Ilustrasi Pixabay com
HAJIMAKBUL.COM - "Don’t dwell on the past or worry about the future. Live in the present moment and appreciate everything that the Almighty has bestowed on you. Learn to see the blessing that unfolds each time as you go about your daily life. There are many if we only bother to look. Be grateful!"
Means:
"Jangan kerkungkung oleh masa lalumu atau terbebani oleh kekhawatiran-kekhawatiran tentang masa depanmu. Jalani hidupmu di masa kini dan syukuri semua karunia Yang Allah berikan kepadamu. Belajarlah untuk melihat berbagai karunia Tuhan yang selalu hadir dalam hidupmu sehari-hari. Sungguh karunia itu tiada batas kalau saja engkau memahaminya. Bersyukurlah selalu!"
Nasihat Imam Shamsi Ali--imam Masjid New York dan Presiden Nusantara Foundation Amerika Serikat--itu disampaikan kepada semua teman Beliau via aplikasi What'app. Termasuk saya. Nasihat yang memberi spirit agar hidup selaras dengan keinginan Allah SWT dalam memberi kehidupan kepada kita. Bukan semau-mau kita hidup.
Pada saat bersamaan, Dirut Atria (biro haji dan umrah di Surabaya), Bapak Zainal Abidin, mengirim ke what'sapp saya nasihat Habib Husein ibn Abdullah Assegaf yang baru saja berpulang ke Rahmatullah. Semoga Beliau ditempatkan di tempat yang mulia surganya Allah SWT. Amiin.
Dalam nasihatnya Beliau meminta umat tidak terlalu mengkhawatirkan masa depan Indonesia. Insya Allah negara ini aman tenteram damai dijaga doa-doa para ulama dan auliya. Dan jangan terlalu banyak bicara yang tidak perlu.
Mungkin, maksud Beliau, kita jangan berdebat kusir, khususnya menjelang Pilpres Rabu 17 April 2019 pekan depan. Apalagi sampai berkelahi.
Masyarakat memang ada yang merasa khawatir terhadap masa depan bangsa dan negara ini bila nanti, misalnya, dipimpin Presiden Jokowi lagi maupun bila Prabowo Subianto terpilih jadi presiden yang baru.
Khawatir negara ini dikuasai asing dan aseng. Seperti sudah diberitakan di media massa. Kubu lain khawatir negara ini kembali ke model Orde Baru dan sejenisnya.
Lebih-lebih mereka yang sudah menikmati gurihnya jabatan atau pengusaha yang sudah mendapat proyek, jelas khawatir kenikmatannya itu hilang bila presidennya diganti yang baru.
Sebaliknya kubu penantang juga sangat berharap jabatan dan proyek-proyek itu.
Bahkan, ada ulama yang suka merapat ke istana untuk mencecap madunya.
Ulama ini bukan salah bila mereka tetap di jalan Allah SWT. Tetap peduli umat dan syiar agamanya.
Rasa khawatir wajar. Yang tidak wajar adalah cemas berlebihan. Takut yang berlebihan. Trauma. Sikap berlebih-lebihan inilah yang membuat keruh negara ini. Bahkan bisa merusaknya.
Bila si A atau Si B akhirnya terpilih, yakinlah, bahwa ada kehendak Tuhan di situ. Bila kemenangan seorang rival itu sebuah musibah, seperti dicontohkan Nabi, pupuk harapan akan mendapatkan rahmat-Nya bagi negara ini. Bagi rival yang menang itu juga.
Bisa jadi Anda tidak suka dengan kekalahan, tapi Allah Maha Tahu apa yang dikehendakiNya. Dan mungkin itu malah lebih baik bagi Anda.
Kalau kita mempelajari semua hadits yang berisi harapan-harapan besar pada rahmat Allah, kita dapat melihat upaya besar yang berhasil menundukkan dan melenyapkan rasa takut yang berlebihan itu. Rasulullah SAW telah memberikan gambaran tentang rahmat Allah. Beliau SAW menganjurkan kita semua agar senantiasa menggantungkan harapan pada rahmat-NYA dan agar selalu mencintai-Nya.
Itulah dasar utama hubungan kita dengan Allah yang dalam salah satu hadits Qudsi ada berfirman: “Rahmat-KU mendahului Murka-KU.”
Indonesia negara besar yang mengalami berbagai macam cobaan dalam kehidupan bangsa dan negara dan berhasil melaluinya.
Riak dan gelombang yang menghadang sudah ditundukkan. Indonesia negara berpenduduk muslim terbesar di dunia tidak mungkin Allah mengabaikannya. Apalagi doa-doa dan dzikir para ulama dan auliya tanpa henti berkumandang memuji kebesaran Allah SWT.
Karena itu jangan biarkan rasa takut dan cemas malah membunuhmu. Merusak negerimu. Chauvinisme, patriotisme berlebihan, seperti ditunjukkan oleh kalangan white suprimacy, misalnya dilakukan pelaku penembakan dua masjid di Selandia Baru, itu juga karena mereka takut akan masa depan di mana muslim mendominasi negara itu. Sebuah ketakutan yang berlebihan lagi.
Dalam tulisannya berjudul Kebangkitan Radikalisme Warga Putih dan Peranan Indonesia, Imam Shamsi Ali menampilkan kondisi Amerika Serikat yang takut akan banyaknya imigran. Sejak terpilihnya Donald Trump menjadi presiden negara super power ini pun akhirnya mengalami kecelakaan yang diberi nama “homegrown extremism dan terrorism” yang luar biasa.
Artinya bahwa dalam dua tahun terakhir pasca terpilihnya Donald Trump radikalisme dan terorisme lokal naik 100 person.
Istilah “homegrown extremism” ini pernah populer yang menjadikan umat Islam sebagai target. Di tahun 2011 lalu misalnya NYPD (New York Police Department) melakukan sebuah report atau pelaporan umum dengan sebuah kesimpulan bahwa “homegrown extremism” menjadi masalah utama yang dihadapi oleh pihak keamanan New York dan Amerika.
Dan homegrown extremism yang dimaksud di sini adalah anak-anak muda komunitas Muslim dari kalangan generasi kedua (second generation).
Kini dunia terbalik. Sekarang justru anak-anak muslim berprestasi dan saleh, tapi istilah itu kemudian membidik orang-orang Amerika yang merasa asli Amerika dari kalangan warga putih (White Americans) sendiri. Merekalah yang dalam tahun-tahun terakhir, khususnya sejak Donald Trump memulai kampanye dengan tema “to make America great again” yang terjangkiti racun radikalisme yang cukup parah.
Ketakutan berlebihan membuat orang khilaf hingga tanpa sadar menenggak racun mematikan. Hal sama bila kita terlalu takut rival kita memenangkan pertandingan. Kompetisi hanya pesta musiman tapi persahabatan abadi adanya. Semoga!
(Gatot Susanto)