Penulis (nomor 2 di barisan kiri) saat berbuka puasa bersama di Masjid Al Huda Kota Gumi.
Banyak mahasiswa asal Jawa Timur di Korea Selatan. Salah satunya Ali Ikhsanul Qauli, mahasiswa asal Madura, yang kuliah S2 di Kumoh National Institute of Technology. Ali Ikhsanul Qauli merupakan putra wartawan Global News biro Pamekasan, Masdawi Dahlan. Berikut catatan Ali Ikhsanul Qauli soal suasana Ramadhan di Kota Gumi.
LAPORAN: Ali Ikhsanul Qauli
(Mahasiswa S2 di Kumoh National Institute of Technology Korsel)
HAJIMAKBUL.COM - Korea Selatan bukan hanya Seoul atau K-Pop saja, tapi pendidikannya juga sangat maju. Mahasiswa dari berbagai penjuru dunia kuliah di kampus negeri ini. Salah satunya Kumoh National Institute of Technology di Kota Gumi. Para mahasiswa dan umat Islam di kota ini sangat bersemangat menjalankan ibadah puasa Ramadhan—termasuk saat merayakan hari kemenangan Idul Fitri.
Menempuh perjalanan menuju kota ini dari ibukota Seoul membutuhkan waktu sekitar tiga jam menggunakan kereta api ke arah selatan. Atau, sekitar 2,5 jam dari Kota Busan ke arah utara.
Gumi merupakan kota industri di mana terdapat banyak pabrik tekstil, plastik, dan lain-lain. Beberapa perusahaan besar seperti Samsung dan LG juga memiliki pabrik di kota ini. Tidak kalah pentingnya, Gumi merupakan kota kelahiran presiden ke-3 Korea Selatan, Park Chung-Hee.
Dari deskripsi tersebut, menjalani puasa Ramadhan di kota ini tentunya menjadi pengalaman yang sangat berkesan bagi saya pribadi dan sejumlah mahasiswa lain yang juga berasal dari Indonesia.
Berpuasa di lingkungan kampus, misalnya.
Bagi mahasiswa seperti saya, puasa Ramadhan mungkin tidak terlalu berat, meskipun sudah mulai memasuki musim panas. Hal ini karena sehari-hari kami berada di laboratorium yang dilengkapi dengan AC yang sejuk. Profesor pembimbing kami di laboratorium juga sangat memahami kalau kami sedang berpuasa. Jadi, profesor bisa mengerti bila kami mudah lelah, misalnya.
Momen paling indah saat kami melakukan berbuka puasa bersama di apartemen teman-teman mahasiswa Indonesia. Teman-teman mahasiswa international lain juga ada yang mengadakan buka puasa bersama.
Bahkan kami sering diundang oleh mahasiswa dari Bangladesh. Di situ kami bisa menyantap masakan khas mereka yang bagi saya pribadi cukup unik, semisal nasi biryani. Ternyata memasak nasi biryani lengkap dengan lauknya bisa menghabiskan waktu sekitar 4-5 jam.
Masjid Al-Huda
Lain lagi bagi para buruh migran. Pengalaman berpuasa para TKI cukup berbeda dengan yang saya alami di kampus.
Banyak dari mereka harus bekerja keras di pabrik selama bulan puasa, ditambah lagi waktu puasa yang relatif lebih lama ketimbang di Indonesia, yakni sekitar 16 jam. Belum lagi dengan kondisi lingkungan sekitar yang praktis tidak menggambarkan suasana spiritual Islami seperti berpuasa di Indonesia. Bagi pekerja yang memiliki waktu luang, mereka biasanya berbuka puasa sekaligus sholat tarawih di masjid.
Di kota Gumi hanya ada satu masjid, yakni Masjid Al-Huda. Masjid ini didirikan atas dedikasi para TKI yang menyumbangkan hartanya. Gedung yang awalnya adalah ruko, disulap menjadi masjid lengkap dengan tempat menginap, dapur, dan kantor.
