×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Allah Sudah Mengundang, Biaya Haji Naik Tak Masalah!

Sunday, January 22, 2023 | 09:06 WIB Last Updated 2023-01-22T02:06:52Z

Zainal Abidin

 

HAJIMAKBUL.COM - Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (AMPHURI) Jawa Timur dan kalangan biro haji dan umrah menilai wajar biaya haji tahun ini naik.   Pasalnya, biaya-biaya terkait penyelenggaraan ibadah haji juga mengalami kenaikan.


Seperti diketahui Kementerian Agama mengusulkan kenaikan biaya haji yang harus ditanggung calon jamaah dari Rp 39,8 juta menjadi Rp 69,1 juta per orang. Beberapa calon haji dan sebagian anggota DPR menolak usulan tersebut.


"Menurut saya, biaya seperti yang diusulkan oleh Kemenag itu masih di bawah harga yang harus dibayar (jamaah), terkait akomodasi dan lain-lain. Artinya masih lebih murah dari yang seharusnya. Tentu selisih tersebut  diperoleh dari nilai manfaat dari dana yang dikelola oleh BPKH (Badan Pengelola Keuangan Haji) plus subsidi," kata Direktur Utama Atria Tour & Travel, Haji Zainal Abidin SE, kepada DutaIndonesia.com, Minggu (22/1/2023).


"Jika DPR tidak setuju, alasannya tentu bukan teknis, tapi lebih kepada politis. Seolah-olah untuk kepentingan rakyat. Tetapi pertanyaannya, betulkah jamaah calon haji membutuhkan subsidi dibanding dengan pelayanan? Bukankah jamaah haji secara syariat adalah orang-orang yang disyaratkan mampu?" kata Zainal Abidin.


Logikah ilahiyah memang harus disertai keyakinan yang kuat. Bila Allah SWT mengundang umatnya untuk menjadi tamunya dalam berhaji, Allah pula yang pasti memampukan secara finansial maupun fisik dan psikis. Karena itu, Allah mensyaratkan umatnya wajib berhaji bila mampu. Bila tidak mampu, tentu saja tidak wajib.


"Berapa pun biaya haji pasti bisa bila Allah sudah mengundang umatnya. Nominal persisnya biaya haji saya tidak punya data. Tapi dengan model pelayanan haji reguler yang seperti itu (bagusnya), biayanya akan mencapai  90 jutaan rupiah. Karena itu, BPIH seperti yang diusulkan Kemenag itu masih di bawah biaya yang sesungguhnya," katanya.


Ketua DPD AMPHURI Jatim, Haji Muhammad Sufyan Arief, juga menilai wajar kenaikan BPIH tersebut. "Ya, karena itu berkaitan dengan banyaknya kenaikan biaya, baik pesawat maupun hotel di Makkah dan Madinah," katanya.


Namun menurut Sufyan, kenaikan itu bisa dilihat dengan mengacu pada pelunasan jamaah haji tahun 2022 sebesar 43 jutaan rupiah. "Naiknya sekitar 70 persen," katanya.


Seperti diberitakan DutaIndonesia.com sebelumnya, pemerintah melalui Kementerian Agama (Kemenag) mengusulkan kenaikan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) 1444 H/2023 M yang harus ditanggung jamaah dari sebelumnya Rp 39,8 juta menjadi Rp 69,1 juta per orang. Para calon jamaah haji pun merasa keberatan sebab kenaikannya cukup besar. Padahal, informasi dari Arab Saudi, negeri kerajaan itu justru menurunkan paket layanan haji 1444 H sekitar 30% dari harga yang mereka tetapkan tahun 2022.

"Kenaikan itu terlalu besar. Kenaikan sih wajar sebab biaya-biaya haji di Tanah Air dan Arab Saudi juga naik, tapi jangan terlalu besar-lah, sebab nanti akan memberatkan jamaah. Toh Arab Saudi kabarnya menurunkan harga paket layanan di sana, kan ironis ini," kata Achmad Yani, calon jamaah haji dari Sidoarjo, Jawa Timur, Minggu (22/1/2023).




Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Hilman Latief membenarkan bahwa Arab Saudi memang menurunkan paket layanan haji 1444 H sekitar 30% dari harga yang mereka tetapkan tahun 2022.   Namun, menurutnya, penurunan paket haji itu juga sudah diperhitungkan dalam usulan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) 1444 H/2023 M yang disusun pemerintah.


Dikutip dari kemenag.go.id, Hilman menjelaskan, bahwa  Pemerintah Arab Saudi menurunkan biaya paket layanan haji. Adapun yang dimaksud dengan paket itu adalah layanan dari 8-13 Zulhijjah di Arafah, Muzdalifah, dan Mina atau yang biasa disebut juga dengan Armuzna atau Masyair.


Untuk warga domestik, Pemerintah Arab Saudi menawarkan empat paket layanan Masyair tahun 1444 H/2023 M


1. Mulai SAR 10,596 - SAR 11,841 (sekitar Rp43 juta - Rp48 juta).


2. Mulai SAR 8,092 - SAR 8,458 (sekitar Rp33 juta - Rp34,5 juta).


3. Mulai SAR 13,150 (sekitar Rp53,6 juta).


Arab Saudi menawarkan juga paket keempat, mulai SAR 3,984 (sekitar Rp16 juta), namun tidak ada layanan di Mina (hanya akomodasi dan konsumsi di Arafah dan Muzdalifah)


“Itulah yang disebut paket layanan haji yang ditangani oleh Syarikah atau perusahaan di Saudi. Harganya pada tahun lalu karena alasan pandemi, naik sangat signifikan. Tahun ini alhamdulillah diturunkan. Jadi terkait paket layanan haji di Masyair, hitungan dalam usulan BPIH pemerintah juga turun, kisarannya juga 30% dan itu sangat signifikan,” tegas Hilman di Jakarta, Sabtu (21/1/2023) kemarin.


"Tahun lalu paket layanan haji (Masyair) 2022 sebesar SAR5.656,87. Alhamdulillah tahun ini selain turun, Kemenag berhasil negosiasi hingga menjadi SAR4.632,87. Turun sekitar SAR1.024 atau 30%," katanya.


Jadi dalam usulan BPIH tahun ini, kata Hilman, pemerintah sudah melakukan penyesuaian harga sesuai yang ditetapkan Saudi. Meski demikian, pihaknya tetap mempertahankan kualitas layanan bagi jamaah di Masyair.


“Kepada perusahaan penyedia layanan, kami tetap meminta komitmen agar dengan harga yang ditetapkan pemerintah Saudi itu, layanan yang diberikan kepada jamaah juga tetap berkualitas,” jelasnya.


Namun demikian, kata Hilman, komponen BPIH tidak hanya paket layanan haji. Komponen biaya haji yang diusulkan pemerintah kepada DPR itu juga mencakup layanan akomodasi, konsumsi, dan transportasi selama di Arab Saudi, baik Jeddah, Makkah, maupun Madinah. 


"Di luar Masyair, masa tinggal jamaah sekitar 30 hari, baik di Makkah maupun Madinah. Ini kita siapkan semua layanannya," kata Hilman.


Selain itu, penyusunan usulan BPIH juga memperhatikan komponen kurs Dollar (USD) dan kurs Riyal (SAR). Dalam usulan itu, asumsi yang digunakan adalah Rp15.300 untuk kurs 1USD, dan Rp4.080 untuk kurs 1SAR. Pada 2022, kurs SAR yang digunakan adalah Rp3.846. Untuk kurs USD tahun 2022 adalah Rp14.425.


Hal lain yang menjadi perhatian adalah komponen pesawat. Sebab, ini sangat bergantung pada harga avtur. 


