×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

In Memoriam Mbah Moen: Doa Lintas Agama untuk Ulama Panutan Umat

Thursday, August 8, 2019 | 05:17 WIB Last Updated 2019-08-07T22:17:41Z


Ulama kharismatik KH Maimoen Zubair (Mbah Moen) wafat di Kota Makkah saat menunaikan ibadah haji Selasa 6 Agustus 2019. Doa Mbah Moen yang ingin dimakamkan di Kota Suci pada hari Selasa pun dikabulkan oleh Allah SWT. Kalangan non-muslim juga ikut mendoakan Mbak Moen.


HAJIMAKBUL.COM – Suasana haru menyelimuti prosesi pemakaman jenazah Mbah Moen di area pemakaman Ma’la Kota Makkah. Ribuan orang jamaah mengiringi kepergian Mbah Moen menghadap Sang Khaliq. Suara kalimat tauhid dari para jamaah memenuhi areal pemakaman Ma’la tersebut.

Tampak di antaranya Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, Dubes RI untuk Arab Saudi Agus Maftuh Abegebriel, Konsul Jenderal (Konjen) RI Jeddah Mohamad Hery Saripudin, hingga Habib Rizieq Shihab yang juga memimpin pembacaan doa untuk almarhum.  Proses pemakaman hanya berlangsung sekitar 45 menit dan  rampung  pada pukul 13.45 waktu Arab Saudi. Sebelumnya, jenazah disalatkan di Masjidil Haram.

Ketika berlangsung pemakaman, langit Kota Makkah yang biasanya menyemburkan panas terik matahari berubah meredup. Cuaca pun tidak sepanas biasanya. Bila hari biasa suhu udara siang hari lebih dari 40 derajat Celsius, saat pemakaman suhu udara menurun berkurang  di bawah angka tersebut. Hari Selasa dan Kota Makkah merupakan waktu dan tempat yang memang diinginkan oleh Mbah Moen untuk berpulang ke Rahmatullah.

Keluarga Mbah Moen mengungkapkan, Kiai Maimoen  rutin melaksanakan ibadah haji ke Tanah Suci selama 30 tahun terakhir. Namun, dua tahun terakhir, pada 2017 dan 2018, Mbah Moen, tidak berangkat berhaji karena beberapa alasan.

Putra Mbah Moen, Majid Kamil MZ, mengatakan, pada tahun 2017 Mbah Moen tidak menunaikan haji karena terjadi insiden crane jatuh di Masjidil Haram Makkah. Kemudian pada 2018, Mbah Moen juga tidak berhaji karena faktor kondisi fisiknya.

“Hampir tiap tahun. Selama 30 tahun hanya dua kali tidak berhaji. Untuk tahun ini Mbah Moen berusaha mengurus visa sendiri," kata Kamil saat ditemui di kediaman Mbah Moen, Rembang, kemarin.

Kamil mengatakan, Mbah Moen tetap ingin berhaji tahun ini meski kondisi fisiknya seperti tidak memungkinkan bepergian jauh. Saat diantar putra-putrinya berangkat berhaji tampak kondisinya lemas karena lelah.

"Saya sama Yasin itu mengantar sampai ke gate masuk di pesawat. Beliau memang letih, sayah (lelah), gitu. Dan saya juga kasihan, bahkan saya sudah membopong ketika Beliau beristirahat di VIP di bandara," terangnya.

Mbah Moen berangkat berhaji bersama sang istri, Bu Nyai Heni Maryam, dan seorang santrinya, Asrofi. Kini sejumlah putra Mbah Moen telah bertolak ke Arab Saudi untuk berziarah sekaligus menggelar doa bersama di makam Mbah Moen di Jannatul Ma’la Makkah.

Panutan Semua Umat

Wafatnya Pimpinan Pondok Pesantren Al-Anwar Sarang, Rembang, ini menyisakan duka mendalam bagi bangsa Indonesia. Sebab, Mbah Moen merupakan sosok ulama teladan panutan umat. Semua tokoh dan kiai mengenang Mbah Moen sebagai ulama yang selalu memberi manfaat pada umat.  Doa-doa dikumandangkan oleh bangsa Indonesia. Bukan hanya oleh umat Islam, tapi juga nonmuslim.

Umat Katolik di Jember, Jawa Timur,  misalnya, ikut berduka atas meninggalnya Mbah Moen. Sebagai bentuk ungkapan belasungkawa, digelar doa bersama di ruang gereja SMAK Santo Paulus, yang juga diikuti sejumlah siswa di sekolah tersebut.

