HAJIMAKBUL.COM - Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin ketika menutup Konferensi Ulama Sufi Internasional di Pekalongan Jawa Tengah, Rabu 10 April 2019, mengajak ulama sufi untuk ikut mewarnai dakwah di media sosial.
Ini agak unik kesannya. Namun kaum sufi sejak dulu memang unik. Dulu sufi menyepi. Kini menyepi di keramaian umat. Maklum Menag sangat berharap peran ulama sufi sebab media sosial sudah menjadi sangat "sangar" khususnya menjelang Pilpres Rabu 17 April 2019 pekan depan.
Karena itu ada yang mengkategorikan dakwah memakai medsos fardhu kifayah. Semua yang bisa bermedsosria wajib melakukan syiar agama Islam.
"Saya mengajak kita semua untuk terus membumikan dakwah Islam dengan pendekatan sufistik yang cerdas dan cermat. Mari kita isi media sosial kita dengan hal-hal yang positif dan penuh hikmah," kata Menag di Pekalongan, Rabu (10/04).
Konferensi Ulama Sufi Internasional (Multaqa as-Sufi Al-Alamy) berlangsung sejak 8 April 2019. Multaqa yang diprakarsai Jam’iyyah Ahlit Thariqah Al-Mu'tabarah An-Nahdliyah (JATMAN) diikuti 87 ulama sufi dari 36 negara dan dihadiri sekira 3.500 peserta dari kalangan ulama ahli tarikat Indonesia.
"Mari kita isi dunia dakwah kita dengan ngaji rasa. Mari kita banjiri dunia dakwah kita di media sosial dengan uswah hasanah, tidak sekadar mau’izhah hasanah. Mari kita menjadi bumi yang menopang semua orang, menjadi mendung yang menaungi semua insan dan air hujan yang menyuburkan alam," kata Menag.
Menteri yang juga alumni Pesantren Darussalam Gontor ini lalu menyitir salah satu pesan Imam Junaid al-Baghdadi:
"Kaum sufi itu seperti bumi, yang diinjak oleh orang saleh maupun pendosa; juga seperti mendung, yang memayungi segala yang ada; seperti air hujan, yang mengaliri segala sesuatu.”
Menag menilai para sufi lekat dengan kreatifitas dalam dakwah. Bahkan, kreatifitas itu menjadi sesuatu yang distingtif. Mereka misalnya menggunakan Halaqah Dzikir (majlis zikir), Khalwat-khalwat Alquran, dan Zawiyah sufiyah yang dikembangkan sesuai kondisi zamannya.
Kreatifitas yang sama diperlukan dalam merespon tantangan dakwah era milenial dengan segala perangkat digital dan media sosial. Karenanya, dibutuhkan upaya serius dari kaum sufi untuk menggarap aksi dakwah yang dapat mengangkat harkat dan martabat umat Islam, terutama di media sosial.
"Generasi digital juga harus memahami dan mengingat pengalaman sejarah bahwa Islam masuk ke negeri ini dengan cara damai, antara lain melalui tangan para sufi. Generasi milenial harus tahu bahwa para ulama sufi menyebarkan Islam dengan akhlak yang mulia, sehingga dakwah Islam menjadi lebih efektif dan damai," katanya.
Hantu Medsos
Efektif dan damai. Dua kata itu tepat diletakkan pada media sosial yang sudah seperti belantara. Hutan lebat yang dihuni hantu-hantu ganas, sementara banyak anak-anak kita asyik bermain di sana. Tanpa bekal. Tanpa membawa senjata. Maklum mereka hanya bermain-main saja.
Sebagian kecil anak kita sudah sadar bahwa di hutan medsos banyak harta karun. Bukan hanya hantu. Mereka ini lalu berjibaku mencari harta karun di hutan berhantu itu. Dengan bekal seadanya. Harus bersaing melawan para hantu yang lebih dulu memburu harta itu.
Lalu, di hutan itu pula, seorang kiai sedang bermunajat kepada Allah SWT. Dia berdoa agar kondisi hutan aman damai penghuninya sejahtera. Berdoa dan terus berdoa.
Namun, seperti dicontohkan oleh Rasulullah SAW, manusia harus berjuang selain tentu saja berdoa. Melindungi anak-anak yang asyik bermain di belantara. Menjaga mereka yang memburu harta karun agar tidak tersesat jalan atau disesatkan oleh para hantu.
Dan alhamdulillah, para kiai sekarang sudah keluar dari suraunya untuk ikut menjaga belantara medsos berhantu tersebut. Mereka sudah memberikan pencerahan lewat cuitan-cuitan syahdu ayat-ayat suci, hadis Nabi, atau kata-kata hikmah ulama di twitter. Terkadang pula di facebook, Instagram, Whatsapp, Line, atau live streamin di Youtube.
Ada yang sabar santun lemah lembut. Tapi banyak pula yang menggelegak berapi-api bila bicara soal kedhaliman, kemaksiatan, dan sejenisnya. Memerangi kemunkaran bisa dengan kelembutan meski seringkali memakai ketegasan.
Lagi-lagi para kiai dan ulama perlu tahu juga karakter media sosial dan dampaknya yang sangat dahsyat ke umat. Sebab dengan demikian, mereka akan tahu bagaimana memilih diksi dalam berdakwah. Santun lemah lembut atau menggelora bagai membakar semangat juang.
Bahkan dalam kampanye Pilpres, live streaming di medsos seperti Youtube sangat penting. Live streaming pidato kebangsaan Prabowo Subianto banyak ditonton masyarakat. Termasuk wawancara Prabowo dengan Ustad Abdul Shomad yang menyebar dari satu Whatsapp ke whatsapp lain dengan sangat cepat
Semua gaya berdakwah itu sudah ada di media sosial. Sudah lengkap di Youtube tinggal kita harus hati-hati memilih dan memilah mana yang pas dengan kita. Lebih dari itu, mana yang benar sesuai ajaran Kanjeng Rasul SAW.
Dakwah canggih medsos ini antara lain para ulama bisa langsung bertanya jawab dengan umatnya tanpa menunggu momen seperti pengajian rutin Reboan, Kamis malam Jumat, atau Mingguan. Sekarang bisa live streaming. Bahkan berinteraksi langsung.
Kecanggihan teknologi sudah diprediksi dalam Al Quran sehingga ulama harus mengambil peran di dalamnya.
Medsos seperti pedang. Tinggal bagaimana kita mengayunkan menghadapi musuh atau untuk memotong sesuatu yang bermanfaat untuk kehidupan. Medsos penuh hantu yang harus disingkirkan agar tidak mengganggu anak anak kita. Medsos penuh harta karun sebab ada miliarder lahir dari rahimnya. Pesantren bisa kaya raya dari medsos bila melihat banyak miliarder lahir darinya.
Namun ada anak anak jadi korban bullying, kekerasan seksual, atau penculikan juga ada yang karena medsos. Tugas kita mencegah hal buruk terjadi karena medsos. Memperbanyak syiar dan dakwah Islam rahmatan lil alamin dengan medsos. Baik para sufi, kiai kampung, maupun kita yang awam agama Islam berkewajiban berdakwah dengan perilaku yang baik dan benar di medsos.
Jadi, mungkin, berdakwah di medsos itu termasuk fardhu kifayah. Tugas kita semua. Lahirnya medsos merupakan keniscayaan dari Allah SWT, yang harus kita sikapi dengan memanfaatkan untuk dakwah di jalan Allah juga. Waallu 'alam.
Semoga!
(Gatot Susanto)