatu hari anak saya yang masih kecil mengambil selembar kertas tisu di dapur. Penasaran, saya tanyakan untuk apa tisu tersebut.
Ia menjawab, "Untuk mengeringkan air minum yang tumpah di kamar!"
"Memang berapa banyak yang tumpahnya?"
"Hampir satu gelas!"
Tentu saya buru-buru mencegahnya. Karena tidak mungkin air sebanyak itu bisa diserap dengan hanya selembar tisu. Kemudian saya sodorkan kain lap padanya sebagai pengganti.
Ia lantas menerimanya. Sebab bukan tisu yang penting, karena tisu hanya alat. Tujuannya itu yang penting, yaitu untuk mengeringkan. Maka tidak mengapa alat tergantikan, selama tetap menghasilkan tujuan yang ia inginkan.
Amboi, seandainya orang dewasa seperti kita bisa berpikir laksana anak-anak. Mereka bisa membedakan dengan baik manakah alat dan mana pula tujuan.
Kita senantiasa mengumpulkan uang, dan tentu saja hal ini baik karena termasuk ibadah tolabur rizqi (mencari rezeki halal). Hanya saja kadang kita lupa uang hanya alat.
Buktinya, dalam kamus Bahasa Indonesia disebutkan definisi uang sebagai alat tukar. Jadi uang memang hanya alat, bukan tujuan.
Setelah uang terkumpul, apa tujuan kita? Uang terkadang pelengkap beribadah. Uang pun bisa dibelikan pakaian untuk menutup aurat. Bisa pula dibelanjakan untuk keperluan para anggota keluarga agar mereka bahagia. Termasuk juga untuk bayaran sekolah agar mereka berilmu.
Alangkah mengherankan jika seseorang sudah berhasil mengumpulkan uang, tetapi tidak pula ia gunakan untuk mencapai tujuan yang semestinya. Uang sudah punya, tetapi ibadah tidak jadi lebih berkualitas.
Uang sudah ada, tetapi aurat belum lagi tertutup sempurna. Uang terkumpul, hanya saja merasa berat dibelanjakan untuk ilmu. Seakan-akan lebih baik kehilangan ilmu, daripada kehilangan uang. Seolah-olah uang sudah menjadi tujuan, padahal ia hanya alat.
Justru ketika seluruh uang hanya tersimpan dengan aman di bank, maka pihak bank yang memanfaatkan uang itu sebagai alat untuk mencapai tujuan mereka.
Bukan tidak boleh kita menabung, tetapi bersikaplah adil juga terhadap diri sendiri, keluarga, dan terutama kepada Dia Yang Memberi Rezeki berupa uang tersebut.
Ada pula sebagian orang yang menjadikan uang sebagai satu-satunya alat mencapai tujuan. Padahal tidak mengapa alat tergantikan, selama tetap menghasilkan tujuan yang ia inginkan.
Betul bahwa uang bisa membuat keluarga bahagia. Tetapi banyak hal selain uang yang bisa kita lakukan untuk kebahagiaan mereka. Misalnya meluangkan waktu dan perhatian untuk mereka. Tunjukkan bahwa kita selalu menjadi pendengar setia sekaligus teman bagi mereka. Lihatlah betapa bahagianya mereka!
Alih-alih demikian, justru karena sibuk mengumpulkan uang, keluarga jadi tidak bahagia. Kita mengabaikan tujuan, demi tercapainya alat. Tak heran kita semakin bingung begitu alat kita pegang, ia tak digunakan untuk tujuan apapun.
Oleh karena itu ketika Rasulullah mengajarkan kita untuk meminta kebaikan pada harta, maka ditempatkan harta itu pada urutan akhir, setelah kebaikan agama, dunia, dan keluarga.
Karena harta hanya alat, dan tidaklah berguna alat kecuali untuk tujuan yang seharusnya, yaitu hal-hal penting yang disebutkan lebih dulu itu.
اَللّٰهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ الْعَافِيَةَ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِـرَةِ، اَللّٰهُمَّ إنِّيْ أَسْأَلُكَ الْعَفْوَ وَالْعَافِيَةَ فِي دِيْنِيْ وَدُنْيَايَ وَأَهْلِيْ وَمَالِيْ، اَللّٰهُمَّ اسْتُرْ عَوْرَاتِيْ وَآمِنْ رَوْعَاتِيْ
“Ya Allah, aku mohon kebaikan dunia dan akhirat. Ya Allah, aku mohon ampun dan kebaikan dalam agama, dunia, keluarga, dan harta. Ya Allah, tutuplah aibku dan berilah aku rasa aman dari semua ketakutan.”
(Hadist Riwayat Ahmad)
* Ustad Arafat adalah penulis buku best seller Hijrah Rezeki.
#umrohhaji #hajimabrur #hijrahrezeki