“Kiai Maimoen adalah tokoh toleransi dan tokoh pemersatu umat di Indonesia. Beliau ulama panutan yang selalu memperjuangkan persatuan dan persaudaraan sebagai nilai-nilai keislaman dan keindonesiaan," kata pendeta Katolik Jember Romo Antonius Denny O.carm, Rabu (7/8/2019).

Menurut pria yang juga Kepala SMAK Santo Paulus ini, wafatnya Mbah Moen tidak hanya menjadi duka warga nahdliyin dan umat Islam. "Tetapi juga bagi kita umat Katolik dan seluruh Indonesia," katanya.

Karena itu, tidak sedikit umat Katolik yang merasa perlu mendoakan Kiai Maimoen. "Kami berharap, di Indonesia semakin banyak tokoh agama dan ulama yang seperti Kiai Maimoen Zubair. Yang senantiasa bijaksana, mampu memahami dan menyatukan semua golongan dalam bingkai persaudaraan bangsa Indonesia," imbuh Romo Antonius.

Pemuda lintas agama di Kota Mojokerto juga menggelar doa bersama untuk Mbah Moen sebagai penghormatan terhadap sosok yang menjadi panutan semua umat itu.  Doa bersama pemuda lintas agama digelar di Gereja Santo Yosep, Jalan Pemuda, Kelurahan Gedongan, Kecamatan Magersari, Kota Mojokerto. Pemuda lintas agama yang ikut dalam acara ini yakni Pemuda GKI Mojosari, Pemuda Gereja Paroki, Paseban Majapahit, Ansor Kota Mojokerto, KNPI Kota Mojokerto dan Gusdurian.

Doa bersama berlangsung khidmat sesuai kepercayaan masing-masing. Tampak foto almarhum Mbah Moen diletakkan di tengah-tengah para pemuda lintas agama. Foto kiai pengasuh Pondok Pesantren Al Anwar Sarang, Rembang ini dihiasi lilin dan bunga.

Romo Gereja Katolik Santo Yosep Tomi Cornelius mengatakan, doa bersama ini menjadi wujud penghormatan terakhir para pemuda lintas agama kepada Mbah Moen. Para pemuda lintas agama mendoakan arwah Mbah Moen mendapatkan kemuliaan.  "Semoga Beliau diterima di sisi Tuhan dan ditempatkan pada alam yang mulia," kata Romo Tomi kepada wartawan, Rabu (7/8/2019). 

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan misalnya mengenang Mbah Moen sebagai tokoh penting bagi bangsa Indonesia. Menurut dia, Indonesia telah kehilangan sosok ulama kharismatik itu.  
"Bangsa dan negara ini merasa kehilangan oleh seorang alim yang insyaallah anak turunan bisa meneruskan. Insyaallah kita semua akan meneruskan apa yang menjadi amalan, apa yang menjadi keteladanan Mbah Moen," kata Anies di Monas, Jakarta Pusat, Jakarta Rabu (7/8/2019).

Anies mengatakan Mbah Moen menjadi teladan bangsa. Ia juga menyebut Mbah Moen telah menebarkan manfaat dan ilmu semasa hidupnya.  "Kita kehilangan, tapi insyaallah kita yakin usia Mbah Moen selama hidupnya di negeri tercinta ini memberi manfaat dan yakin insyaallah Mbah Moen ditempatkan di sisi yang mulia oleh Allah SWT," ucap dia. 

Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dan Komandan Kogasma Partai Demokrat (PD) Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sama-sama mendapat pesan dari Mbah Moen. Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), Puan Maharani, mengatakan, Megawati turut berbelasungkawa atas wafatnya Mbak Moen. Sebelum berangkat ke Tanah Suci, Mbah Moen sempat bertemu Megawati.

 "Beliau (Mbah Moen) sempat bertemu Ibu Mega, menyampaikan hal-hal terkait untuk bangsa dan negara," kata Puan di Istana Negara, Jakarta Pusat, kemarin.

Megawati, kata Puan, punya harapan khusus sepeninggal Mbah Moen. Menurut dia, Megawati berharap generasi muda mengikuti jejak Mbah Moen.  "Berharap bahwa semua yang sudah dilakukan Mbah Maimoen ini dapat diteruskan oleh penerus yang akan datang," tuturnya.

Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto mengatakan Megawati mendoakan Mbah Moen husnul khatimah. Megawati, dikatakan Hasto, juga menceritakan pertemuan terakhirnya dengan Mbah Moen satu hari sebelum kiai kharismatik itu berangkat ke Tanah Suci. 

