Ormas Islam Muhammadiyah menetapkan Idul Adha 1444 Hijriyah jatuh pada hari Rabu (28/6/2023). Untuk itu laman muhammadiyah.or.id sudah menurunkan beberapa khutbah Sholat Idul Adha. Berikut ini salah satu khutbah Sholat Idul Adha tahun 2023 tersebut:
الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ، وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ عَلَى أُمُورِ الدُّنْيَا وَالدِّينِ، وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلىَ أَشْرَفِ اْلأَنْبِيَاءِ وَ اْلـمُرْسَلِينَ وَعَلىَ آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْـمَـعِينَ
أَشْهَدُ أَن لاَّ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ, وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
اَللَّهُ اَكْبَرْ اَللَّهُ اَكْبَرْ ـ لآاِلَهَ اِلاَّ اللَّهُ ـ اَللَّهُ اَكْبَرْ اَللَّهُ اَكْبَرْ وَلِلَهِ الْحَمْدُ
Alhamdulillah segala puji bagi Allah, Yang Maha Awal tanpa permulaan, Yang Maha Akhir tanpa penghujung, dan Yang Maha Abadi tanpa perubahan.
Shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Nabi Muhammad Saw, pemimpin orang-orang saleh, kekasih Sang Penguasa Yang Maha Perkasa, pembawa berita gembira dari Yang Maha Pengampun, dan mata air teladan bagi umat manusia. Demikian pula kepada keluarga dan para sahabat yang dimuliakan.
Jamaah Salat Id yang berbahagia,
Semoga kita senantiasa menjadi hamba-hamba Allah yang terus memelihara keislaman, memperkuat keimanan, dan memperteguh keihsanan.
Di zaman tunggang-langgang seperti ini, rasa-rasanya merawat Islam, iman, dan ihsan adalah sesuatu yang sukar. Di saat ini, ritual keagamaan hanya dipandang sebagai sisa-sisa Zaman Kegelapan (The Dark Ages). Era ini telah dilampaui masyarakat Barat dalam terang industrialisasi modern. Gagasan menghabiskan sumber daya seperti uang, waktu, dan tenaga tanpa menerima pengembalian materi, dipandang sebagai praktik yang tidak ada artinya dan terbelakang.
Modernitas sebagai konsekuensi dari pencerahan Barat menyebabkan umat Islam mengalami apa yang Wael Hallaq sebut sebagai keterputusan epistemik (epistemic rupture). Penjajah kolonial Barat tidak hanya menguasai tanah dan lahan, tapi juga mentalitas umat Islam. Hasilnya sudah bisa ditebak: sesiapa yang mempertahankan keimanan dan ketakwaan akan dipandang secara sinis sebagai kaum tertinggal.
Karena itulah, pada hari yang mulia ini, perkenankan kami mengajak untuk meningkatkan iman dan takwa kita kepada Allah swt., dengan bersitiqamah dan tetap teguh melaksanakan perintahNya, dan pada saat yang sama meninggalkan segala yang dilarang-Nya. Mudah-mudahan, hidup kita akan bertambah mulia, diberkati dan diridhai Allah swt, di dunia ini dan juga di akhirat kelak.
Pagi hari ini pula, segenap kaum muslimin di sejumlah negeri menunaikan salat ‘Idul Adha 10 Zulhijjah 1444 Hijriyah. Segenap kaum muslimin mengumandangkan takbir, tahlil, tahmid, dan tasbih sebagai wujud penghambaan diri kepada Dzat Rabbil- ‘Izzati. Semua bersimpuh diri menunaikan sunnah Nabi untuk meraih ridha dan karunia Ilahi.
