Penulis: USTAD NUR FAKIH*
HAJIMAKBUL.COM - Seorang pemuda Yahudi, Abdullah Salam, berpikir sejenak saat Nabi Muhammad SAW berhenti di Quba dalam perjalanan hijrahnya ke Madinah.
"Mengapa Muhammad dihina, difitnah dan diperangi di Makkah sementara orang- orang Madinah menyambut kedatangannya dengan suka cita," katanya.
Untuk menjawab pertanyaan ini, dia pergi ke Quba untuk melihat langsung profil Muhammad. Sesaat Abdullah Salam melihat wajah Nabi SAW. Dia terkejut dan langsung berucap,"Demi Allah wajahnya bukanlah wajah pembohong," katanya bersumpah.
Begitulah. Wajah memberi jawaban atas sebuah pertanyaan dari orang lain. Ketua Komisi Dakwah MUI Pusat, Dr.Cholil Navis, saat ngaji bersama tentang hikmah Maulid Nabi di Masjid Agung Maulana Malik Ibrahim Gresik Selasa (20/11/2018) malam, mengatakan, bahwa wajah seseorang menggambarkan kepribadiannya.
Seorang penipu pasti wajahnya tidaklah sama dengan wajah seorang yang jujur. "Wajah seseorang yang mati menggambarkan perilakunya selama dia hidup," tutur dosen Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini.
Pribadi Rasulullah SAW yang digambarkan sebagai orang yang jujur sehingga diberi gelar "al-amin" adalah kunci sukses dalam mengislamkan masyarakat jahiliyah. Beliau bisa melakukan perubahan dalam waktu relatif singkat, selama 23 tahun.
"Ketika anak anak kita dan kita sendiri kehilangan tokoh panutan maka saatnya kembali menjadikan Rasulullah Muhammad SAW sebagai manusia utama yang harus diteladani. Anak anak kita sudah kehilangan idola, jadikan Nabi Muhammad sebagai idolanya,"tutur KH Cholil Navis.
Mengidolakan Nabiyullah sama artinya mengamalkan ajaran Islam yang mengajak umat manusia hidup bahagia di dunia dan akhirat. Nabi SAW tidak ingin mengajak umat menikmati kehidupan akhirat semata, tetapi di dunia juga harus bisa merengkuh kebahagiaan jua, begitu pula sebaliknya.
Empat Amalan
Empat Amalan
Maka, kata Cholil, untuk meraih dua kebahagiaan itu Nabi menunjukkan empat hal, yaitu:
Pertama: sebarkanlah perdamaian (afsussalam). Tanpa hidup damai dalam diri sendiri, keluarga, lingkungan, negara dan hubungan antar negara tidak akan tercipta kebahagiaan.
Kedua, sebarkan rasa kasih sayang dengan memperkuat tali silaturrahmi dan memperluas relasi relasi kerja yang positif. Hidup kita saat ini sudah menjauhi pola kerja individual, sebab kerja dengan pola networking sudah menjadi pilihan masyarakat yang mengutamakan kemitraan.
Ketiga, berilah makanan pada mereka yang lemah, artinya turut serta mengangkat sesama mahluq Allah agar lebih berdaya baik dari ekonominya, intelektualnya maupun harkat serta martabatnya.
Dan yang kempat: dirikanlah salat serta bertahajudlah di saat orang orang sedang tidur nyenyak.
"Mereka yang menjalankan empat hal ini akan memiliki wajah yang berbeda jika disandingkan dengan mereka yang meninggalkan perkara ini," pesan Cholil Navis.
Inilah jihad yang sebenarnya berjuang untuk kemakmuran, berjihad bukan berani untuk mati tetapi berani untuk hidup. Begitu katanya mengakhiri ceramahnya. (*)
* Penulis adalah Takmir Masjid Agung Maulana Malik Ibrahim Gresik.
* Penulis adalah Takmir Masjid Agung Maulana Malik Ibrahim Gresik.