Ilustrasi: pixabay
HAJIMAKBUL.COM - Blackout PLN yang terjadi di wilayah Jakarta, Jawa Barat, dan Banten membuat Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) meminta agar dua menteri Kabinet Kerja terkait yang mengurusi listrik dan PLN, serta direksi PT PLN, dicopot. "HIPMI merekomendasikan agar menteri-menteri terkait dicopot. Begitu juga dengan pimpinan dan direksi PLN yang bertanggungjawab langsung," ujar Wakil Ketua Umum BPP HIPMI Yaser Palito dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, Senin (5/8/2019).
HAJIMAKBUL.COM - Blackout PLN yang terjadi di wilayah Jakarta, Jawa Barat, dan Banten membuat Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) meminta agar dua menteri Kabinet Kerja terkait yang mengurusi listrik dan PLN, serta direksi PT PLN, dicopot. "HIPMI merekomendasikan agar menteri-menteri terkait dicopot. Begitu juga dengan pimpinan dan direksi PLN yang bertanggungjawab langsung," ujar Wakil Ketua Umum BPP HIPMI Yaser Palito dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, Senin (5/8/2019).
Dicopot atau mundur dari jabatan! Pertama, soal dicopot. Mencopot tugas bos. Dalam hal ini Presiden. Bila memang fatal, memang tidak kapabel, jauh dari mumpuni, seharusnya Presiden atau seorang bos tegas: copot pejabat yang bersangkutan!
Tapi masalahnya memang kadang ada budaya ewuh pakewuh, tradisi sungkanimse, apalagi bila terkait jatah jabatan bagi parpol koalisi atau titipan komisaris dan sejenisnya, misalnya, sangat mungkin terjadi bos tidak leluasa mengatur posisi para pembantunya dalam mengelola perusahaan atau sebuah pemerintahan. Namun, seharusnya, atasan wajib bersikap tegas.
Kedua, mundur. Tradisi mundur nyaris langka di negeri ini. Pasalnya, masyarakat memandang jabatan sebagai sesuatu yang sangat istimewa, dikejar mati-matian, jabatan identik kursi empuk, ladang subur dan basah, yang seakan harus dipertahankan sampai titik darah penghabisan. Padahal jabatan adalah amanah. Tugas berat yang harus sukses dituntaskan.
Karena itu, desakan mundur seperti disuarakan HIPMI, seakan berteriak di depan dinding tanpa ada yang mendengar. Pejabat mundur karena tidak mampu mengemban amanah dan tugas sangat langka di negeri ini. Pejabat mundur biasanya karena dipaksa oleh gerakan massa atau gegara kasus hukum, seperti ditetapkan KPK menjadi tersangka kasus korupsi. Bukan atas kesadaran diri sendiri.
Maka, saat Direktur Jenderal Pajak Sigit Pradi Pramudito mengundurkan diri dari jabatannya pada Selasa (1/12/2015) silam, sempat heboh sebab alasannya merasa tidak sanggup memenuhi target penerimaan pajak yang dibebankan dalam APBN-P 2015 sebesar Rp 1.294 triliun. Sigit dinilai bersikap sportif.
Bagaimana dengan pejabat lain. Bagaimana pula dengan dua menteri dan para bos PLN yang terkena blackout? Ya, kita tunggu saja.
Novelis Asma Nadia dalam tulisannya di rublik Kolom Republika memberi ilustrasi menarik soal budaya mundur dalam tradisi bushido Samurai. Pada masa kejayaan samurai, seorang pendekar Jepang biasanya membawa dua bilah pedang. Satu katana yang panjang, satu lagi tanto yang berukuran pendek. Pedang panjang digunakan sebagai senjata untuk menuntaskan misi, sedangkan pedang pendek digunakan untuk seppuku atau bunuh diri jika gagal melaksanakan tugas.
Budaya ini hanya memberi pilihan para samurai untuk menang. Daripada ditawan atau malu akibat kalah, lebih baik mati. Budaya harakiri atau memotong perut sendiri memang sudah nyaris hilang di Jepang, tapi spirit untuk malu ketika gagal atau melakukan kesalahan tetap tertanam hingga kini. Karena itu, suatu hal yang lumrah di Negeri Matahari Terbit jika pejabat yang gagal menjalankan tugas, pasti mengundurkan diri. Tidak hanya di Jepang, di negara yang menjunjung tinggi integritas kerja, pejabat mundur juga merupakan kelaziman.
Tanggung Jawab Pemimpin
Lantas bagaimana dengan ajaran Islam? Rasulullah SAW sudah mewanti-wanti akan tanggung jawab seorang pemimpin.
"Tidak beriman orang yang tidak bisa menjaga amanah yang dibebankan padanya. Dan, tidak beragama orang yang tidak bisa menepati janjinya." (HR Ahmad bin Hambal).
