PCI Muslimat NU Arab Saudi saat pelantikan 27 Maret 2018 dihadiri ibu-ibu dari PP Muslimat NU, istri Dubes KBRI Riyadh Luluk Muniroh, dan Konjen RI Jeddah Zulfah Nahdliyati. |
Arab Saudi masih menghadapi pandemi Covid-19. Aktivitas warganya dibatasi, termasuk dalam menjalankan ibadah haji dan umrah. Warga negara Indonesia (WNI) di Arab Saudi ikut terdampak kondisi itu. Termasuk ibu-ibu Pengurus dan anggota Pimpinan Cabang Istimewa Muslimat Nahdlatul Ulama (PCI MNU) Arab Saudi. Namun, demikian, ibu-ibu Muslimat NU di negara ini tetap aktif melaksanakan kegiatan rutin, seperti pengajian, tahlil, memberi bimbingan PMI bermasalah, hingga ziarah ke makam Rasulullah SAW di Madinah.
Oleh Gatot Susanto
IBU-ibu Muslimat Nahdlatul Ulama Arab Saudi tidak luput dari dampak pandemi
Covid-19. Namun mereka harus menghadapi tantangan dan ujian dari Allah SWT itu
dengan tabah dan tawakal. Ketua PCIMNU Arab Saudi, Faridah Achmad Fuad,
mengatakan, banyak sekali hikmah yang dapat kita petik dengan adanya pandemi
ini.
"Kami PCI Muslimat NU juga terus berusaha untuk bergerak aktif dengan terus berkoordinasi dengan Pimpinan
Pusat (PP) Muslimat NU dengan menghadiri acara-acara webinar berbagai bidang
ilmu pengetahuan, Riyadhoh dan doa bersama untuk keselamatan Bangsa setiap hari
Kamis yang diadakan oleh PP Muslimat NU dengan arahan secara langsung oleh Ibu
Ketua Umum PP Muslimat NU yang juga Gubernur Jawa Timur, Ibu Hj. Dra. Khofifah
Indar Parawansa, M.Si., serta dikawal langsung oleh ibu Nyai Hj. Dra. Nur
Hayati Said Agil Siradj, M.A. (Ketua Bidang Dakwah) dan Sekretaris Umum PP Muslimat NU ibu Drg. Ulfah
Mashfufah, M.Km," kata Faridah kepada Hajimakbul.com dan DutaIndonesia.com Rabu 14 Juli 2021.
Baca Berita Terkait: Kiprah Ibu-ibu Muslimat NU Arab Saudi Saat Musim Haji di Tengah Pandemi (Bagian 3): Sulitnya Daftar Haji yang Harus VIP
Selain itu, menurut Faridah, PCI Muslimat NU di berbagai negara di seluruh
dunia juga berkolaborasi dengan mengadakan kegiatan virtual di antaranya adalah
halal bihalal yang dihadiri oleh PCI Muslimat NU Malaysia, Hongkong-Macao,
London, Arab Saudi, Taiwan, Sudan, Jepang, dan Tiongkok. Acara ini juga sebagai
sarana untuk tukar informasi berbagai kegiatan yang telah diselenggarakan di
negara masing-masing.
Namun sebagian ibu-ibu Muslimat di Arab Saudi sekarang ada yang pulang ke
Tanah Air, seperti Ibu Neneng Romlah, yang merupakan Sekretaris I PCIMNU Arab
Saudi. "Beliau baru selesai karantina dan kini sudah bersama keluarganya.
Saya juga sudah di tanah air. Saya di Bandung. Sementara Wakil Ketua, Ibu Rufinah Suryadi, di Jeddah,"
katanya.’
Ibu Rufinah Suryadi sudah tinggal di Jeddah Arab Saudi selama 30 tahun.
Rufinah yang suaminya staf KJRI Jeddah ini asalnya dari Banten. Kepada Global
News, Rufinah lalu menceritakan kondisi Arab saudi yang sekarang masih dilanda
pandemi Covid-19 di mana negeri ini menerapkan aturan ketat untuk menjaga
keselamatan warganya.
Ibu Faridah Achmad Fuad dan Ibu Rufinah Suryadi |
Untuk itu Rufinah membenarkan kegiatan Muslimat NU di Arab Saudi banyak
dilakukan secara virtual. Misalnya Tadarus Al Quran, sebulan sekali katam,
seminggu sekali katam, dengan memakai grup di WA, di mana para jamaah diberi
tugas membaca Al Quran. Lalu pengajian, tahlil, istighotsah, MTQ, MHQ, dan
silaturahmi ke sesama WNI, serta ziarah ke Madinah dan Thaif.
"Kami tidak seperti dulu bisa berkumpul mengadakan acara. Sebab di
sini sangat tertib bila mengadakan acara dengan banyak jamaah, bila melebihi 30
orang atau 50 orang, pasti dikenai denda. Organisasinya bisa ditutup, bahkan dipenjara. Apalagi kita
bukan orang asli Arab, orang sini aja takut sebab peraturannya tegas,"
katanya.
Membantu PMI di Jeddah
Menurut Rufinah, selain silaturahmi ke WNI, Ibu-ibu Muslimat NU juga
memiliki program membimbing WNI PMI yang menghadapi masalah hukum di Arab
Saudi, khususnya di Jeddah. Muslimat selalu hadir untuk membantu setidaknya
memberi dorongan semangat atau membimbingnya serta berolahraga pagi bersama
setiap hari Jumat. Selain itu juga mengaji kitab Safinatun Najah.
