Situasi Jamarat (ArabNews) |
HAJIMAKBUL.COM - Puluhan ribu jamaah haji sudah bermalam atau mabit di Muzdalifah sekaligus untuk mengumpulkan batu kerikil untuk lempar jumrah di Mina. Lempar jumrah dilakukan pada Hari Raya Idul Adha, 10 Dzulhijjah 1442 H atau bertepatan dengan Selasa, 20 Juli 2021 hari ini.
Wakil Menteri Haji dan Umrah Abdul Fattah Mashat mengatakan, para jamaah bergerak dari Muzdalifah kembali ke Mina pada Selasa dini hari waktu setempat.
“Bus-bus ini membawa mereka ke kamp di Mina, dari situ mereka akan bergerak ke Jamarat. Di sana, mereka akan menggunakan tiga lantai Jamarat untuk melakukan jumrah. Kami telah membagi para jemaah menjadi beberapa kelompok berdasarkan kode warna. Setiap kelompok akan melempar (batu) ke lantai yang telah ditentukan dan dari tempat tertentu untuk menghindari penumpukan," kata Mashat, seperti dikutip dari Arab News.
Mashat juga memuji para jamaah karena mematuhi peraturan dan mengikuti instruksi untuk selalu mengenakan masker serta menjaga jarak sosial. Pemerintah Saudi juga bersyukur selama prosesi haji tahun ini tidak ada jamaah yang terpapar Covid-19.
Menteri Kesehatan Saudi Tawfiq Al Rabiah mengatakan kepada stasiun televisi Al Ekhbariya ada beberapa kasus jamaah kelelahan, namun bisa segera diatasi oleh tim kesehatan. “Ada beberapa kasus kelelahan ringan karena aktivitas fisik, tapi para jamaah dengan kasus sederhana seperti itu bisa meninggalkan rumah sakit tak lama setelah mereka mendapat perawatan,” kata Rabiah.
Jembatan Jamarat
Jamaah haji melaksanakan lontar jumrah di Jamarat. Jembatan Jamarat adalah jembatan penyeberangan di Mina, Makkah, yang digunakan oleh jamaah haji selama dua atau tiga hari untuk melakukan lontar jumrah yang berlangsung dari hari ke-10 Dzulhijjah hingga sebelum matahari terbenam pada hari ke-13 bulan Dzulhijjah.
Lontar jumrah adalah ritual di mana jamaah haji melempar batu kerikil ke tiga pilar Jamrah, baik dari permukaan tanah atau dari jembatan. Ritual ini melambangkan umat mengusir setan, seperti yang pernah dilakukan Nabi Ibrahim AS mengusir setan yang terus menerus menggodanya ketika Beliau hendak menunaikan perintah Allah SWT.
Jembatan Jamarat mulai dibangun awal tahun 2000, dengan permukaan tanah dan satu tingkat jembatan yang memiliki tiga bukaan mengarah ke pilar. Namun, ruang terbatas mengakibatkan kecelakaan fatal, dengan lebih dari 1 juta orang berkumpul di area jembatan setiap tahun.
Pada tahun 2006, jembatan dihancurkan dan konstruksi diperluas untuk membangun jembatan empat lantai baru, yang berhenti sementara setelah tanah dan tingkat pertama selesai. Konstruksi pada dua tingkat yang tersisa telah selesai sejak Desember 2007.
Jembatan baru ini dirancang oleh Dar Al-Handasah dan dibangun oleh Saudi Binladin Group. Jembatan berisi ruang interior bebas kolom yang lebih luas, pilar Jumrah yang lebih panjang, landai dan terowongan tambahan untuk akses yang lebih mudah, kanopi besar untuk menutupi masing-masing dari tiga pilar untuk melindungi jamaah dari matahari gurun, dan landai yang berdekatan dengan pilar untuk mempercepat evakuasi bila ada kejadian darurat.
Efisiensi jembatan telah meningkat, dan strukturnya sekarang dapat menangani 500.000 hingga 600.000 orang per jam, dari 200.000 orang sebelumnya.
Makna Lontar Jumrah
Lalu apakah ritual jumrah hanya dimaksudkan melempar setan yang sedang terikat tak berdaya di tugu jumrah? Apakah hanya sebatas itu sajakah hikmah dan maknanya?
Saking yakinnya dengan keyakinan ini, sampai-sampai mencari batu yang besar untuk melempar jumrah. Bahkan sampai ada yang melempar dengan sendal, sepatu, botol dan yang lainnya.
