HAJIMAKBUL.COM - Ada yang menarik dari pernyataan Katib Aam Forum Santri Nasional (FSN), Gus Mashudi Abdurrahman, yang sekaligus patut dicermati. Sinyal positif yang harus menjadi perhatian semua santri di negara ini.
Saat menanggapi gelaran Indonesia Fashion Week (IFW) 2019 yang diadakan bersamaan dengan Kongres Santri dan Rapat Kerja Forum Santri Nasional (FSN) I di Jakarta Convention Center (JCC), Sabtu 30 Maret 2019 kemarin, Gus Uday, begitu dia akrab disapa, mengatakan, bahwa mudah-mudahan saja FSN juga bisa turut serta dalam IFW.
Artinya, dalam gelaran IFW mendatang para santri harus terlibat. Bahkan, dominan di ajang tersebut. Artinya pula, saat ini para santri belum masuk IFW, atau setidaknya tidak banyak yang terlibat di ajang tersebut. Saatnya kita ciptakan santri pebisnis yang lebih banyak lagi.
"Ke depan, mudah-mudahan FSN juga bisa turut serta dalam IFW, karena banyak juga potensi di bidang desain busana, modeling maupun fotografinya,” kata Gus Uday di Jakarta.
Saat ini dunia fashion muslim sudah diambil alih lagi oleh kaum muslim. Banyak desainer muslim terkenal. Bahkan mendunia. Go international. Produk busananya laris manis. Para desainer itu sejatinya juga santri pebisnis.
Namun demikian masih sangat banyak pelaku dunia fashion dari kalangan non-muslim. Lebih dari itu, banyak pula kebutuhan muslim di tanah air, diurusi oleh orang asing. Dan, sebagian ditangani non-muslim.
Artinya, kaum muslim tidak jeli melihat potensi di dalam diri mereka sendiri, sehingga peluang yang sangat besar dalam bisnis itu diambil oleh orang asing dan non-muslim. Hal serupa juga terlihat dalam bidang haji dan umrah, di mana kebutuhan oleh-oleh haji dan umrah juga banyak diproduksi negara-negara lain dan sebagian negara yang penduduknya banyak non-muslim. Karena itu, santri pebisnis harus mengambil alih masalah itu, dengan tujuan ibadah dan mencari keuntungan dunia.
Selama ini, umat Islam menjadi konsumen bagi produk non-muslim. Ini kurang baik.
Pertama, potensi pasar yang besar diambil pihak lain. Kedua, isu strategis soal dominasi produk dan teori ketergantungan menjadi tidak seimbang, sebab pada titik tertentu pihak produsen justru mengendalikan pasar, menguasai pasokan barang, mengendalikan umat Islam. Ini ujung-ujungnya sangat berbahaya bila akhirnya terjadi monopoli.
Ketiga, bagaimana umat Islam menjaga independensinya, khususnya dalam menjaga tingkat kehalanan produk, bila tidak mampu mengontrol produksi dan hanya manut pada produsen? Ini isu lebih strategis lagi untuk dibahas.
Umat Islam paling banter hanya bisa melakukan boikot alias tidak membeli produk itu. Namun, masalahnya, umat Islam sudah telanjur kepincut, bahkan jatuh cinta, pada produk non-muslim itu. Ambil contoh produk makanan dari bahan ayam yang diproduksi restoran siap saji ternama dari Amerika, sampai sekarang masih penuh sesak pembeli dari kalangan Islam, padahal ada produk yang sama hasil produsi orang Islam di dalam negeri, yang tak kalah lezatnya? Ada apa? Mengapa tidak memilih produk orang Islam saja, yang dijamin halal, misalnya?
Ini perang budaya dayang yang harus diperhatikan oleh muslim.
Kembali ke Gus Uday. Bagi beliau ajang fashion show bernilai positif untuk mempromosikan busana tradisional dan potensi wisata di Indonesia. Santri, menurut Gus Uday, punya tradisi busana yang bisa jadi tren model nasional bahkan internasional.
Sarung dan peci kan sudah jadi salah satu dari identitas nasional. Bahkan Bung Karno (presiden RI pertama Sukarno) dan para founding fathers Indonesia, dulu menjadikan peci sebagai busana resmi saat melakukan kunjungan ke berbagai negara,” imbuhnya.
Menurut Gus Uday, selain menjadi identitas nasional, kopiah juga menjadi ciri budaya keagamaan seseorang. Warisan budaya leluhur ini terus dipakai sebagai identitas sekaligus estetika.
Santri Pebisnis
Dalam kaitan ini, perlu melakukan revitalisasi peran santri, yang tidak hanya melulu belajar agama dalam kaitan ritual ibadah. Sebab, wilayah agama sangat luas. Termasuk soal bisnis, berdagang, yang juga pernah diajarkan Rasulullah SAW. Karena itu, skill santri harus diperkuat dan diperluas.
Ketua Panitia Kongres Santri yang juga Wakil Rais Aam FSN, Gus Arif Rahmansyah Marbun mengungkapkan, Kongres pertama FSN sendiri menghasilkan sejumlah rekomendasi untuk memperkuat kapasitas santri dan kelembagaan pesantren.
Penguatan kapasitas santri itu melalui pelatihan life skill dan pengembangan minat dan bakat santri, termasuk di bidang desain grafis, desain busana dan lain-lain. "Kita perkuat SDM santri. Kita kobarkan cita-cita FSN sebagai poros baru kemasyarakatan dan kebangsaan,” imbuhnya.
Skill yang dimiliki oleh santri akan digunakan mengembangkan potensi masyarakat sekaligus menjaga agama Islam dari rongrongan produsen nakal yang berniat merusak Islam melalui produk yang sesat. Misalnya tidak halal, atau melemahkan mental milenial muslim. (gatot susanto)