Rommy dan Presiden Jokowi.
HAJIMAKBUL.COM - Warga Nahdlatul Ulama (NU) mungkin sedih melihat situasi politik negeri ini. Betapa tidak, sejumlah tokoh NU terjerat korupsi. Semakin sedih mengingat di satu sisi ada ulama dan tokoh NU begitu bersemangat mengkampanyekan capres petahana Joko Widodo, tapi pada saat bersamaan tokoh NU di lingkaran kekuasaan pula, satu per satu terbelit kasus dugaan korupsi. Apa ini merupakan sinyal dari Langit? Wallahu a'lam.
Yang jelas saat pertemuan sesama jamaah umrah di Sidoarjo beberapa hari lalu, kondisi itu menjadi pembicaraan hangat di antara kami. Sesama jamaah umrah. Intinya, kami prihatin dengan kondisi NU yang ikut terseret syahwat politik yang berlebihan dari sejumlah tokoh NU. Berpolitik bagus, tapi harus tanpa syahwat berlebihan.
"NU ditarik ke sana, ditarik ke sini. Gendero (bendera) NU dikibarkan di sana, dibawa kemari. Aku sedih bila ujung-ujungnya ada suap dan korupsi," kata seorang teman. Ketus.
Yang dimaksud teman ini adalah kasus yang membelit mantan Ketua Umum PPP yang juga tokoh NU, Romahurmuziy alias Rommy, yang ditangkap KPK terkait dugaan suap jual beli jabatan di Kementerian Agama (Kemenag). Bukan hanya Rommy, bisa dibilang dua tokoh NU lain, Haris Hasanuddin, yang saat itu menjabat Kakanwil Kemenag Jatim dan Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Gresik, Muhammad Muafaq Wirahadi, pada saat bersamaan juga kena kasus yang sama. Dalam sekali libas, tiga tokoh NU terjerat koruspi.
Nah, bisa dibayangkan bagaimana perasaan warga NU Gresik melihat tokoh NU yang juga menjabat lembaga keagamaan ditangkap KPK karena kasus korupsi. Menyuap hanya untuk kursi empuk kepala kantor Kemenag. Pikiran nelangsa warga NU muncul bila melihat nasib keluarganya. Pasti tercemar di mata masyarakat. Belum lagi bila hartanya disita oleh KPK. Semoga tabah. Kasus ini musibah yang perlu diambil hikmahnya.
"Kan kasihan keluarganya. Bagaimana kalau hartanya disita KPK? Waduh, sakno rek! Sudah banyak contoh, tapi mengapa masih ditiru saja ya perilaku korupsi ini," kata teman tadi.
"Rommy juga tega bawa-bawa nama kiai dan Bu Khofifah," kata teman yang lain.
Rommy memang terpojok. "Kepepet akhirnya nyatek". Menggigit orang lain. Pria yang menggemari moge (motor gede yang harganya super mahal) itu menyebut aspirasi soal kompetensi Haris Hasanuddin saat mengikuti seleksi untuk jabatan Kakanwil Kemenag Jatim diterima dari Kiai Asep Saifuddin Halim dan Khofifah Indar Parawansa. Namun baik Kiai Asep maupun Khofifah yang sekarang menjabat Gubernur Jatim sudah membantahnya.
"Rek, wajahku iki mosok onok wajah suap, wajah disuap, ya nggak?" kata Khofifah di Gedung Negara Grahadi Surabaya, Sabtu (23/3/2019) lalu, dalam video youtube yang ditunjukkan teman-teman.
"Saya lega mendengar bantahan itu," kata teman lain.
Kasus Rommy belum selesai, kini nama tokoh NU yang juga mantan Ketua Umum PP GP Ansor, Nusron Wahid, terseret kasus dugaan suap untuk serangan fajar Pemilu pada Rabu 17 April 2019 mendatang dengan tersangka Bowo Sidik Pangarso. Bowo dan Nusron sama-sama politisi Partai Golkar yang juga sama-sama nyaleg di Dapil Jawa Tengah II.
Pengacara Bowo, Saut Edward Rajagukguk, menyebut amplop itu juga terkait pencalegan Nusron di Dapil Jawa Tengah II. Selain itu, amplop itu untuk kemenangan Bowo sendiri. KPK sebelumnya juga sudah memberikan keterangan soal amplop ini, termasuk dugaan isi amplop ini senilai Rp 5.000 hingga Rp 20 ribu dengan jumlah total Rp 8 miliar. Wow!
"Ya, supaya dapat suara banyak untuk mereka berdua (Bowo Sidik dan Nusron Wahid) karena di dapil yang sama," kata Saut Edward Rajagukguk kepada wartawan di gedung KPK, Jl Kuningan Persada, Selasa (9/4/2019). Saut Edward menyatakan mendengar informasi Nusron Wahid menyiapkan 600 ribu amplop dan Bowo menyiapkan 400 ribu amplop. Nah, lagi-lagi, tokoh NU terseret kasus korupsi.
