HAJIMAKBUL.COM - Para jamaah haji Indonesia pada musim haji tahun ini tidak mendapat bimbingan Tarwiyah. Hal itu lantaran Pemerintah Indonesia mengambil kebijakan tidak melaksanakan tarwiyah, karena waktunya sangat pendek dan perlu energi yang sangat besar sehingga berpotensi adanya jamaah tidak bisa melanjutkan perjalanan atau kesulitan melaksanakan wukuf di Arafah.
"Untuk itu, pemerintah berkonsentrasi memfasilitasi pelaksanakan wukuf di Arafah. Jamaah haji memulai perjalanannya pada 8 Dzulhijjah langsung menuju Arafah,” kata Kepala Daker Makkah, Subhan Cholid, saat ditemui di Makkah, Sabtu (27/07/2019).
Hal ini juga bagian dari nasihat bagi jamaah haji yang sering kali mementingkan ibadah wajib dulu baru memikiran untuk melaksanakan ibadah Sunnah.
Maksudnya, bila ibadah Sunnah itu mengganggu pelaksanaan ibadah wajib, sebaiknya ditinggalkan.Ibadah wajib harus didahulukan. Karena itu, bila melaksanakan ibadah sunnah harus diperhitungkan agar tidak mengganggu ibadah wajib, baik dari sisi waktu maupun kondisi kesehatan jamaah.
Selama ini sebagian jamaah haji dari berbagai dunia menjalankan Sunnah Tarwiyah pada tiap proses penyelenggaraan ibadah haji. Sunnah Tarwiyah adalah berdiam di Mina pada 8 Dzulhijjah lalu menuju Arafah pada 9 Dzulhijjah. Jamaah yang akan melaksanakan Tarwiyah, berangkat dari hotel menuju Mina pada 7 Dzulhijjah. Tahun ini jamaah boleh melaksanakan Tarwiyah sendiri-sendiri atau sesuai kesepakatan dengan rombongan/kelompoknya. Tanpa mendapat fasilitas dari PPIH.
Sunnah ini didasarkan pada hadis Nabi Muhammad SAW riwayat Abu Dawud dan Ibnu Abbas. Ibnu Abbas berkata, "Rasulullah SAW salat Duhur pada Hari Tarwiyah dan salat Subuh pada hari Arafah dari Mina." Dari hadis ini diketahui, Rasulullah SAW menunaikan salat Duhur, Asar, Magrib, Isya, dan Subuh di Mina pada hari Tarwiyah (8 Dzulhijjah), lalu menuju Arafah sebelum matahari terbenam.
Menurut Subhan, pelaksanaan Sunnah Tarwiyah merupakan pilihan dan menjadi tanggung jawab masing-masing. Apabila itu pilihan pribadi, maka jamaah bertanggung jawab dengan dirinya. Jika dilaksanakan berkelompok, maka pimpinan rombongan bertanggung jawab terhadap rombongannya.
"Kami sudah membuat surat edaran kepada semua Ketua Sektor pemondokan jamaah di Makkah, untuk disampaikan kepada para Ketua Kloter. Bahwa setiap jamaah atau rombongan yang akan melaksanakan Tarwiyah harus membuat pernyataan tertulis, bertanggung jawab baik terhadap pribadi maupun rombongan yanag akan dibawa melaksanakan Tarwiyah,” tegas Subhan.
Kepada para jamaah yang mengambil pilihan melaksanakan Tarwiyah, Subhan mengimbau untuk lebih waspada dan hati-hati. Sebab, penyelenggaraan haji tahun ini bertepatan dengan musim panas sehingga diperkirakan cuaca akan sangat terik. Hal ini dikhawatirkan mengganggu kesehatan jamaah yang ujung-ujungnya tidak fit saat melaksanakan ibadah wajib yang menjadi puncak haji yakni wukuf di Arafah.
“Proses ibadah haji memerlukan energi besar dan stamina prima. Imbauan kami, lebih prioritaskan yang rukun terlebih dahulu, lalu wajibnya, dan terakhir Sunnah,” tandas Subhan.
Dalam sejarahnya, Ibadah Tarwiyah dikaitkan dengan peristiwa mimpi Nabi Ibrahim AS yang diperintah menyembelih Nabi Ismail AS, anak kesayangannya dari Siti Hajar. Mimpi yang sama terulang pada malam kesembilan hingga Ibrahim yakin bahwa itu perintah Allah SWT. Karenanya, hari kesembilan disebut hari Arafah (mengetahui). Sehari berikutnya (10 Dzulhijjah), Nabi Ibrahim AS kembali bermimpi yang sama untuk kali ketiga. Sehingga, dilaksanakanlah perintah itu pada 10 Dzulhijjah pagi, dan itu disebut hari Nahar (menyembelih). (MCH)
Foto Ilustrasi:sunnionline.us dan lp3ui.com