Foto: Mohamad Ansori, owner Gift Travel, Semarang, terharu bisa umrah saat pandemic Covid-19. |
HAJIMAKBUL.COM - Kalangan biro umrah atau Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPUI) menyambut positif undangan Arab Saudi kepada Menteri Agama RI Yaqut Cholil Qoumas untuk membahas penyelenggaraan umrah 1443 Hijriyah. Hal ini sinyal dibukanya pintu umrah bagi jamaah asal Indonesia. Bahkan, Kementerian Agama (Kemenag) memperkirakan pertengahan bulan November 2021 ini Arab Saudi sudah mengizinkan jamaah umrah Indonesia menunaikan ibadah di Tanah Suci.
Namun demikian, PPUI masih harap-harap cemas sebab khawatir aturan umrah tidak banyak berubah. Misalnya soal ketentuan satu pintu bagi pemberangkatan jamaah. Ketua Dewan Pimpinan Daerah Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (DPD Amphuri) Jatim, Mohammad Sufyan, saat dihubungi membenarkan bila undangan Arab Saudi bagi Menag RI itu menjadi angin segar bagi pemberangkatan jamaah umrah Indonesia.
"Info yang beredar memang seperti itu tapi apabila ada keberangkatan yang masih tetap lewat satu pintu Jakarta saja, sepertinya banyak teman-teman PPIU masih menunggu, tidak memberangkatkan jamaah dulu," kata pemilik biro travel haji dan umrah Al Multazam ini kepada Global News Rabu 10 November 2021.
M. Sufyan berharap tidak ada diskriminasi terhadap jamaah umrah untuk keberangkatan. “Mengapa untuk jamaah umrah harus karantina satu hari, sedangkan perjalanan ke luar negeri lain tidak diberlakukan,” ujarnya.
Mohamad Ansori, owner Gift Travel, Semarang, juga menyebut senada. Pria yang sering travel keliling dunia ini mengakui banyak faktor yang membuat Arab Saudi tidak segera membukakan pintu bagi jamaah umrah Indonesia. Salah satunya karena kasus Covid-19 di Indonesia naik- turun, alias tidak stabil. "Dan penanganan Covid di Indonesia dirasa oleh KSA (Kerajaan Saudi Arabia) kurang maksimal. Kemudian, tentang jangkauan vaksinasi yang belum merata, serta jenis vaksin yang kebanyakan dipakai di Indonesia itu Sinovac," katanya kepada Global News, Rabu (10/11/2021).
Dia juga membenarkan hampir semua penyelenggara umrah atau PPIU menolak aturan satu pintu sebab sangat memberatkan bagi jamaah. Padahal sebenarnya Jakarta yang menjadi satu-satunya pintu keluar masuk pemberangkatan umrah hanya menyumbang sedikit dari seluruh jumlah jamaah umrah setiap tahunnya. "Yang banyak justru dari Surabaya, Makassar, Medan, Aceh, dan daerah lain. Jamaah dari daerah itu dulu langsung bisa ke KSA dan jumlahnya banyak," katanya.
Karena itu Mohammad Ansori berharap lobi Menag RI ke Arab Saudi bisa segera membuka pintu umrah untuk jamaah Indonesia tanpa syarat karantina khusus, dan tanpa syarat vaksin booster bagi yang memakai sinovac karena hampir tidak mungkin dapat vaksin booster, kalau bukan nakes.
"Kalau syarat dan ketentuannya masih sama, kami enggan memberangkatkan jamaah umrah. Kami tidak ada keberangkatan tahun ini, kecuali kebijakannya berubah dan tidak memberatkan jamaah dan penyelenggara umrah," ujarnya.
Dia tidak mempersoalkan karantina asal tidak lebih dari tiga hari. "Dan di daerah asal, misalnya jamaah asal Surabaya atau Jatim ya di Surabaya dll. Sedang di Saudi kami patuh dan setuju seperti kebijakan umrah pandemi tahun 2020 kemarin. Tiga hari di Makkah. Kami berharap vaksin booster dihapuskan," kata pria yang November 2020 lalu merasakan umrah di awal pandemi covid-19 ini.
Seperti diketahui Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas diundang ke Arab Saudi untuk bertemu dengan pihak Kementerian Urusan Islam Arab Saudi dan Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi. Hasil pertemuan ini akan menjadi kabar gembira bagi calon jamaah umrah dan haji Indonesia. Pertemuan ini akan menjadi yang pertama setelah adanya pergantian menteri di masing-masing negara.
"Memang banyak pergeseran di sana juga menteri sudah berganti, menteri urusan haji dan Menteri Agama Republik Indonesia juga diundang dalam beberapa waktu ke depan untuk bisa bertemu dengan kementerian di sana juga, Kementerian Urusan Islam, syukur-syukur Insya Allah bisa bertemu Kementerian Urusan Haji semakin memperkuat," kata Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kementerian Agama Hilman Latief dalam Special Dialogue Okezone.
Umrah Saat Pandemi
Sementara itu Mohammad Ansori mengaku saat umrah di awal pandemi, dia berangkat ke Tanah Suci bersama rombongan dari perwakilan penyelenggara umrah dan haji. Saat itu berjumlah sekitar 46 orang yang diberangkatkan dari berbagai daerah dan berbagai travel agent.
