Wartawan Hajimakbul.com Purnomo Siswanto bersama istri usai Tawaf. |
HAJIMAKBUL.COM - Pemerintah Indonesia akhirnya menolak tambahan 10.000 kuota haji 2022 yang diberikan oleh Pemerintah Arab Saudi. Hal itu karena pemberitahuannya dinilai terlalu mepet dengan pelaksanaan haji sebab waktu yang tersedia sudah tidak memungkinkan lagi. Apalagi, Arab Saudi menetapkan bahwa kuota tambahan itu hanya untuk haji reguler sehingga penyiapannya harus berdasarkan ketentuan yang berlaku di E-Hajj.
Jamaah haji sendiri semakin memadati Kota Makkah. Wartawan Hajimakbul.com dan Global News, Purnomo Siswanto, yang tengah berhaji melaporkan, dia dan rombongan baru memasuki Kota Makkah. "Alhamdulillah barusan masuk Makkah dan sudah umrah saat memasuki Makkah. Kota Makkah semakin padat," katanya.
Menanggapi penolakan RI atas kuota tambahan itu, Direktur Utama Atria Tour & Travel, Zainal Abidin SE, sangat menyayangkan Kementerian Agama (Kemenag) tidak mengambil kuota haji tambahan sebanyak 10.000 tersebut. Pasalnya, menurut dia, sistem E-Hajj sangat mungkin dengan sisa waktu yang tersedia untuk memproses kuota tambahan tersebut.
"Tapi menurut pemberitaan di medsos, ada kemungkinan berkaitan dengan pembiayaan terkait selisih yang sebelumnya tidak dibebankan kepada jamaah alias dari sumber lain. Jika sudah begitu kan repot, apabila dikaitkan dengan persediaan anggaran dari sumber lain (alias bukan dari jamaah itu sendiri). Padahal syarat berhaji adalah istithoah (alias bukan dari subsidi). Ini repot jika istithoah dikaitkan dengan kemampuan subsidi dari pemerintah," kata Zainal Abidin kepada Hajimakbul.com dan Global News, Rabu (29/6/2022).
Padahal, tambahan kuota itu sangat ditunggu oleh para calon jamaah haji yang sudah menunggu selama bertahun-tahun. "Jika kuotanya ada, jalannya aman, sudah seharusnya bisa digunakan bagi yang istithoah. Tapi yang terjadi ditolak karena dipandang berisiko. Pertanyaannya, apa saja risikonya? Jadi, sangat amat disayangkan saat ditawari kuota tambahan malah ditolak, di sisi lain daftar tunggu puluhan tahun tidak dipertimbangkan. Hanya karena takut dengan risiko dan payung hukum. Sementara masyarakat banyak menempuh jalan lain, seperti visa Furoda/ Mujamalah yang hingga saat ini masih diperebutkan padahal tidak dijamin kepastiannya. Anehnya kuota tambahan yang sudah pasti ditolak dengan alasan karena mepetnya waktu," kata Zainal Abidin.
Bahkan, tambah Zainal Abidin, masyarakat yang tidak mengerti masalah haji ada yang menempuhnya dengan visa ziarah. Padahal ini sudah dipastikan tidak bisa digunakan untuk berhaji. "Apa artinya? Demikian besarnya harapan umat Islam untuk bisa menunaikan ibadah haji ketika mereka sudah istithoah. Semoga tambahan kuota haji 10.000 dapat dimanfaatkan oleh kaum muslimin yang memerlukannya. Dengan harapan pemerintah menjadi fasilitator dalam mendistribusikannya. Amiin," katanya.
Zainal menegaskan, bila haji reguler tidak mungkin, PIHK (Penyelenggara Ibadah Haji Khusus) sangat siap melakukannya. Sementara bila perlu payung hukum, apakah tidak bisa dengan Perpu, karena ada kekosongan hukum di saat-saat yang mendesak yaitu over demand dari supply yang tersedia sangat jomblang.
"Kondisi seperti ini akan selalu berulang. Misalnya ada negara supply yang tidak bisa menggunakan kuotanya karena satu dan lain hal. Biasanya ini selalu mendadak. Harapan rakyat tentunya ingin punya pemimpin yang sanggup menanggung risiko dari suatu keadaan yang emergency. Itulah seharusnya bedanya pemimpin dan yang dipimpin," katanya.