“Usulan pemerintah terkait BPIH 1444 H itu belum final, karena terbuka untuk dibahas bersama dengan Komisi VIII DPR. Semoga kita bisa mendapatkan rumusan yang paling pas terkait biaya haji tahun ini,” tandasnya.


Kenapa Bipih Naik?


Kemenag mengusulkan BPIH tahun ini naik dibanding 2022. Kenaikannya sebesar Rp514.888,02. Sebab, rata-rata BPIH yang diusulkan tahun ini adalah Rp98.893.909,11. Sementara rerata BPIH 2022 sebesar Rp98.379.021,09.


Lantas, kenapa Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) yang dibayar jamaah dalam usulan pemerintah justru naik? 


Hilman menjelaskan bahwa itu terjadi karena perubahan skema persentase komponen Bipih dan Nilai Manfaat. Pemerintah mengajukan skema yang lebih berkeadilan dengan komposisi 70% Bipih dan 30% nilai manfaat.


"Hal ini dimaksudkan untuk menjaga agar nilai manfaat yang menjadi hak seluruh jamaah haji Indonesia, termasuk yang masih mengantre keberangkatan, tidak tergerus habis," terang Hilman Latief di Jakarta, Sabtu (21/1/2023). 


Menurutnya, pemanfaatan dana nilai manfaat sejak 2010 sampai dengan 2022 terus mengalami peningkatan. Pada 2010, nilai manfaat dari hasil pengelolaan dana setoran awal yang diberikan ke jamaah hanya Rp4,45 juta. Sementara Bipih yang harus dibayar jamaah sebesar Rp30,05 juta. Komposisi nilai manfaat hanya 13%, sementara Bipih 87%. 


Dalam perkembangan selanjutnya, komposisi nilai manfaat terus membesar menjadi 19% (2011 dan 2012), 25% (2013), 32% (2014), 39% (2015), 42% (2016), 44% (2017), 49% (2018 dan 2019). Karena Arab Saudi menaikkan layanan biaya Masyair secara signifikan jelang dimulainya operasional haji 2022 (jamaah sudah melakukan pelunasan), penggunaan dan nilai manfaat naik hingga 59%. 


"Kondisi ini sudah tidak normal dan harus disikapi dengan bijak," jelasnya.


Nilai manfaat, lanjut Hilman, bersumber dari hasil pengelolaan dana haji yang dilakukan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). Karenanya, nilai manfaat adalah hak seluruh jamaah haji Indonesia, termasuk lebih dari 5 juta yang masih menunggu antrean berangkat. Mulai sekarang dan seterusnya, nilai manfaat harus digunakan secara berkeadilan guna menjaga keberlanjutan. 


"Tentu kami juga mendorong BPKH untuk terus meningkatkan investasinya baik di dalam maupun luar negeri pasca pandemi Covid-19 ini, sehingga kesediaan nilai manfaat lebih tinggi lagi," tambahnya.


Jika komposisi Bipih dan Nilai Manfaat masih tidak proporsional, maka nilai manfaat akan cepat tergerus dan tidak sehat untuk pembiaayaan haji jangka panjang.  


"Jika komposisi Bipih (41%) dan NM (59%), dipertahankan, diperkirakan nilai manfaat cepat habis. Padahal jamaah yang menunggu 5-10 tahun akan datang juga berhak atas nilai manfaat," urainya.


Untuk itulah, kata Hilman, Pemerintah dalam usulan yang disampaikan Menag  saat Raker bersama Komisi VIII DPR, mengubah skema menjadi Bipih (70%) dan NM (30%). "Mungkin usulan ini tidak populer, tapi Pak Menteri melakukan ini demi melindungi hak nilai manfaat seluruh jamaah haji sekaligus menjaga keberlanjutannya," tegasnya.


"Ini usulan pemerintah untuk dibahas bersama Komisi VIII DPR. Kita tunggu kesepakatannya, semoga menghasilkan komposisi paling ideal! Amin," katanya. (gas)

×
Berita Terbaru Update