Pengelolanya adalah KUMI (Komunitas Umat Muslim Indonesia). Takmir Masjid A-Huda memberikan pelayanan pada para jamaah, termasuk di bulan puasa. Setiap hari di bulan Ramadhan disediakan menu untuk berbuka puasa di masjid.
Sungguh terasa indah saat berbuka puasa di Masjid Al-Huda. Suasananya sangat hangat. Para jamaahnya sangat akrab. Mereka menyantap menu berbuka puasa yang sudah disiapkan oleh pengurus masjid di dapur lantai bawah.
Selain jamaah dari Indonesia, banyak juga jamaah pekerja asing. Semisal dari Malaysia, Mesir, India, Bangladesh, Uzbekistan, dan Kazakhstan, datang ke masjid ini untuk turut meramaikan acara berbuka puasa bersama. Bahkan beberapa komunitas muslim semisal muslim Kazakhstan dan Uzbekistan, juga turut menyumbang makanan untuk berbuka pada hari-hari tertentu.
Beberapa kali saya memperhatikan ada muslim Korea yang datang ke masjid ini. Yang membuat saya tercengang adalah beberapa di antara mereka ada yang fasih berbahasa Indonesia. Mungkin mereka pernah bekerja dan tinggal cukup lama di Indonesia.
Setelah acara berbuka puasa, jamaah bisa langsung naik ke lantai satu dan lantai dua untuk bersiap-siap menjalankan sholat Maghrib. Kemudian setelah itu turun kembali ke dapur untuk makan malam bersama.
Alhamdulillah dengan kreativitas pengurus masjid dalam menyajikan makan malam, di sini kami tetap bisa merasakan masakan khas Indonesia. Hal ini cukup mengobati sedikit rindu kami para perantau kepada cita rasa kuliner tanah air Indonesia yang lama kami tinggalkan.
Setelah bersantap malam, kegiatan ibadah kemudian dilanjutkan dengan sholat tarawih berjamaah dan taushiyah. Taushiyah di Masjid Al-Huda Gumi juga disiarkan secara langsung melalui akun resmi masjid Al-Huda Gumi di facebook. Sehingga diharapkan jamaah yang tidak bisa hadir ke masjid bisa pula mengikuti dan belajar dari taushiyah yang disampaikan oleh khatib dan imam salat tarawih di masjid ini.
Antar-Jemput
Ada hal menarik yang mungkin menjadi kebiasaan setempat yang tidak pernah saya temui selama berpuasa di Indonesia. Masjid Al-Huda juga memberikan layanan antarjemput jamaah untuk berbuka puasa dan sholat tarawih di masjid.
Ya, antar jemput. Jamaah bisa menghubungi pengurus masjid jika ingin dijemput ke masjid dan sekaligus diantar pulang ke rumah masing-masing setelah sholat selesai. Layanan ini gratis untuk semua jamaah yang membutuhkan.
Karena hanya ada satu masjid di Gumi, maka tidak heran jika akses ke masjid menjadi cukup sulit, terutama bagi jamaah yang bekerja di lokasi yang jaraknya cukup jauh dengan masjid.
Alhamdulillah dengan layanan antarjemput ini hasilnya adalah banyak jamaah yang awalnya kesulitan untuk sholat berjamaah di masjid menjadi bersemangat ke masjid untuk berbuka dan sholat tarawih. Termasuk mahasiswa yang kampusnya jauh dari masjid. Mereka bisa memanfaatkan layanan ini. Bahkan banyak juga dari kalangan ibu-ibu yang memanfaatkan layanan ini, sehingga mereka tetap semangat beribadah meski tempat tinggalnya jauh.
Dengan segala keterbatasan yang ada mudah-mudahan tidak menjadi penghalang untuk kita dalam menjaga semangat berpuasa dan menjalankan ibadah di bulan Ramadhan. Semoga dengan demikian, kita bisa mendapatkan limpahan kebaikan dan pahala yang sudah Allah SWT janjikan dan selanjutnya menjadi insan yang bertakwa, sebagai manifestasi dari ibadah puasa yang kita lakukan bersama, Amiin. (*)