HAJIMAKBUL.COM - Umat Islam merayakan Idul Adha tanggal 10 Dzulhijjah 1442 H atau 20 Juli 2021. Ada ibadah puasa sunnah menjelang Idul Adha: Puasa Tarwiyah dan Puasa Arafah, yang merupakan ibadah pengganti bagi umat Islam yang tak berkesempatan menunaikan ibadah haji di Tanah Suci.
Puasa Tarwiyah pada 8 Dzulhijjah dan Puasa Arafah pada tanggal 9 Dzulhijjah.
1. Niat Puasa Tarwiyah Menjelang Idul Adha
Setelah selesai melaksanakan puasa sunah tujuh hari di awal bulan Dzulhijjah, umat Muslim yang masih ingin memperoleh keberkahan dari Allah SWT, bisa melanjutkan dengan puasa Tarwiyah. Niat puasa Tarwiyah diucapkan pada tanggal 8 Dzulhijjah, tepat setelah puasa tujuh hari selesai.
Niat Puasa Tarwiyah Idul Adha:
نَوَيْتُ صَوْمَ تَرْوِيَةَ سُنَّةً لِّلِه تَعَالَى
"Nawaitu shauma tarwiyata sunnatan lillahi ta'aala."
Artinya: "Saya niat berpuasa sunnah tarwiyah karena Allah ta’ala."
2. Niat Puasa Arafah Menjelang Idul Adha
Selesai menjalankan Puasa Tarwiyah, keesokan harinya ada lagi puasa sunah Arafah yang dianjurkan bagi umat Muslim yang tidak sedang menjalankan ibadah haji. Puasa sunah Arafah dilakukan tepat setelah puasa Tarwiyah, yakni pada tanggal 9 Dzulhijjah.
Niat Puasa Arafah:
نَوَيْتُ صَوْمَ عَرَفَةَ سُنَّةً لِلَّهِ تَعَالَى
“Nawaitu shauma arafata sunnatan lillahi ta’ala.”
Artinya: "Saya niat puasa Arafah, karena Allah ta’ala."
Niat puasa sunah di bulan Dzulhijjah ini bisa dilantunkan setiap selesai puasa sunnah sebelumnya, di waktu malam hari atau sebelum waktu sahur.
Ada pula amalan yang dianjurkan untuk dijalankan selama 10 hari pertama Dzulhijjah. Selain Puasa Tarwiyah dan Puasa Arafah , masyarakat juga mengenal istilah puasa sunnah 1-7 Dzulhijjah dan puasa Tarwiyah pada 8 Dzulhijah.
Niat Puasa 7 Hari di Awal Bulan Dzulhijjah
Puasa di awal bulan Dzulhijjah sangat dianjurkan sebagai perwujudkan syukur dan jalan untuk memperoleh keberkahan dari Allah SWT.
Niat puasa Dzulhijjah:
نَوَيْتُ صَوْمَ شَهْرِ ذِيْ الْحِجَّةِ سُنَّةً لِلَّهِ تَعَالَى
“Nawaitu shauma syahri dzil hijjati sunnatan lillahi ta’ala.”
Artinya: "Saya niat puasa sunah bulan Dzulhijjah karena Allah Ta’ala."
Setelah membaca niat ini di malam sebelum tanggal 1 Dzulhijjah, umat Muslim bisa memulai puasa dengan sahur pada dini hari. Kemudian, melanjutkan ibadah puasa sunah selama tujuh hari berturut-turut tanpa putus.
Rujukan
Anjuran untuk mengamalkan puasa Tarwiyah dapat ditemukan dari dalil umum sejumlah hadits yang mengajak umat Islam untuk beramal saleh terutama pada 10 hari pertama bulan Dzulhijjah.
Berikut ini adalah hadits riwayat Ibnu ‘Abbas RA dalam Sunan At-Tirmidzi:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ما من أيام العمل الصالح فيهن أحب إلى الله من هذه الأيام العشر
Artinya, “Rasulullah SAW bersabda, ‘Tiada ada hari lain yang disukai Allah SWT untuk diisi dengan ibadah sebagaimana (kesukaan-Nya pada) sepuluh hari ini,’” (HR At-Tirmidzi).
Hadits lain memperkuat anjuran amal saleh pada 10 hari pertama Dzulhijjah. Hadits berikut ini menunjukkan keutamaan amal saleh yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari.
عن ابن عباس مرفوعا: "ما من أيام العمل الصالح أحب إلى الله فيهن من هذه الأيام" -يعني عشر ذي الحجة -قالوا: ولا الجهاد في سبيل الله؟ قال: "ولا الجهاد في سبيل الله، إلا رجلا خرج بنفسه وماله، ثم لم يرجع من ذلك بشيء
Artinya, “Dari Ibnu Abbas dengan kualitas hadits marfu'. ‘Tidak ada hari-hari di mana amal saleh lebih disukai Allah pada hari itu dari pada hari-hari ini, maksudnya sepuluh hari Dzulhijjah.’ Kemudian para sahabat bertanya, ‘Bukan pula jihad, ya Rasulullah?’ Rasul menjawab, ‘Tidak pula jihad di jalan Allah kecuali seorang lelaki yang keluar membawa diri dan hartanya kemudian ia pulang tanpa membawa apa-apa lagi,’" (HR Bukhari).
Penjelasan Syaikh Nawawi Al-Bantani
Dari berbagai keterangan ini, seperti dilansir NU-online, ulama dari Mazhab Syafi’i menganjurkan umat Islam untuk mengisi 10 hari pertama Dzulhijjah dengan amal saleh, termasuk puasa sunnah tarwiyah 8 Dzulhijjah.
Keterangan ini kita dapat dari Syekh M. Nawawi Banten sebagai berikut:
والثامن صوم الثمانية أيام قبل يوم عرفة سواء في ذلك الحاج وغيره
Artinya, “(Kedelapan) puasa delapan hari sebelum hari Arafah (dianjurkan) bagi mereka yang sedang melaksanakan ibadah haji maupun mereka yang tidak melaksanakan ibadah haji,” (Syekh M Nawawi Banten, Kitab Nihayatuz Zain, [Bandung, Al-Maarif: tanpa tahun], halaman 197).
Demikian semoga kita dapat mengamalkannya. Wallahu a’lam. (*)