HAJIMAKBUL.COM - Pemerintah Arab Saudi menambah lagi kuota haji sebesar 10 ribu bagi Indonesia. Penambahan kuota itu disampaikan saat Presiden Joko Widodo (Jokowi) melakukan umrah dan mengunjungi Raja Arab Saudi. Indonesia-Arab Saudi juga menyepakati mekanisme konsultasi tingkat pemimpin dan melakukan pertemuan satu tahun sekali untuk membahas investasi dan kerjasama ekonomi lain.
Soal penambahan kuota haji itu disampaikan oleh Raja Salman bin Abdulaziz pada Minggu 14 April 2019 di Riyadh. Putera mahkota Kerajaan Arab Saudi, Muhammad bin Salman, menegaskannya kembali saat menyambut Presiden Joko Widodo. Penambahan kuota haji menjelang Pemilihan Presiden Rabu 17 April 2019 langsung jadi pembicaraan berbau politik. Penambahan kuota haji diklaim oleh kubu Capres petahana sebagai keberhasilannya melobi Arab Saudi.
Selain itu bisa jadi juga ada kepentingan politis Arab Saudi terhadap Indonesia. Hal itu pula yang membuat penambahan kuota haji menjadi polemik, baik di kalangan masyarakat di dalam negeri termasuk dengan Arab Saudi.
Juru Bicara TKN Jokowi-Ma'ruf Amin yang juga Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Ace Hasan Syadzily, mengatakan, penambahan kuota ini telah diputuskan oleh Raja Salman bin Abdulaziz, pada saat bertemu Jokowi di Istana Pribadi Raja di Riyadh, pada hari yang sama.
Menurut Ace, penambahan kuota 10 ribu dari semula 221 ribu jamaah ini, patut diapresiasi karena akan mengurangi daftar tunggu jamaah haji Indonesia yang saat ini rata-rata mencapai 18 tahun. Di Sulawesi Selatan, kata dia, daftar tunggu jamaah bahkan mencapai 40 tahun.
Ace mengklaim penambahan kuota haji ini berkat upaya pendekatan diplomatik Presiden Joko Widodo terhadap Pemerintahan Kerajaan Arab Saudi. "Kalau bukan karena kedekatan diplomatik antara Pemerintah Indonesia di bawah Kepemimpinan Presiden Jokowi dengan Pemerintah Kerajaan Arab Saudi saat ini, penambahan ini sulit untuk dilakukan," kata juru bicara Tim Kampanye Nasional Jokowi - Ma'ruf Amin ini, melalui keterangan tertulis, Senin 15 April 2019.
Sebenarnya di era presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) juga ada penambahan kuota haji. Saat itu Pemerintah Arab Saudi juga telah mengabulkan permohonan penambahan kuota jamaah haji Indonesia sebesar 10.000 orang.
Saat menghadiri puncak perayaan Tasyakuran Nasional Harlah ke-22 Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI), di Solo, Jawa Tengah, Senin malam (9/4/2012), SBY mengumumkan langsung penambahan kuota tersebut. Menurut presiden, dalam kesepakatan konferensi tingkat tinggi Negara Islam di Aman, kuota jamaah haji tiap negara dihitung 1 per 1.000 warga muslim yang ada di negara tersebut. “Tetapi, untuk Indonesia permohonan penambahan haji kita telah disetujui ada penambahan kuota," jelas SBY saat itu.
Menurut SBY, dari jumlah tersebut 201 ribu kuota diperuntukan untuk jamaah haji reguler, sedangkan 20 ribu kuota, diperuntukan jamaah haji khusus. Sebelumnya, kata SBY, kuota haji Indonesia adalah 211.000 dengan rincian haji reguler 194.000 orang dan haji khusus 17.000 orang.
Saat Presiden Jokowi, masalah kuota haji juga jadi polemik. Tahun 2015, Raja Salman kemudian mengutus Menteri Urusan Agama Islam Saud dan Menhan atau Deputi Putera Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman Abdulazis Al-Saud membahas masalah itu.
"Ada beberapa yang langsung dihasilkan, ketika makan siang Presiden menyampaikan kepada Raja untuk tambahan kuota haji, tambah 10 ribu," ujar Seskab Pramono Anung di Istana Raja Faisal, Jeddah, Arab Saudi, Sabtu malam waktu setempat (12/9/2015).
Ketika itu kuota haji RI adalah 168.800--dikurangi karena ada proyek pembangunan besar-besaran Masjidil Haram--, sehingga dengan adanya keputusan itu, kuota haji akan bertambah menjadi 178.000. Tetapi kuota haji Indonesia pernah mencapai 211 ribu sebelum dikurangi karena adanya pembangunan di Masjidil Haram.
