×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Alam Sebagai Oposisi Sejati

Saturday, April 13, 2019 | 10:32 WIB Last Updated 2019-04-13T07:55:52Z
Foto: Pixabay

"Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, (dia berkata), ‘Sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan yang nyata bagi kamu, agar kamu tidak menyembah selain Allah. Sesungguhnya aku khawatir kamu akan ditimpa azab (pada) hari yang sangat menyedihkan."

(QS. Huud, 11: 25-26).

HAJIMAKBUL.COM - Saat menonton pidato kebangsaan Capres Prabowo Subianto di Dyandra Convention Center, Surabaya, Jawa Timur, Jumat (12/4/2019), seorang teman menyebut tragedi banjir bandang di era Nabi Nuh. Maklum, Prabowo dalam pidatonya saat itu menyatakan, bahwa saat ini Indonesia menghadapi tantangan perubahan iklim yang mengancam wilayah Jakarta, Pantura Jawa, Surabaya, sampai Merauke.

Daerah-daerah itu akan tenggelam bila negara tidak melakukan antisipasi. Tentu tidak bisa sendiri, sebab ini global warming yang menjadi masalah seluruh negara.  Bagi teman saya, Prabowo sedang mengatakan bahwa alam merupakan oposisi sejati. Bukan dirinya 




"Kita tidak perlu terlalu jauh mimpi ikut tur ke Mars, semangat ikut memasuki era revolusi industri 4.0, tapi banyak warga dompetnya 4.0. Utang empat penghasilan 0. Kita realistis aja. Cukup menjaga bumi tempat berpijak ini saja agar tidak tenggelam," kata teman tadi saat melihat live streaming pidato Prabowo di layar tabletnya.

"Tapi Prabowo itu kalau pidato pasti medhen-medheni (menakut-nakuti,Red.) saja. Pantas Jokowi bilang dia orang yang gak optimis," kata teman lain.

"Waduh, mulai deh debat antar pendukung capres!" kata saya menyindir.

"Tapi gak apa-apa,  warming up debat capres terakhir nanti malam," kata saya lagi. 

Debat capres pamungkas  Sabtu 13 April 2019 malam mengambil tema ekonomi, investasi, industri, kesejahteraan sosial, dan keuangan.

Bicara global warming seringkali dikaitkan dengan salah kaprah mengelola industri.
Industri seringkali bertabrakan dengan masalah lingkungan hidup. Karena itu, Pemerintah harus menjaga keseimbangan dua hal itu. 

Industri tumbuh memperhatikan kelestarian lingkungan hidup. Dalam pikiran orang industri, dia bisa memproduksi sebanyak-banyaknya produk dengan biaya produksi murah. Tujuannya menumpuk keuntungan.

Maka, gaji buruh harus murah, bahan baku murah, tanpa amdal, membuang limbah sembarang, polusi udara lewat cerobong pabrik dibiarkan. Sebab bila semua komponen itu diperhatikan seksama, biayanya sedikit bertambah. Itu bila pengusaha hanya memikirkan dirinya sendiri. Memikirkan  perutnya sendiri.

Padahal, pabriknya ada di lingkungan warga. Asap dari pabrik juga mengotori langit milik warga. Sumur dan sungai airnya tercemar limbah pabrik milik pengusaha.

Seharusnya,  ada sewa untuk memakai lahan, udara, air, dan ruang langit yang menjadi milik bersama warga. Dalam kaitan ini Pemerintah membuat UU dan aparat kepolisian melakukan penegakan hukum. Namun, masalahnya, warga tidak bisa apa-apa bila aparat dan pengusaha kongkalikong. Suap menguap. 

Bahkan, tragisnya, suap dan sogok menyogok itu, ditengarai terjadi sejak proses legislasi. Saat pembahasan UU oleh Pemerintah dan DPR. Nah, dalam konteks ini, pada hari H coblosan Rabu 17 April 2019 nanti, kita harus cermat memilih wakil rakyat agar tidak ikut-ikutan mengantarkan koruptor ke Senayan. Itu dosa kolektif kita bila sembrono dalam memberikan suara di Pemilu. 

