Foto: republika.co.id
HAJIMAKBUL.COM - Seorang teman mengaku sedih karena belum juga bisa berkurban. Semakin sedih sebab takmir masjid di sekitar rumahnya selalu mengirim WA isinya seperti menagih apa jadi ikut patungan membeli sapi untuk kurban seharga masing-masing orang Rp 2.500.000 bersama tujuh jamaah lain. Sapi untuk kurban harganya sekitar Rp 15 juta.
Bertambah sedih lagi sebab di grup WA jamaah masjid setiap hari diposting nama-nama siapa saja yang ikut patungan membeli sapi kurban. Masjid di sekitar rumahnya tidak terlalu besar, tapi jumlah sapi untuk kurban tergolong banyak. Hingga hari ini sudah 10 ekor. Wow!
Ini menunjukkan dua hal, pertama warga semakin makmur rezekinya banyak, kedua kesadaran sosial dan spiritual mereka meningkat. Banyak orang diberi rezeki banyak hingga jadi orang kaya raya tapi karena tidak punya kesadaran spiritual yaa tetap saja tidak mau berkurban. Dia akan kikir selama hidupnya sebab hanya ingat harta dan harta, hingga lupa siapa yang memberi harta tersebut. Orang ini dijamin kikir sadar sosial.
"Mestinya kau gak usah sedih. Bahkan harus bersyukur atas semua itu, sebab tetanggamu wis sugih kabeh!" kata seorang teman.
"Kalau tidak bisa kurban sekarang, ya kan bisa tahun depan, siapa tahu tahun depan rezekinya buuuanyak dan bisa kurban sapi sendiri. Tidak harus patungan," kata saya menghibur si teman.
Saya sendiri tahun ini belum kurban. Sebelumnya pernah kurban kambing/domba, istri juga sudah kurban kambing/domba. Kami lebih suka kurban kambing, sebab Kanjeng Nabi Ibrahim AS dan Rasulullah SAW menurut cerita ustad di masjid, kurbannya domba/kambing, meski urutannya paling baik hewan kurban adalah onta, sapi, domba dan kambing. Hal itu merujuk pada banyaknya daging yang bisa dibagikan kepada fakir miskin. Betapa bahagianya mereka pada hari itu bisa menikmati daging.
Saya juga belum tahu pasti apa setiap tahun harus kurban? Saya kira kalau ada rezeki yang diberikan Allah SWT, ya semestinya berkurban. Tapi saya sendiri belum kurban tahun ini bukan karena tidak ada rezeki dari Allah SWT, hanya saja kebetulan masih digunakan untuk keperluan lain. Dan insya Allah tahun depan kurban. "Syukur-syukur bisa satu ekor sapi, tanpa patungan," kata saya.
"Amiin..." kata teman-teman serentak.
"Doakan saya juga." Tambah mereka.
Namun izinkah saya juga ikut bersedih mendengar cerita pedagang hewan kurban
di Jalan Sabeni Raya, Tanah Abang, Jakarta Pusat ini. Mereka bercerita soal warga miskin, yang mestinya mendapat kiriman daging kurban, tapi justru bersemangat membeli hewan kurban untuk Idul Adha.
Uci, salah seorang pedagang kambing, menuturkan ada beberapa pemulung yang rutin membeli hewan kurban kepadanya.
"Beberapa pemulung sering datang ke sini membeli kambing. Biasanya setiap tahun ada," kata wanita yang telah berjualan 30 tahun di Tanah Abang itu.
Pada 2018, Uci juga pernah melayani seorang pemulung membeli kambing seharga Rp 1,7 juta yang dibayar lunas dengan uang receh. Pemulung itu berkeliling membawa gerobak sampah mengais rezeki. "Bapak pemulung itu bawa gerobak sampah, beli kambing Rp 1,7 juta untuk Idul Adha," katanya seperti diberitakan republika.co.id.
Lima tahun lalu, lanjut Uci, seorang nenek pemulung botol plastik juga pernah datang ke tempatnya membeli kambing kurban seharga Rp 800 ribu. Nenek pemulung itu tinggal di pinggiran rel kereta api di kawasan Bongkaran, Tanah Abang.
"Dia bayar lunas pakai uang receh Rp 100-an. Jumlahnya banyak banget, saya sampai capek menghitung uangnya," kata Uci. Dia terharu atas kesungguhan dan keikhlasan dua orang miskin itu.
Junaedi, pedagang kambing lainnya di Pasar Tanah Abang, juga bercerita yang sama. Pada 2016, dia pernah melayani pemulung yang membeli kambing ukuran sedang seharga Rp 1,6 juta. Pemulung itu membayar lunas.
"Kami (pedagang) tidak membedakan pembeli kaya dan miskin. Orang-orang yang membeli hewan kurban adalah untuk beribadah dan beramal," katanya.
Junaedi mengaku orang kaya dapat membeli hewan kurban lebih mudah karena mereka memiliki uang cukup. Namun, orang-orang miskin yang bekerja sebagai pemulung harus kerja keras mengumpulkan uang receh hingga bertahun-tahun agar bisa berkurban.
"Saya pikir orang-orang miskin itu lebih kaya dari orang yang mengaku kaya raya. Sebaiknya kita sempatkan kurban sebab kita sebenarnya lebih kaya ketimbang pemulung itu," kata saya.
"Ya, tapi aku kadung gak duwe duit...!" kata teman yang sedih karena gak bisa kurban tadi.
"Aku saja tak kurban, sebab memang aku belum sama sekali. Tak beli kambing saja," kata teman satunya. Orang kaya pasti berkurban. Dan orang miskin itu kaya di mata Allah SWT karena mau berkurban. Lebih-lebih mereka ikhlas. Bukan karena ingin dibalas, misalnya dipuji pak takmir, dipuji tetangga, bangga karena bisa ikut kurban, dan sejenisnya.
Orang miskin yang ikhlas berkurban mendapat pahala, sedang orang kaya yang riya' berkurban dia hanya dapat pujian dunia belaka. (Gatot Susanto)
Orang miskin yang ikhlas berkurban mendapat pahala, sedang orang kaya yang riya' berkurban dia hanya dapat pujian dunia belaka. (Gatot Susanto)