Arab Saudi Memahami
Sebelumnya Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama, Hilman Latief, mengatakan, pihaknya telah menerima pemberitahuan resmi dari Arab Saudi terkait adanya kuota tambahan tersebut. Surat pemberitahuan itu diterima pada 21 Juni 2022 malam.
“Kementerian Agama terus berkomunikasi intensif setelah menerima surat resmi dari Saudi terkait adanya tambahan kuota sebesar 10.000. Kita berkomunikasi intensif dengan berbagai pihak, termasuk Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi,” kata Hilman Latief setibanya di Jeddah, Arab Saudi, Rabu (29/6/2022).
Hilman menjelaskan, secara resmi, surat dari Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi juga sudah dijawab oleh Kementerian Agama. Intinya Indonesia tidak mengambilnya. Terkait hal itu Arab Saudi pun memahami kondisi dan sistem haji yang berlaku di Indonesia.
"Mereka paham tentang ketentuan porsi, nomor urut dan lainnya. Berdasarkan regulasi, haji memang harus dijalankan sesuai aturan yang berlaku,” ujarnya.
Bertolak dari itu, Ketua Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi, Arsad Hidayat, pun meminta kepada Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi agar menetapkan kuota haji 2023 lebih awal. Jika sudah normal, penetapan kuota haji 2023 bisa dituangkan dalam nota kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU).
"Kalau seandainya juga nanti kuota di 2023 kembali normal, saya kira kita nanti minta dari sisi pemerintah dalam hal ini kementerian haji untuk menyiapkan MoU yang di dalamnya termasuk penetapan kuota itu dari awal," kata Arsad yang juga menjabat Direktur Bina Haji PHU Kementerian Agama, di Makkah, Rabu (29/6/2022).
Arsad mengharapkan jika memungkinkan setelah selesai pelaksanaan haji 2022, paling lambat November-Desember sudah ada undangan untuk melaksanakan MoU penetapan kuota haji 2023. Hal ini agar persiapan dari sisi pemerintah dan DPR akan jauh lebih baik termasuk tambahan kuota haji. "Saya kira kalau pun mau diberi tambahan kuota ya waktunya harus cukup sehingga tidak menyusahkan semua pihak," ujarnya.
Tak Masuk E-Hajj
Wakil Ketua Komisi VIII DPR, Diah Pitaloka, juga buka suara soal tambahan 10.000 kuota haji 2022 untuk Indonesia yang diberikan oleh Arab Saudi. Menurut Diah, hingga saat ini tidak ada pembahasan soal tambahan 10.000 kuota haji 2022. Hal ini karena tidak masuk ke dalam sistem e-hajj.
"Memang di e-hajj itu tidak masuk. Dan, karena tidak masuk kita tidak punya landasan untuk membicarakannya secara resmi kecuali masuk dalam sistem e-hajj," kata Diah saat ditemui di Makkah Selasa (28/6/2022).
Diah mencontohkan saat pembahasan penambahan biaya Masyair untuk Arafah, Muzdalifah dan Mina (Armuzna) yang masuk ke dalam e-hajj, sehingga ada pembicaraan antara Kementerian Agama dengan Komisi VIII DPR sebagai mitra kerja. Dengan demikian, pihaknya tidak bisa membahas lebih lanjut soal kabar tambahan 10.000 kuota haji karena tidak ada landasan di sistem e-hajj. Terlebih lagi, pemberangkatan jamaah haji Indonesia segera closing date pada 3 Juli 2022, sehingga konsentrasinya masih pada jamaah haji yang akan berangkat ke Tanah Suci.
"Kalau sekarang tambahan agak susah ya karena menyangkut pendanaannya juga. Nilai manfaat dana haji lalu persiapan di Tanah Air, ini tanggal 3 Juli Saudi sudah tutup. Kita enggak bisa nunggu ini tiba-tiba dapat kuota tambahan di tanggal 2 kan enggak," kata Diah.
Menurut Diah, pembahasan kuota tambahan bukan terletak pada pembicaraan Kementerian Agama dan DPR, melainkan pada sistem e-hajj. Apalagi anggota DPR sekarang sudah berada di Makkah.
"Masalahnya bukan akan dibicarakan atau tidak, kuotanya tidak ada di E-hajj. Jadi kita tidak bisa bahas. Jadi sudah selesai masalahnya, tidak ada karena memang secara eksistensi kuotanya tidak termasuk dalam ruang formal itu," ungkapnya.