Bila ternyata kita benar-benar tenggelam karena air laut naik tinggi, bila air bah banjir mengamuk, hutan gundul dan terbakar, itu salah kita juga sebab ngawur dalam memilih wakil rakyat. Memilih karena dikasih duit.

Warning alias "meden-medeni" alias peringatan yang disampaikan Prabowo saat pidato kebangsaan, tentu dalam kaitan mengkritik ketidakpedulian kita terhadap masalah lingkungan. Karena itu, Prabowo ingin memberi penekanan terhadap  lingkungan bila nanti dipercaya rakyat memimpin negeri ini.





Pakar Geologi ITS Amin Widodo juga menilai beberapa tahun ini ada perubahan iklim. Sudah ada tanda-tanda suhu udara di bumi naik. Karena suhu naik maka  bisa menimbulkan cuaca menjadi ekstrem.  Panas menjadi ekstrem, dingin menjadi ekstrem, angin menjadi ekstrem.  Jadi lebih cepat. Badai. Puting beliung.

Terus ombak menjadi ekstrem. Termasuk  gelombang tinggi menjadi lima meter. Secara umum sekarang tinggi gelombang naik 1,5 meter.

Namun, kata  Amin, tenggelamnya suatu wilayah itu dengan catatan jika manusia tidak melakukan sesuatu. Tanpa ihtiar menanggulanginya. Diam saja. Atau baru bergerak saat Pemilu. Ketika butuh suara rakyat.

Artinya harus ada upaya  mengurangi karbondioksida. Caranya  seperti penanaman pohon dan mengganti bahan bakar migas dengan nonfosil atau energi baru terbarukan yang ramah lingkungan.


"Nabi Nuh dulu juga terkesan meden-medeni. Menakut-nakuti akan bahaya banjir besar kan? Namun umatnya malah mengabaikan, seperti kamu mengabaikan peringatan Prabowo," kata teman pendukung Prabowo. 

Yang ditunjuk mendelik.

"Jangan berlebihan menyamakan Prabowo dengan nabi, bro! Jokowi sudah melakukannya." 

Suara teman pendukung Jokowi terdengar ketus. Namun keduanya sudah biasa berwatak seperti itu. Berdebat sengit tapi tetap berteman.  Di atas ring lawan, di bawah kembali jadi teman.

"Jangan debat kusir, ngopi dulu...," kata saya.

Secara umum saya setuju pendukung Prabowo. Biasanya, industri digenjot tumbuh agar pertumbuhan ekonomi meningkat.

Pertumbuhan ekonomi mestinya paralel dengan kesejahteraan sosial tapi realitas di masyarakat justru  terbalik.

Pertumbuhan ekonomi yang sekarang masih 5% memang tetap harus disyukuri. Dalam bahasa Jokowi, kita tidak boleh kufur nikmat. Namun janji Pemerintahan Jokowi menaikkan jadi 7% gagal dipenuhi. Bila tetap segitu, seakan Pemerintah tidak bekerja.

Seperti kata ekonom Universitas Indonesia Fithra Faisal Hastiadi, sejak 2013 pertumbuhan ekonomi domestik tak kunjung lewat dari angka 5%. “Ini seperti new normal kalau tidak ada usaha keras pemerintah,” katanya seperti saya baca di katadata.

Saat kampanye di Pilpres 2014 silam, salah satu dari 9 program  Jokowi adalah pertumbuhan ekonomi menyentuh 7%, Jokowi juga ingin memberikan uang Rp 1 juta/bulan untuk keluarga miskin. Kondisi ekonomi rakyat nomor satu bagi seorang presiden agar semakin sejahtera. Sekarang capres kembali menebar janji. Bila tidak ditepati, alam akan marah lagi. Sebab alam-lah oposisi sejati.

(Gatot Susanto)











"
×
Berita Terbaru Update