Atau di hadis lain, "Sesungguhnya manusia yang paling dicintai Allah pada hari kiamat dan yang paling dekat kedudukannya di sisi Allah adalah seorang pemimpin yang adil. Sedangkan, orang yang paling dibenci Allah dan sangat jauh dari Allah adalah seorang pemimpin yang zalim." (HR Turmudzi).
Anggota Komisi VII DPR Fraksi Golkar Maman Abdurahman menyebut manajemen PLN bobrok. Bahkan, Maman mencontohkan peristiwa ini dengan fenomena yang ada di Jepang. Menurut dia, jika peristiwa padamnya listrik ini terjadi di Jepang, si pejabat akan melakukan harakiri.
"Masalah tidak hanya selesai dengan mengajukan permohonan maaf. Kalau di Jepang sudah harakiri (ritual bunuh diri di Jepang karena gagal menjalankan tugas)," katanya.
Selain itu, Wakil Ketua Komisi VII F-Golkar Ridwan Hisjam menyatakan Menteri BUMN Rini Soemarno yang semestinya bertanggung jawab atas peristiwa pemadaman listrik massal tersebut. Menurutnya, hal ini jadi tanggung jawab Rini karena berada di atas jajaran direksi PLN.
"Saya melihat ini bukan tanggung jawab direksi PLN, tapi tanggung jawab Menteri BUMN. Menteri BUMN harus bertanggung jawab terhadap kejadian PLN," kata Ridwan.
Lalu bagaimana jika hal serupa terjadi di negara lain? Ternyata pernah ada beberapa pejabat di negara lain yang mundur lantaran tak becus mengurusi masalah listrik. Pada Senin (5/8), detikcom merangkum daftar pejabat negara lain yang tak becus mengurusi negara lain.
Berikut ini daftarnya:
2010: Menteri Kelistrikan Irak, Karim Waheed
Menteri Kelistrikan Irak Karim Waheed mengundurkan diri pada 2010. Seperti yang dilansir BBC, Karim mundur akibat gelombang protes masyarakat Irak yang tak puas atas layanan listrik di Irak.
Irak diketahui saat itu memang sedang kekurangan listrik. Karim Waheed sendiri mengatakan rakyat Irak tidak sabar dengan kondisi saat itu. Ditambah lagi, menurut menteri yang menjabat sejak 2006 ini, dana untuk membangun infrastruktur pembangkit listrik memang kurang.
"Karena rakyat Irak tidak mampu bersabar dalam penderitaan mereka, yang akan diringankan oleh proyek yang saya sebutkan yang akan menghilangkan kekurangan listrik, dan karena masalah ini telah dipolitisasi di semua sisi, saya menyatakan di depan Anda dengan berani pengunduran diri saya," katanya dalam pidato yang disiarkan televisi.
2011: Menteri Ekonomi Korea Selatan, Choi Joong-kyung
Sementara itu, pada 2011, Menteri Ekonomi Korea Selatan (Korsel) Choi Joong-kyung mundur seusai peristiwa pemadaman listrik nasional. Seperti dilansir Korea Times, Choi merasa bertanggung jawab atas peristiwa tersebut.
Dalam hal ini, Choi memang merasa dia salah hitung ketika melakukan kalkulasi untuk cadangan listrik di Korsel. Berdasarkan penyelidikan, memang ada salah perhitungan yang menyebabkan pemadaman listrik besar-besaran, hingga membuat lebih dari dua juta rumah di seluruh negara padam.
2017: Menteri Ekonomi Taiwan, Lee Chih-Kung
Lalu, pada 2017, Menteri Ekonomi Taiwan Lee Chih-Kung juga mengundurkan diri karena merasa tak becus mengurusi listrik. Sebagaimana dikutip dari Financial Express, Lee Chih-Kung dianggap gagal dalam mengelola generator listrik yang menjadi tumpuan jutaan rumah di Taiwan.
Berdasarkan penyelidikan, pemadaman listrik itu terjadi karena pembangkit listrik gas alam di Taiwan macet karena kesalahan teknis. Seusai peristiwa itu, Lee Chih-Kung meminta maaf dalam konferensi pers dan mengatakan orang yang melakukan kesalahan akan dihukum. Dalam kesempatan ini, Lee Chih-Kung juga menyatakan mundur.
Untuk diketahui, di Jepang sendiri belum pernah ada pejabat yang berkaitan dengan listrik yang mundur. Karena belum ada masalah serius. Namun, pada 2011 Perdana Menteri Jepang Naoto Kan pernah mundur karena merasa gagal memperbaiki Jepang pasca bencana Tsunami. Di tahun 2010, Perdana Menteri Jepang Yukio Hatoyama juga pernah mundur karena gagal menjalankan janji kampanyenya untuk memindahkan pangkalan militer Amerika dari Jepang. (det/wis)