"Itu bagi PMI yang bermasalah yang berada di shelter sehingga mereka
tidak jenuh. Tapi kami tidak berkerumun, tidak banyak, dengan acara pengajian,
tahlil, istigotsah, dan riyadhoh juga.
Jadi Muslimat selalu mengadakan silaturahim ke WNI tapi untuk saat ini tidak
seperti dulu sebab masih pandemi," katanya.
PMI bermasalah itu kebanyakan ilegal. Mereka kabur dari majikan tapi geraknya tetap
sempit. Tidak bisa leluasa. Tidak bisa ke mana-mana, tidak bisa misalnya umrah
dll. Bila kerja lagi, hanya di dapur saja. Itu pun majikannya harus punya
Tawakkalna juga.
Lalu mereka yang kabur biasanya ditangani KJRI Jeddah dan ditempatkan di
penampungan atau shelter. Mereka dijamin segala kebutuannya oleh pemerintah,
mulai makan dll, termasuk mendapat bimbingan.
"Saya dan Muslimat termasuk diberi tugas memberi bimbingan mereka itu
sebab kebetulan suami kerja di KJRI. Membimbing itu selain pengajian juga
riadhoh tadi. Olahraga seminggu tiga kali, pengajian semiggu dua kali. Baca
tahlil, berzanji, istigotsah. Bimbingan tentang kehidupan, hadis, mereka banyak
bertanya sebab mereka awam mengingat berasal dari kampung-kampung, yang pergi
ke Saudi tanpa membekali ilmu. Mereka menunggu proses hukum atas kasus yang
dihadapinya. Alhamdulillah, Muslimat memberi bimbingan, memberi bekal ilmu sehingga
mereka kuat dan istiqomah dalam menjalani kehidupannya," katanya.
Masalah lain adalah banyak PMI menikah dengan warga negara lain seperti
orang Pakistan, India, Bangladesh, dan Saudi sendiri. Kalau orang Arab Saudi
kebanyakan anak tidak boleh ikut ibunya. Anak itu ikut bapaknya. Namun kalau menikah dengan orang dari negara
lain, seperti Pakistan, India, Bangladesh, itu bisa dibawa ibunya ke Indonesia.
KJRI, khususnya bagian naker atau konsuler, selalu turun tangan membantu untuk
memulangkan mereka ke Indonesia. Dengan cara memakai paspor SPLP (Surat
Perjalanan Laksana paspor).
Banyak juga PMI tidak digaji oleh majikannya. "Saat kami ke Madinah
kemarin salah satunya mengurus kasus PMI bernama Ningsih asal Cirebon. Dia
disekap selama 13 tahun bekerja tanpa digaji oleh majikannya. Tidak boleh
berkomunikasi dengan keluarganya. Bahkan dianggap sudah tidak ada. Dianggap
sudah meninggal dunia oleh keluarganya.
Namun, mungkin karena doa orang tua atau anak itu berusaha keras agar bisa
lolos dari majikannya sehingga dia pun bisa lepas dari sekapan itu. Seorang
pamannya yang berada di Jeddah bersama KJRI berusaha membantunya hingga selamat
sampai di KJRI.
Setelah selamat dalam perlindungan KJRI dan tahu nomor telepon orang tuanya
di Cirebon, saat dikontak orang tuanya tidak mengakui anak itu. Hal ini terjadi
karena sudah dianggap meninggal dunia.
"Ini bukan anak saya, kata orang tuanya di Cirebon," katanya.
Tapi setelah berbicara lebih detail, akhirnya diketahui ada tahi lalat di
tubuhnya dan cara bicaranya. Anak itu dan orang tuanya sama-sama berusaha
mengingat, dan akhirnya mereka pun menangis terharu saat ingat, sebab mereka
mengira anak itu sudah wafat," katanya.
Selanjutnya KJRI berusaha mengurus hak-hak anak itu dari majikannya.
"Alhamdulillah, gaji anak itu sudah dibayar. Kalau tidak salah 117
ribu real atau sekitar setengah miliar rupiah. Itu baru saja saat kami ke
Madinah selama tiga hari. Serah terima terkait masalah itu. Insya Allah, dalam
waktu dekat Ningsih akan pulang ke Cirebon" katanya.
Mengurus para PMI ini tidak mudah. KBRI Riyadh dan KJRI Jeddah selalu berusaha menolong PMI yang menghadapi
masalah di Arab Saudi. Namun ada aturannya dan harus disertai lobi-lobi
diplomatis. Salah satunya tidak bisa
menangani WNI yang masih berada di rumah majikannya sebab itu bisa dianggap
melanggar hukum.
"Kalau kita masuk ke rumah majikan menolong PMI itu, itu salah, bisa
dianggap kriminal. WNI itu harus bisa keluar, lalu di jalan dijemput staf KJRI.
Selanjutnya petugas KJRI memberi tahu majikannya bila khadamahnya (ART) ada di KJRI. Selanjutnya pihak KJRI akan
menangani masalah yang terkait dengan berkoordinasi kepada pihak-pihak yang
berwenang.
Muslimat berperan sebagai wadah silaturahim WNI. "Sama-sama warga
Indonesia berkumpul, merasakan hidangan Indonesia sebab mereka datang berkumpul
membawa masakan masing-masing, ada yang bawa sambal, bawa ini itu, Muslimat itu
dianggap saudara, teman, atau keluarga sendiri oleh mereka," katanya. (*)