Pixaybay
HAJIMAKBUL.COM - Saya menulis artikel tentang libur Ramadhan ini tak ada kaitannya di dukungan di Pilpres 17 April 2019 mendatang. Jadi, tidak perlu diramesi pilihan politik saya dikaitkan dengan tulisan soal libur Ramadhan. Saya menulis ini sebagai lanjutan dari dua tulisan soal umrah Ramadhan yang sudah saya terbitkan di hajimakbul.com.
Namun, terus terang, sama seperti Sandiaga Uno, yang cawapresnya capres Prabowo Subianto itu, saya termasuk rindu masa kecil ketika libur Ramadhan full satu bulan dulu. Ramadhan jadi benar-benar istimewa sesuai diceritakan para ustad. Bulan yang nilainya bila kita ibadah akan berlipat ganda pahalanya.
Rindu Ramadhan bukan hanya karena saat itu masih anak kecil yang memang senang bila tidak sekolah, tapi karena Pemerintah juga ikut memperlakukan Ramadhan dengan sangat istimewa, dengan dijadikan libur satu bulan penuh. Bagi muslim. Nonmuslim tidak.
Bagi siswa sekolah yang libur harus diberi kewajiban menambah pelajaran agama secara nonformal dan informal. Misalnya ikut pesantren kilat di masjidmasjid, pengajian Al Quran, dan kajian-kajian lain. Penugasan ini tentu dalam arahan dan kontrol orang tua.
Ini sekaligus menegaskan pentingnya pendidikan keluarga. Orang tua perlu mengawal khusus pendidikan agama anak di bulan khusus ini. Bulan di mana pahala kebaikan diobral, semacam bigsale, dan dosadosa diampuni oleh Allah SWT.
Artinya, satu keluarga kompak berburu diskon dosa dan diobralnya pengampunan serta pahala bagi umat. Momen bersama keluarga menghadap dan mengharap kebaikan dari Allah ini sangat indah. Sangat syahdu.
Berburu pahala itu bisa dengan melakukan umrah bersama keluarga. Berburu lailatul qadr bersama keluarga. Jadi bukan hanya berburu diskon di mall saja. Atau berburu baju baru saja saat menjelang Lebaran. Bila berburu baju baru kebiasaan jaman old, berburu lailatul qadr dan keberkahan dan kebaikan lain merupakan tradisi jaman now.
Artinya, pada bulan Ramadhan, ada perubahan orientasi hidup. Perubahan kebiasaan dan tradisi yang selama ini dilakukan harian selama sebelas bulan. Satu bulan penuh kita membuat momen lain yang istimewa. Momen ibadah. Momen lebih banyak dengan Tuhan ketimbang dunia. Momen ini bukan berarti meninggalkan dunia tapi hanya mengubah porsinya saja di mana lebih banyak melakukan ibadah ketimbang mencari uang.
Lebih Produktif
Hal itu karena Ramadhan memang bukan bulan bermalas-malasan. Ramadhan harus tetap membuat kita produktif. Bahkan lebih produktif dan lebih berkualitas.
Bagi orang di negara Barat, Ramadhan berarti menandakan menurunnya aktivitas ekonomi, dan terlihat aneh karena seiring dengan keinginan dunia Arab untuk masuk pasar global, urusan bisnis mereka harus menyesuaikan diri dengan pelaksanaan ibadah. Kesannya jumbuh, gitu loh! Padahal sejatinya tidak. Ramadhan itu hal luar biasa tapi harus disikapi pula dengan wajar. Sikap berlebih-lebihan tidak disenangi oleh Allah.
Wakil Syaikh Agung Al-Azhar, Syeikh Abdul Fattah Allam, mengatakan, tidak ada pertentangan antara Ramadhan dan urusan dunia modern.
“Ketika Islam memerintahkan ibadah ini, (ibadah) tersebut untuk mendorong kami bekerja dan lebih maju, dan tidak pernah dimaksudkan untuk menurunkan produktivitas,” kata Beliau menanggapi angin negatif yang diembuskan negara Barat soal puasa Ramadhan.
Apalagi bila Ramadhan bertepatan dengan musim panas, dan waktu siang hari yang panjang ketika berpuasa, dapat menguras tenaga mereka. Untuk itu pemerintah dan dunia bisnis berusaha meringankannya dengan mengurangi jam kerja. Bisa jadi ini berarti semakin sedikit pekerjaan yang bisa diselesaikan, dan produktivitas menurun. Itu pandangan selintas saja dari orang Barat nonmuslim.
Bagi sebagian orang, libur Ramadhan bahkan mendatangkan keuntungan. Ramadhan dan Lebaran bisa jadi musim panen yang membuat mereka super sibuk. Tak ada istilah bermalasmalasan. Tapi puasa jalan terus. Full sebulan penuh. Mengapa bisa ringan berpuasa Ramadhan dengan tetap bekerja keras? Itu karena ajaran Nabi SAW dan para Sahabat.
Suatu ketika Khalifah Umar melihat seorang laki-laki sedang berada di masjid. Beliau lalu bertanya kepadanya, ‘siapa yang menghidupimu?’
Pria itu mengatakan, ‘saudara laki-lakinya.’ Sang Khalifah berkata kepadanya, ‘Saudaramu lebih taat daripada kamu, karena ia bekerja sementara kamu berdoa di sini, mengandalkan bantuannya’,”
Begitu cerita Syeikh Abdul Fatah Allam.
Lihat juga para pemain bola dan bola basket muslim di klub profesional. Mereka juga berpuasa penuh satu bulan saat Ramadhan di tengah latihan yang ketat dan berat. Para pelatih mengizinkannya sebab sudah tahu hal itu tak berpengaruh pada performa para muslim pemain bola itu. Misalnya Hakeem Olajuwon. Penampilan terbaik bintang NBA itu justru ketika bertanding di bulan Ramadhan, ketika ia berpuasa penuh. Wow!
(Gatot Susanto)