"Hari pertama kami stay di hotel Jakarta untuk swab. Hasilnya keesokan harinya, dari anggota rombongan kami kalau tidak salah, dari 18 orang, 7 orang positif covid-19. Dan yang 11 orang negatif dan bisa berangkat. Akhirnya kami berangkat, memakai maskapai Saudia Airlines. Di dalam pesawat duduk kami ditata menggunakan standard protokol kesehatan (yang berjarak). Begitu landing juga dibuat tertib, semua diatur untuk keluar satu per satu, bergiliran dan berjarak, setiba di kedatangan, kami disambut petugas kesehatan yang sudah sigap, langsung mengarahkan kami untuk ke Imigrasi, hampir tidak ada antrean yang terjadi. Dalam sejarah saya lebih dari 5 kali ke Tanah Suci (termasuk haji) baru kali ini saya melihat counter Imigrasi Jeddah buka semua, dan tidak ada antrean. Kalau suasana normal antreannya, masya Allah, apalagi kalau haji, panjang sekali antreannya," katanya.
Begitu selesai Imigrasi, kata dia, langsung ada petugas kesehatan yang mengecek surat PCR jamaah. Termasuk dicek suhu tubuh dan lain-lain. "Begitu selesai, kita langsung menuju bus yang sudah disiapkan, untuk bagasi dan lain-lain sudah diambilkan dan ditata oleh petugas, dimasukkan ke bus yang sudah menunggu. Kami harus masuk bus sesuai dengan daftar nama yang ada, tidak diperkenankan tukar posisi atau pindah-pindah. Di dalam bus juga semuanya taat prokes," katanya.
Sampai di hotel semua rapi antre masuk. Koper dan barang bawaan jamaah disemprot disinfektan. "Begitu sudah dapat kamar, kami langsung ke kamar masing-masing. Selama tiga hari kami harus di dalam kamar saja, tidak boleh keluar, makanan akan diantar di depan kamar 3 kali sehari, makanan berlimpah. Hari ke-2 kami PCR, hari ke-3 hasilnya keluar. Alhamdulillah rombongan kami semua tidak ada yang positif," katanya.
Lalu bagaiman awalnya bisa umrah? "Kami sudah diberitahu untuk bisa umrah saat itu, kami sudah siap-siap dan ba’da Ashar sudah berihram dan hendak mengambil miqod. Bahkan kami sudah dilepas secara resmi oleh KJRI Jeddah, karena kami adalah rombongan umrah ketiga saat pandemi. Seingat saya begitu. Tapi beberapa saat kemudian, kami diminta turun dari bus dan kembali ke kamar, karena ada kabar, di Masjidil Haram ada orang yang positif. Jadi disterilkan semua. Baru hari berikutnya kami bisa umrah. Kami hanya diizinkan umrah 1 kali. Dan sholat Jumat. Masuk ke Masjidil Haram sudah menggunakan aplikasi, dan tidak setiap orang bisa masuk kalau belum terdaftar pada aplikasi tersebut," katanya.
Saat rombongan masuk area Masjidil Haram, kata dia, kondisinya lengang, Tawaf juga lengang, sholat juga begitu lengang. "Ada perasaan lain. Ada rasa haru, gembira, sedih, campur aduk rasanya," katanya.
Hari berikutnya, kata dia, rombongan diizinkan untuk berangkat ke Madinah. "Kami rombongan ketiga, rombongan 1 tanggal 1 November dan rombongan ke-2 tanggal 5 November, rombongan ke-3 tanggal 8 November. Tapi yang kondisinya paling aman, semuannya negatif, taat aturan, dan diizinkan ke Madinah hanya rombongan kami," katanya.
Saat itu umrah dibuka secara khusus dengan kuota harian sangat terbatas. "Kuota yang bisa berangkat umrah sangat terbatas, kalau dulu kan ribuan jamaah per hari," katanya.
Bagaimana dengan biaya umrahnya? Sebab dengan situasi seperti tersebut biaya bisa membengkak? Menurut Ansori sebenanya tidak membengkak.
"Sebenarnya sama saja sih kalau dihitung-hitung, kemarin biayanya kurang lebih Rp 35 juta dengan layanan yang mewah. Ya, pesawat direct, hotel bintang 5 (Conrad dan group), makanan full board, bus bagus, walau tidak ada city tour, tapi tetap saja pelayanan yang didapat lebih bagus kok. Dulu saat tidak pandemi juga segitu kurang lebihnya. Kalaupun lebih mahal, juga hanya kisaran 2-3 jutaan saja. Tapi saat itu sangat longgar, tidak berjubel, satu kamar 2 orang, bahkan saya sendiri satu kamar yang luas dan bagus. Sangat nyaman," katanya.
Ansori mengaku merasakan sungguh nikmat umrah saat itu. Mengapa?
“Kami terharu dan gembira, karena cukup lama umrah ditutup. Dari Februari-Oktober. Dan saya terakhir ke Tanah Suci bulan Desember tahun 2019 sampai Januari awal 2020, dan dengar kabar di-lockdown tanah suci, bahkan haji juga cuma untuk sedikit orang. Sungguh sedih. Begitu diberitahu ada kesempatan umrah saya langsung daftar dan bisa berangkat. Itu sangat membuat saya terharu, berasa pertama kalinya ke Tanah Suci. Di Masjidil Haram juga kondisinya lengang, tidak desak-desakan. Bahkan waktu di Madinah juga lengang, masuk ke Raudhoh sangat nikmat, tidak rebutan, tidak desak-desakan. Ini yang membuat saya sangat terharu,” katanya. (gas)