Di tempat yang sama, Ketua PPIH Arab Saudi Arsad Hidayat membenarkan hal itu. "Kalau tidak ada dalam e-hajj, saya kira kalau suara di luar berkembang, bagaimana kalau tidak ada di e-hajj kita juga tidak bisa," ujar Arsad.
Arsad menjelaskan, saat ini fokus pelayanan pada keberangkatan jamaah haji yang masih berada di Tanah Air. Jika mendapat kuota tambahan, Arsad berharap itu dapat diberikan jauh sebelum keberangkatan.
"Apalagi semua petugas bahkan tim pengawas juga sudah sampai di Arab Saudi, saya kira itu yang perlu menjadi bahan pertimbangan tadi, saya kira bagus usulannya kalau pun mau diberi tambahan kuota ya waktunya harus cukup," katanya.
Sekadar informasi, E-hajj merupakan sistem penyelenggaraan haji berbasis elektronik yang diterapkan Arab Saudi secara seragam dan serentak kepada seluruh negara yang mengirim jamaah haji. Saat mengisi e-hajj, maka harus diisikan nama pemegang paspor, lokasi penginapan, moda transportasi yang digunakan, hingga perusahaan katering yang disewa serta jaminan kesehatan.
E-hajj juga sebuah sistem elektronik haji yang di dalamnya ada beberapa informasi tentang penyelenggaraan haji yang di antaranya soal kuota yang Indonesia terima, sekaligus pembagiannya terbagi tiga, yaitu kuota haji reguler, kuota jamaah haji khusus, dan kuota petugas.
Kuota Normal
Wakil Ketua Komisi VIII DPR Diah Pitaloka menilai kebijakan haji yang ditetapkan pemerintah Arab Saudi hanya komunikasi searah. Untuk itu dibutuhkan adanya komunikasi dua arah yang lebih intensif agar pelaksanaan ibadah haji 2023 bisa berjalan dengan baik termasuk jika ada kuota tambahan.
"Selama ini dua arah, tapi normatif untuk bisa persiapan kita bisa lebih matang misalnya kuota tambahan kita maksimal ini sebelum ada penetapan biaya haji, kuota itu sudah fix Indonesia berapa. Ini kalau misalnya tinggal seminggu, tinggal 3 hari kita enggak bisa begitu juga," tukasnya.
Sebelumnya, kuota haji Indonesia pada tahun depan berpeluang mencapai 275.000 jamaah. Namun, hal ini harus memenuhi seluruh aspek dari keputusan Arab Saudi hingga faktor kesehatan.
Menurut Duta Besar Indonesia untuk Kerajaan Arab Saudi, Abdul Aziz Ahmad, normalitas jumlah kuota haji sangat tergantung bukan hanya hubungan baik tetapi juga kondisi kesehatan secara global.
"Jadi ini berkaitan soal pandemi, kalau pandeminya dianggap selesai saya kira kemungkinan besar Saudi akan mengembalikan kepada kondisi yang semula," kata Abdul Aziz di Kantor Daker Makkah, Jumat (24/6/2022).
Dubes menyebut bahwa penduduk Indonesia sudah mengalami peningkatan dan kini diprediksi mencapai 260 juta hingga 265 juta penduduk. "Artinya harus ada tambahan jumlah jamaah dari 220 ribu menjadi 265 ribu terus ada tambahan lagi 10 ribu jadi 275 ribu. Itu kalau kondisinya normal dan usulan kita setiap permohonan kuota dikabulkan," kata Dubes.
Sementara itu, hingga saat ini kedatangan jamaah haji reguler mencapai 78.839 jamaah haji. Jumlah jamaah ini merupakan akumulasi dari pemberangkatan jamaah haji gelombang I yang mendarat di Madinah dan gelombang II di Jeddah. Demikian berdasarkan laporan harian Kantor Urusan Haji per 28 Juni 2022 malam di Makkah.
Sebanyak 45.537 jamaah yang berangkat pada gelombang pertama dan mendarat di Bandara Amir Muhammad bin Abdul Aziz (AMAA) Madinah, sudah berada di Makkah. Sementara itu, berdasarkan data Siskohat, total jamaah yang sedang dirawat ada 90, terdiri atas 87 dirawat di Makkah, 2 di Madinah, dan 1 di Jeddah dengan rincian 74 dirawat di KKHI (72 KKHI Makkah, 2 KKHI Madinah), 15 di RSAS Makkah, 1 di RSAS Jeddah. (gas/kmg/okz)