Dalam pertemuan yang berlangsung selama dua jam pada Sabtu (27/7) lalu, Mega merasakan Mbah Moen tampil bijaksana dan membahas tentang persoalan bangsa. "Mbah Moen menyatakan komitmennya yang begitu kuat terhadap Pancasila. Tanpa Pancasila, tidak ada NKRI," ujar Hasto, menirukan pernyataan Megawati kepadanya. Megawati, menurut Hasto, juga telah memberikan arahan kepada kader PDIP untuk meneladani sosok Mbah Moen. 

Komandan Kogasma Partai Demokrat  Agus Harimurti Yudhoyono juga turut berduka atas wafatnya Mbah Moen. AHY mengaku masih terkenang dengan pesan-pesan Mbah Moen. Pesan itu berisi soal memperjuangkan rakyat dan menjaga keutuhan bangsa.

"Masih terkenang nasihat-nasihat beliau untuk terus perjuangkan masyarakat, serta persatuan dan kesatuan bangsa. Husnul khotimah insyaallah," ucap AHY.

Kharisma Mbah Moen seolah tak pernah sirna. Selama hajatan Pemilihan Umum 2019 lalu, restunya seperti diperebutkan banyak orang. Joko Widodo (Jokowi) dan Prabowo Subianto, dua calon presiden yang berlaga di Pilpres 2019, misalnya, sama-sama sowan ke Mbah Moen untuk memohon restu.

Belum lagi politikus, baik nasional maupun lokal, pejabat daerah hingga masyarakat yang meminta nasihat dan didoakan. Dan Mbah Moen tak pernah membeda-bedakan tetamu yang datang. Semua diterima di ruang yang sama, juga dipenuhi apa yang mereka inginkan.

Mbah Moen menerima tamu dari sejumlah daerah. Tetamu Mbah Moen, baik pejabat, politikus, maupun masyarakat sekitar, diterima di sebuah ruangan sederhana berukuran kurang-lebih 4 x 5 meter. Tak ada perabotan mewah di ruangan tersebut. Hanya ada kursi-kursi bangku yang melingkari ruangan.

Di bagian pojok ruangan, terdapat sebuah dipan yang diberi kasur dan beberapa bantal. Di tempat inilah biasanya Mbah Moen duduk dan menerima tamunya. Ada beberapa foto Mbah Moen saat muda tergantung di dinding belakang dipan tersebut, juga sebuah logo burung garuda.

Sudah tak terhitung berapa pejabat yang menawarkan diri untuk merenovasi ruang tamu Mbah Moen. Bahkan ada yang berniat membangunkan rumah. Namun semuanya ditolak. Jika ada yang ingin membantu, Mbah Moen menyarankan agar mereka menyumbang untuk keperluan Pondok Pesantren Al Anwar. "Mbah Kiai lebih memikirkan para santrinya," kata Hj Heni Maryam, istri Mbah Moen.

Selain kepada para santri, Mbah Moen sangat peduli terhadap persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Ulama kharismatik yang juga Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama itu konsisten berjuang untuk tegaknya NKRI.

Salah satunya dengan menyerukan agar umat Islam mengamalkan Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan UUD 1945, 4 pilar kebangsaan yang oleh Mbah Moen disingkat dengan PBNU. "Tahu 4 pilar? Maka toh yang memiliki 4 pilar hanya NU. PBNU, Pancasila Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan UU 45. Kalau NU sudah nasional, pasti Indonesia makmur," kata Mbah Moen.

Kepada para pemuda, Mbah Moen berpesan agar menjadi generasi penerus yang baik dan tidak terpecah belah. Kalaupun terjadi perbedaan, baik pilihan politik maupun pendapat, itu hal yang bisa dan lumrah sehingga setiap warga harus bisa mengelola dan mengendalikan perbedaan tersebut.

"Filsafat bangsa Indonesia bedo tapi podo, podo tapi bedo (berbeda tetapi sama, sama tapi beda). Bhinneka Tunggal Ika, artinya damai, artinya jangan timbul permusuhan," demikian nasihat Mbah Moen.

Meski tak lagi muda, semangat Mbah Moen jika membahas soal persatuan bangsa sangat membara. Usia sepuh juga tak menghalangi Mbah Moen untuk selalu salat berjamaah. Bahkan di hari-hari terakhirnya saat menunaikan ibadah haji. Selama sembilan hari di Kota Suci, Mbah Moen tak ingin ketinggalan salat berjamaah di Masjidil Haram. Begitu juga salat Tahajut tak pernah ditinggalkan.

 "Kegiatan hariannya salat berjamaah ke Masjidil Haram," kata Gus Hayattullah Maki, santri Mbah Moen yang menemani selama di Makkah. (det/vvn/okz)

×
Berita Terbaru Update