Berita yang berseliweran di media online itu membuat teman-teman bingung bercampur geram. Betapa tidak, Nusron Wahid itu tokoh muda NU yang kariernya moncer. Dia lahir di Kabupaten Kudus, pada 12 Oktober 1973 atau usianya baru 45 tahun, ketika sejumlah jabatan sudah disandangnya. Dia seharusnya lebih bersyukur dengan semua capaiannya itu.
Saat ini Nusron menjabat Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) yang dilantik pada 27 November 2014 lalu. Sebelumnya Nusron merupakan anggota DPR periode 2009-2014 dari Fraksi Golkar mewakili Jawa Tengah, terutama daerah Kudus. Nusron ditempatkan di Komisi VI DPR yang bertugas mengawasi kebijakan perdagangan, perindustrian, investasi, koperasi, UKM, BUMN, dan Standardisasi Nasional.
Nusron Wahid juga terpilih sebagai Ketua Umum Gerakan Pemuda (GP) Ansor - Nahdlatul Ulama pada Januari 2011. Dia mengalahkan Marwan Jafar yang juga merupakan seorang politisi NU dari dari PKB.
"Mau tahu pendidikannya Beliau, Magister Ekonomi, bro! Beliau Magister Ekonomi, pada Program Studi Ilmu Ekonomi, Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Dia juga mengambil Ilmu Sejarah di Universitas Indonesia," kata teman saya tadi sedikit sinis.
Lalu siapa lagi tokoh NU yang akan kena kasus korupsi? Sepertinya akan ada lagi. Mengapa? Karena kasus korupsi tidak pernah sendiri. Sama dengan Rommy, Bowo "menggigit" Nusron Wahid. Rommy "menggigit" Kiai Asep dan Khofifah. Sejumlah tokoh NU juga menyalahkan Menteri Agama Lukman Hakim Syaifuddin yang juga tokoh NU terkait kasus jual beli jabatan. Lalu apakah Lukman juga akan "digigit" oleh kasus yang membelit Kemenag? Bagaimana dengan kasus kardus durian?
Sama dengan haji dan umrah, berpolitik wajib bagi muslim yang mampu. Hukumnya wajib sebab politik merupakan salah satu sistem yang bisa mengatur masyarakat menjadi semakin baik. Semakin makmur. Bukan hanya satu orang saja yang kaya makmur. Perutnya subur. Tapi semua rakyat. Lalu lebih bertakwa kepada Allah SWT.
Alhamdulillah, tokoh yang juga ulama NU sudah mencapai kekuasaan tertinggi di pemerintahan. KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) pernah menjabat sebagai Presiden keempat RI tahun 1999 hingga 2001.Sekarang banyak tokoh NU jadi menteri, gubernur, bupati dan lain-lain. Wakil Presiden Jusuf Kalla juga merupakan tokoh NU. Melihat hal itu mestinya warga NU tidak ada lagi yang miskin, tapi kenyataannya warga NU disebut paling banyak di area pra-sejahtera ini.
Distribusi rezeki yang tidak rapi jali, tidak menuruti anjuran Rasulullah SAW, pasti akan berbuah petaka. Salah satunya terjebak kasus korupsi tadi. Begitu juga cara politik yang ngawur jauh dari anjuran Nabi SAW.
Saat Rasulullah Muhammad SAW mendirikan negara Madinah tentu Beliau tengah berpolitik. Mengatur masyarakat. Dan masyarakat itu bukan hanya warga Madinah saja tapi semua manusia di muka bumi ini harus berpolitik meniru politiknya Nabi Muhammad SAW. Politik yang tidak "saling gigit". Saling menjatuhkan. Berebut kekuasaan. Konflik di tubuh parpol berbasis nahdliyyin contoh perebutan kekuasaan itu sendiri. Contoh buruk yang membuat muak warga NU. Sebab hal itu sesuatu yang sangat jauh dari tuntutan Nabi, Sahabat, dan ulama NU.
Sebut satu teladan dari Abu Bakar Shiddiq dan Umar Ibnu Khattab. Beliau diriwayatkan, sebelum diminta menjadi Khalifah menggantikan Rasulullah, Beliau mengusulkan agar Umar yang menjadi Khalifah. Alasan Beliau karena Umar adalah seorang yang kuat.
Tetapi Umar menolak, dengan mengatakan, bahwa kekuatanku akan berfungsi dengan keutamaan yang ada padamu. Lalu Umar membaiat Abu Bakar dan diikuti oleh sahabat-sahabat lain dari Muhajirin dan Ansor. Sungguh indah.
Dalam sebuah hadis, Rasulullah Muhammad SAW sudah memprediksi semua yang terjadi sekarang. Termasuk di kalangan tokoh NU. Beliau bersabda seperti disampaikan oleh Abu Hurairah :
"Kalian akan berebut untuk mendapatkan kekuasaan. Padahal kekuasaan itu adalah penyesalan di hari Kiamat, nikmat di awal dan pahit di ujung." (Riwayat Imam Bukhori).
Waallhu 'alam bhissowab.
(Gatot Susanto)