Tetapi beberapa hari kemudian, 21 September 2015, Menag Lukman Hakim Saifuddin mengumumkan kuota haji akan bertambah 20 ribu. "Tadi pagi Menteri Haji menelepon, katanya Indonesia tahun depan mendapat tambahan 20 ribu jamaah," tutur Menag Lukman Hakim Saifuddin di hadapan para petugas PPIH Arab Saudi dalam acara Malam Ta'aruf di Mekkah, Minggu (21/9/2015).
Jumlah 10 ribu pertama didapatkan saat Presiden Jokowi bertemu dengan Raja Salman. Lalu kemudian 10 ribu berikutnya merupakan kuota tambahan tahun 2015 yang ditawarkan oleh Arab Saudi secara mendadak seminggu sebelum keberangkatan terakhir dari Tanah Air. Tetapi dalam pelaksanaannya, penambahan kuota itu "gagal" terwujud. Sehingga Lukman pun memberikan penjelasan soal penyebab teknis pelaksanaan haji 2016.
"Begini, dulu memang ada kabar bahwa pemerintah Arab Saudi melalui Raja Salman akan menjanjikan memberikan tambahan 10 ribu kuota bagi Indonesia. Tapi, sampai dengan detik-detik akhir (pemberangkatan), sampai ada penandatanganan taklimatul hajj," ujar Lukman di kantor Kementerian Agama, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Kamis (1/9/2016).
Lukman menambahkan, dalam taklimatul hajj termaktub bahwa kuota jamaah haji Indonesia jumlahnya sama dengan tahun lalu. Artinya, jumlah jamaah haji yang disetujui ada sebanyak 168.800 orang. Kini penambahan kuota tersebut akan terwujud dan antrean dapat segera dimulai. Presiden Jokowi pun menyampaikan penghargaan tinggi kepada Raja Salman atas terkabulnya permohonan penambahan kuota haji ini.
"Pemerintah Arab Saudi telah memutuskan untuk mengembalikan kuota normal haji bagi Indonesia dari 168.800 menjadi 211 ribu untuk tahun 2017. Selain itu, pemerintah Arab Saudi menyetujui permintaan penambahan kuota sebesar 10 ribu. Dengan demikian, kuota haji untuk Indonesia di tahun 2017 menjadi 221 ribu," kata Jokowi di Istana Merdeka, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat.
Penambahan kuota memang sudah seharusnya setelah pembangunan besar-besaran Masjidil Haram rampung. Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) juga mengatakan jumlah kuota jamaah haji asal Indonesia akan meningkat hingga 50 persen usai pembangunan Masjidil Haram selesai dilakukan. Dengan penambahan kuota ini, dapat mempersingkat waktu tunggu haji hingga 10 tahun.
"Kalau nanti seluruh pembangunan di sekitar Masjidil Haram selesai, kuota akan naik 50 persen jumlahnya jadi mungkin bisa ditekan sampai 10 tahun (waktu tunggunya)," jelas JK di kantor Wakil Presiden, Jakarta.
JK menyebut, kasus yang terjadi terhadap 177 calon jamaah haji asal Indonesia di Filipina akibat lamanya masa tunggu di Indonesia yang mencapai hampir 20 tahun. Akibatnya, kata JK, banyak masyarakat yang melakukan berbagai cara agar dapat menunaikan ibadah haji, salah satunya menjadi buruh atau tenaga kerja di Arab. "Seperti orang Sulawesi itu harus menunggu 20 tahun. Kalau di Jawa mungkin 15 tahun,'' ungkap JK menjelaskan.
Karena itu, kata JK, banyak cara yang mereka lakukan di sana misalnya jadi buruh bangunan dua tahun lalu naik haji. ''Saya tanya kepada mereka, kenapa menjadi buruh di sini, mereka bilang bukannya buruh pak tapi supaya cepat naik haji, sambil kerja mendapat uang juga. Jadi memang bagaimana, terlalu banyak orang berminat," ungkap JK.
JK pun menilai, WNI yang menggunakan kuota haji di Filipina tersebut merupakan korban dari kasus penipuan. Menurut dia, agen perjalanan haji yang membawa mereka pun merupakan pihak yang bertanggung jawab atas kasus ini. "Itu kan pasti mereka ditipu karena mungkin mereka tidak tahu kalau naik haji lewat Filipina atau dikasih.. pasti kalau mereka tahu kalau itu ilegal saya yakin pasti mereka tidak akan... Jadi berarti yang harus bertanggung jawab adalah siapa yang membawa mereka ke sana," jelas dia.
(Nur Fakih)