Cukup beralasan anggapan ini bila ditelusuri ternyata berdalih dengan perkataan Ibnu Abbas radhiyallahu’anhuma saat menceritakan kisah Nabi Ibrahim ‘alaihissalam,
عن ابن عباس رضي الله عنهما رفعه إلى النبي ‘ قال :” لما أتى إبراهيم خليل الله المناسك عرض له الشيطان عند جمرة العقبة فرماه بسبع حصيات حتى ساخ في الأرض ، ثم عرض له عند الجمرة الثانية فرماه بسبع حصيات حتى ساخ في الأرض ، ثم عرض له عند الجمرة الثالثة فرماه بسبع حصيات حتى ساخ في الأرض ” قال ابن عباس : الشيطان ترجمون ، وملة أبيكم إبراهيم تتبعون
Dari Ibnu Abbas radhiyallallahu’anhuma, beliau menisbatkan pernyataan ini kepada Nabi, “Ketika Ibrahim kekasih Allah melakukan ibadah haji, tiba-tiba Iblis menampakkan diri di hadapan beliau di jumrah’ Aqobah. Lalu Ibrahim melempari setan itu dengan tujuh kerikil, hingga iblis itu pun masuk ke tanah . Iblis itu menampakkan dirinya kembali di jumrah yang kedua. Lalu Ibrahim melempari setan itu kembali dengan tujuh kerikil, hingga iblis itu pun masuk ke tanah. Kemudian Iblis menampakkan dirinya kembali di jumrah ketiga. Lalu Ibrahim pun melempari setan itu dengan tujuh kerikil, hingga iblis itu masuk ke tanah“.
Ibnu Abbas kemudian mengatakan,
الشيطان ترجمون ، وملة أبيكم إبراهيم تتبعون
“Kalian merajam setan, bersamaan dengan itu (dengan melempar jumrah) kalian mengikuti agama ayah kalian Ibrahim“.
Dari sisi sanad riwayat di atas tidak ada masalah; status sanadnya shahih. Kisah di atas diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah dan Al-Hakim, beliau berdua menshahihkan riwayat ini. Dishahihkan oleh Syaikh Albani dalam Shahih At-Targhib wat Tarhib (2/17), hadits nomor 1156.
Melansir laman Muslim or id disebutkan, hanya saja orang-orang keliru dalam memahami perkataan Ibnu Abbas di atas. Makna “merajam” dalam perkataan tersebut adalah melempari setan secara konkrit. Artinya saat melempar jumrah, setan benar-benar sedang terikat di tugu jumrah dan merasa tersiksa dengan batu-batu lemparan yang mengenai tubuhnya.
Padahal bukan demikian yang dimaksudkan oleh Ibnu Abbas dalam perkataan beliau. Merajam setan di sini maksudnya tidak dimaknai secara konkrit, akan tetapi yang benar adalah makna abstrak. Artinya setan merasakan sakit dan terhina bila melihat seorang mukmin mengingat Allah dan taat menjalankan perintah Allah.
Dalam pernyataan Ibnu Abbas diungkapkan dengan istilah “merajam setan”. Demikianlah yang dimaksudkan Ibnu Abbas dalam perkataannya tersebut.
Terdapat bukti yang kuat, yang membenarkan kesimpulan ini. Diantaranya adalah firman Allah ta’ala,
وَاذْكُرُوا اللَّهَ فِي أَيَّامٍ مَعْدُودَات
“Dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah dalam beberapa hari yang berbilang” (QS. Al-Baqarah: 203).
Masuk dalam cakupan perintah berdzikir pada hari-hari yang berbilang dalam ayat di atas adalah melempar jumrah. Karena Allah ta’ala berfirman pada potongan ayat selanjutnya,
فَمَنْ تَعَجَّلَ فِي يَوْمَيْنِ فَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ وَمَنْ تَأَخَّرَ فَلَا إِثْمَ عَلَيْه
“Barangsiapa yang ingin segera menyelesaikan lempar jumrahnya dalam dua hari, maka tiada dosa baginya. Dan barangsiapa yang ingin menyempurnakannya dalam tiga hari, maka tidak ada dosa pula baginya.” (QS. Al-Baqarah: 203)
Ini bukti bahwa hikmah disyariatkannya melempar jumrah adalah untuk mengingat Allah subhanahu wa ta’ala, bukan untuk melempari setan. (Lihat: Adhwa-ul Bayan, 4/479).
Juga sesuai dengan sabda Nabi shallallahu’alaihi wasallam,
إِنَّمَا جُعِلَ الطَّوَافُ بِالْبَيْتِ وَبَيْنَ الصَّفَا وَالْمَرْوَةِ وَرَمْيُ الْجِمَارِ ِلإِقَامَةِ ذِكْرِ اللَّه
“Sesungguhnya, diadakannya thawaf di Kakbah, sa’i antara Shafa dan Marwa dan melempar jumrah, adalah untuk mengingat Allah.” (HR. Abu Daud no. 1888. Di hasankan oleh Al-Arnauth). (okz/wis)