HAJIMAKBUL.COM - Malam 10 hari terakhir Ramadhan disebut sebagai malam turunnya Lailatul Qadar. Malam yang pahala ibadahnya setara dengan 1.000 bulan. Biasanya umat Islam memadati masjid untuk itikaf. Salat malam, berdoa, berdzikir, membaca Al Quran, banyak beramal saleh, dan menyantuni kaum dhuafa serta anak yatim. Namun bagaimana bila menikah di malam ganjil 10 hari terakhir Ramadhan? Apa juga mendapat pahala Lailatul Qadar?
Hadis riwayat Bukhari no. 813 dan Muslim, no. 1167, dari Abu Said Al-Khudry, dia berkata:
اعْتَكَفَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَشْرَ الأُوَلِ مِنْ رَمَضَانَ وَاعْتَكَفْنَا مَعَهُ ، فَأَتَاهُ جِبْرِيلُ ، فَقَالَ: ( إِنَّ الَّذِي تَطْلُبُ أَمَامَكَ )، فَاعْتَكَفَ العَشْرَ الأَوْسَطَ، فَاعْتَكَفْنَا مَعَهُ فَأَتَاهُ جِبْرِيلُ فَقَالَ: ( إِنَّ الَّذِي تَطْلُبُ أَمَامَكَ )، فَقَامَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَطِيبًا صَبِيحَةَ عِشْرِينَ مِنْ رَمَضَانَ فَقَالَ: (مَنْ كَانَ اعْتَكَفَ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَلْيَرْجِعْ، فَإِنِّي أُرِيتُ لَيْلَةَ القَدْرِ، وَإِنِّي نُسِّيتُهَا، وَإِنَّهَا فِي العَشْرِ الأَوَاخِرِ، فِي وِتْرٍ، وَإِنِّي رَأَيْتُ كَأَنِّي أَسْجُدُ فِي طِينٍ وَمَاءٍ) وَكَانَ سَقْفُ المَسْجِدِ جَرِيدَ النَّخْلِ ، وَمَا نَرَى فِي السَّمَاءِ شَيْئًا، فَجَاءَتْ قَزَعَةٌ ، فَأُمْطِرْنَا، فَصَلَّى بِنَا النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى رَأَيْتُ أَثَرَ الطِّينِ وَالمَاءِ عَلَى جَبْهَةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَرْنَبَتِهِ تَصْدِيقَ رُؤْيَاهُ “
“Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melakukan i’tikaf pada sepuluh hari pertama Ramadan, lalu kami i’tikaf bersamanya. Kemudian datanglah Jibril dan berkata, “Sesungguhnya yang engkau cari ada di depanmu.”
Lalu beliau I’tikaf pada sepuluh hari pertengahan, maka kami I’tikaf bersamanya. Kemudian Jibril mendatanginya pada pagi hari tanggal duapuluh Ramadan, lalu berkata, “Sesungguhnya yang engkau cari ada di depanmu.”
Maka pada pagi hari tanggal duapuluh Ramadan, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam berdiri dan berkata, “Siapa yang i’tikaf bersama Nabi shallallahu alaihi wa sallam hendaknya dia kembali. Sungguh aku telah diperlihatkan Lailatul Qadar namun aku dilupakan, dia terdapat pada sepuluh hari terakhir di malam-malam ganjil, aku bermimpi seakan aku sujud pada tanah dan air.”
Dahulu langit-langit masjid terbuat dari pelepah kurma, dan kami tidak melihat langit sedikitpun. Lalu datanglah mendung dan turunlah hujan, lalu Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam shalat menjadi imam bagi kami sehingga aku melihat bekas tanah dan air di kening dan hidungnya sebagai bukti atas mimpinya.”
Hadis ini sangat fenomenal sebab menggerakkan umat untuk intensif beribadah. Namun bagaimana dengan tradisi menikah di malam ganjil 10 hari terakhir Ramadhan? Misalnya seperti dilakukan 439 pasangan calon pengantin di Tuban Jatim yang memilih menikah di malam ganjil bulan Ramadhan, tepatnya malam sanga atau sembilan. Biasanya, pernikahan itu dilakukan 3 hari sebelum Lebaran. Dilakukan mulai siang hingga malam hari. Yakni mulai Sabtu Minggu dan Senin (1-3/6/2019).
Hal ini karena sebagian masyarakat memiliki alasan memilih menikah saat malam sanga. Ada yang menyebut hari baik karena dilangsungkan sehari menjelang Idul Fitri. Ada juga yang menggangap banyak saudara yang berkumpul di rumah karena libur kerja, cuti, dan lainnya sehingga memungkinkan pengantin didatangi tamu dan keluarganya. Karena itu
ratusan calon pengantin yang akan menikah di 20 kantor urusan agama (KUA) di Tuban. Mereka akan dinikahkan oleh 34 penghulu.
"Pernikahan paling banyak terjadi di Kecamatan Soko sebanyak 60 pasangan dan paling sedikit di Kecamatan Kenduruan dan Kecamatan Kerek sebanyak 4 pasangam," kata Humas Kemenag Tuban, Laidia Maryati seperti dikutip dari detikcom, Senin (3/6/2019).
Dia mengaku para calon pengantin ini sudah jauh-jauh mendaftar atau sebelum puasa Ramadhan. Bahkan mereka ada yang mendaftar saat puasa Ramadhan. Mereka dikenakan biaya sebesar Rp 600 ribu karena menggelar pernikahan di rumah.
"Para calon pengantin ini menikah di luar kantor KUA dan dilaksanakan pada hari libur kerja. Konsekuensinya, dikenakan biaya nikah Rp 600 ribu," jelas Kepala Seksi Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama Tuban Moh. Qosim.
Berbeda jika calon pengantin, tambah Qosim, melangsungkan pernikahan di kantor KUA. Itu artinya calon pengantin tidak dipungut biaya alias gratis.
"Dasarnya sesuai dengan PP No 48 Tahun 2014 tentang Transportasi dan Jasa Profesi Penghulu. Dan aturannya sudah baku," tuturnya.
Sementara salah satu warga yang menikahkan anaknya, Abdul Hadi warga Kauman Bangilan mengaku menikah saat Ramadhan adalah pilihan anaknya. Pensiunan pengawas Kemenag ini menggelar acara pernikahan anaknya Minggu sore. Hari itu dipilih karena lebih sakral dan bertepatan dengan Ramadhan.
"Ini sudah pilihan anaknya, kami orangtua hanya mengantarnya dengan jalan yang baik, dengan menikahkan," jelas Abdul Hadi disambut senyum anaknya, Rosy.
Menikah adalah ibadah. Tujuannya sangat mulia. Memenuhu perintah agama. Menikah di bulan mulia sangat tepat bila tujuannya ibadah. Bukan hanya tradisi semata. Apalagi bila menikah tepat di malam Lailatul Qadar. Semoga amal ibadah kita diganjar pahala oleh Allah SWT. Amiin. (gatot susanto)