Foto: http://bujangmasjid.blogspot.com
HAJIMAKBUL.COM - Bangsa Indonesia sudah ditakdirkan bukan bangsa penjajah. Berbeda dengan bangsa di Eropa yang mendatangi subuah wilayah milik bangsa lain untuk dikuasai. Dijajah. Dieksploitasi potensi alam dan rakyatnya. Bisa dibayangkan bila bangsa Indonesia menjadi penjajah, Benua Australia pasti sudah menjadi wilayah Nusantara sebab sejarah mencatat, nelayan Muslim dari Nusantara, khususnya Bugis, sudah berlabuh di pantai Australia pada abad ke-17. Muslim masuk lebih dulu ke Australia dengan damai.
Sejarah itu terekam dalam lukisan pada dinding batu yang dibuat penduduk asli Australia. Lukisan tersebut menggambarkan sejumlah kapal dari Makassar berlayar laut Pantai Arnhem Land di wilayah utara Benua Australia. Dalam lukisan itu, tergambarkan pula metode penangkapan ikan, perahu-perahu dari Makassar, sejumlah suku dan penduduk asli beserta senjata dan kapal-kapalnya.
Artinya, secara teknologi dan modernitas, nelayan dari Makassar lebih unggul ketimbang penduduk asli Australia. Sejumlah sejarawan mengatakan, para nelayan Makassar sampai di Australia pada tahun 1750-an. Namun, berdasarkan penanggalan radiokarbon pada lukisan di dinding gua menunjukkan, lukisan tersebut dibuat sebelum tahun 1664 atau awal tahun 1500-an.
Buku Muslim Melayu Penemu Australia yang ditulis Dr Teuku Chalidin Yacob terbitan MINA Publishing House tahun 2016 menjelaskan, dalam beberapa literatur Australia, Makassar disebut Macassan oleh orang Aborigin. Menurut dia, nelayan Makassar berlabuh di pantai Australia sekitar awal abad ke- 15, jauh sebelum bangsa penjajah dari Eropa tiba di Negeri Kanguru.
Sejarawan Australia dari Universitas Grif fith, Prof Regina Ganter, dalam bukunya Mixed Relations: Asian-Aborginal Contact in North Australia juga menyatakan, Muslim Melayu datang ke Australia sejak tahun 1650. Mereka membangun industri pengolahan teripang atau timun laut di wilayah utara Australia.
Dalam bukunya, Chalidin mengatakan, keberadaan Muslim Melayu di pantai Australia sebenarnya dalam misi perdagangan internasional. Mereka mencari teripang di perairan utara Australia, kemudian hasilnya dijual ke China Selatan. Teripang biasanya digunakan untuk bahan dasar obat-obatan dan makanan. Namun, orang-orang Makassar di Australia tidak hanya mengambil teripang untuk dijual. Mereka juga mengenalkan sejumlah barang yang tergolong baru kepada masyarakat Aborigin, penghuni asli daratan Australia. Ini membuktikan Muslim masuk lebih dulu ke Australia dengan damai.
Para pelaut Bugis dari Makassar berlayar menuju perairan utara Australia setiap bulan Desember. Mereka berlabuh di sekitar pantai dan mendirikan tenda. Kemudian, mereka mencari dan mengeringkan teripang. Para pelaut Muslim itu dibantu orang-orang Aborigin melakukan proses penangkapan teripang. Mereka juga membeli teripang dari orang-orang Aborigin.
Informasi serupa juga disampaikan dalam situs Boundless Plains: The Australian Mus lim Connection. Disebutkan, para nelayan Muslim Makassar berlayar menggunakan perahu di sepanjang pantai utara dan barat laut Australia untuk mencari teripang. Perahu yang mereka gunakan sejenis kapal layar dengan layar berbentuk segi tiga.
Di wilayah Arnhem Land, para pelaut dan pedagang Muslim dari Makassar itu memperkenalkan sejumlah kata, seperti kata rupiah yang artinya uang. Interaksi lintas budaya tersebut berlangsung selama lebih dari tiga abad.
Periode itu menjadi awal pertemuan penduduk asli Australia dengan para pelaut Muslim dari Makassar yang membawa budaya, tradisi, dan agama. Menurut sejarawan Australia, Peter G Spillet, pada periode itu terjadi kontak budaya antara Muslim Makassar dan Aborigin.
Peter juga berhasil mengumpulkan 250 suku kata Bugis-Makassar dan Melayu dalam perbendaharaan kata orang-orang Aborigin di masa kini. Ia pun berhasil menemui beberapa keturunan Bugis-Makassar yang pernah menjelajah Australia, sebagian di antaranya diduga masih mewarisi darah Aborigin. Di beberapa daerah Australia Utara juga masih dijumpai nama-nama Makassar, seperti Kayu Jawa di Pantai Kimberley dan Teluk Mangko di Teluk North West. Ini membuktikan Muslim masuk lebih dulu ke Australia dengan damai.
Pada 24 Juni 2014, BBC memublikasikan berita tentang kedatangan Islam ke Australia. Seperti dikutip dari republika.co.id, antropolog John Bradley dari Universitas Monash, Melbourne, mengatakan, hubungan perdagangan dengan Muslim Makassar merupakan hubungan internasional yang pertama bagi orang-orang Aborigin.
"Mereka (orang Aborigin dan Muslim Makassar) berdagang bersama secara adil, tidak ada penilaian rasial, tidak ada kebijakan rasial," kata Bradley seperti dilansir BBC.
Menurut Bradley, apa yang dilakukan pelaut Muslim dari Makassar sangat berbeda dengan Inggris. Inggris mendirikan negara Terra Nullius atau negara di tanah yang tidak dimiliki siapa pun. Inggris menjajah negara tersebut tanpa persetujuan atau tanpa mengakui hak-hak masyarakat yang ada di tanah itu.
Sebaliknya, beberapa pedagang Muslim dari Makassar hidup dan menikahi wanita Aborigin di Australia. Mereka meninggalkan warisan agama dan budaya. Bahkan, kepercayaan masyarakat Islam memengaruhi mitologi Aborigin.
"Jika pergi ke timur laut Arnhem Land ada jejak Islam dalam lagu, lukisan, tarian, ritual pemakaman, dengan analisis linguistik, Anda bisa mendengar lagu-lagu pujian kepada Tuhan atau doa-doa tertentu kepada Tuhan," kata Bradley.
Bradley mencontohkan sosok bernama Walitha'walitha yang disembah oleh klan Yolngu di Pulau Elcho di lepas pantai utara Arnhem Land. Menurut dia, nama tersebut berasal dari frasa Arab, yakni Allah Ta'ala. Namun, perdagangan teripang antara orang Makassar dan Aborigin berakhir pada tahun 1906. Perdagangan tersebut berhenti akibat pajak yang tinggi dan kebijakan pemerintah yang membatasi perdagangan nonkulit putih. Padahal Muslim masuk lebih dulu ke Australia dengan damai.
Lebih dari seabad kemudian, sejarah kebersamaan masyarakat Aborigin dan Makassar masih dirayakan oleh komunitas Aborigin di Australia Utara. Tujuannya untuk saling mempercayai dan menghormati.
Sebelumnya, pada tahun 1788, Kapten James Cook dari Inggris mendarat di pantai timur Benua Australia, sekarang Sydney. Ia pun mengklaim, wilayah itu sebagai wilayah Inggris. Kemudian, rombongan-rombongan dari Inggris terus berdatangan untuk mencari tempat tinggal baru di Australia. Sedikit demi sedikit, Australia pun dikuasai orang kulit putih, khususnya dari Kerajaan Inggris Raya. (gas)