Jamaah Salat Id yang berbahagia
Kata kurban (qurban) berasal dari bahasa Arab artinya sesuatu yang dekat atau mendekatkan, yakni dekat dan mendekatkan diri kepada Allah yang memerintahkan ibadah ini. Qurban sering disebut udhhiyah artinya hewan sembelihan. Perintah untuk menyembelih daging kurban ini salah satunya termaktub dalam Al Quran:
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْۗ
“Maka laksanakanlah salat karena Tuhanmu, dan berkurbanlah”
Meski fisik hewannya yang disembelih, tetapi hakikatnya ialah pengorbanan dan pengabdian diri sepenuh hati kepada Ilahi Rabbi. Allah berfirman:
لَنْ يَّنَالَ اللّٰهَ لُحُوْمُهَا وَلَا دِمَاۤؤُهَا وَلٰكِنْ يَّنَالُهُ التَّقْوٰى مِنْكُمْۗ
“Daging (hewan kurban) dan darahnya itu sekali-kali tidak akan sampai kepada Allah, tetapi yang sampai kepada-Nya adalah ketakwaanmu.”
Kurban adalah praktik keagamaan yang berakar dari risalah yang disampaikan oleh Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS sebagai wujud ubudiyah kepada Allah SWT. Keliru kiranya kalau kita memaknai Idul Kurban hanya sebagai pesta-pora konsumsi daging hewan kurban semata.
Pasalnya, sebelum adanya Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail, praktik kurban yang dilakukan para penyembah berhala biasanya dipersembahkan kepada dewa-dewa. Ajarannya ialah di samping kurban hewan dan hasil bercocok tanam, di kalangan penyembah berhala ini berkembang kurban manusia. Kalangan masyarakat Mesir Kuno, misalnya, gadis suci ditenggelamkan ke dalam sungai Nil sebagai persembahan kepada Firaun.
Pada zaman Nabi Ibrahim, dakwah dilaksanakan untuk mengubah kebiasaan para penyembah berhala ini menjadi agama etis, yakni agama yang mengajarkan Tuhan yang baik kepada manusia. Dakwah Nabi Ibrahim menghasilkan suatu teladan, salah satunya mengubah tradisi kurban dari manusia ke hewan peliharaan. Perubahan ini boleh jadi peristiwa besar dalam sejarah kemanusiaan.
Jamaah Salat Id yang dimuliakan Allah
Berdasarkan QS. Al-Hajj ayat 34, salah satu tujuan disyariatkannya ibadah kurban ialah menjadi pribadi al-mukhbitin. Kata “al-mukhbitin” ini berasal dari “al-khabtu” yang maknanya adalah tanah yang keras. Sedangkan menurut salah seorang ulama terkenl yaitu Mujahid, “al-mukhbitin” adalah “al-mujtahiduna fil ‘ibadah” atau orang-orang yang bersungguh-sungguh dalam mengabdi kepada Allah sehingga ia rela mengorbankan harta, pikiran, tenaga dan nyawa.
Sementara itu, karakter “al-mukhbitin” tergambar jelas dalam QS. Al-Hajj ayat 35. Karakter pertama dan yang paling esensial ialah tauhid:
الَّذِيْنَ اِذَا ذُكِرَ اللّٰهُ وَجِلَتْ قُلُوْبُهُمْ
“Orang-orang yang apabila disebut nama Allah hatinya bergetar!”
Ciri pertama ini menandakan bahwa tatkala bibir mengucap asma Allah, hati ikut hanyut dalam kerinduan. Menurut Sayyid Quthub, ungkapan “wajilat qulubuhum” menggambarkan getaran yang menghantarkan perasaan sunyi di dalam hati seorang mukmin ketika dia diingatkan akan Allah, perintah-Nya, atau larangan Allah. Saat berhubungan dengan alam kehidupan, kita sering mengucapkan subhanallah, alhamdulillah, masyaAllah, Allahuakbar, insyaAllah, dan lain-lain.
Karena itu, Islam tak memandang alam dan kehidupan ini sebagai fakta material kering karena secara ontologi selalu berhubungan dengan Allah. Para sufi bahkan menyebut alam, yakni segala sesuatu selain Allah, sebagai ‘tajalli‘ atau penampakan-diri Tuhan. Aspek inilah yang membedakan peradaban Islam dengan yang lain.
Peradaban Barat berakar dari tragedi dan traumatis akut terhadap agama, khususnya Kekristenan. Inilah alasan mengapa mereka menjauhi bahkan memusuhi agama. Ketika mereka menjauhi agama, mereka mengalami kecemasan yang menakutkan namun tak terjelaskan. Selain itu, menegasikan agama dan Tuhan selalu berakhir pada eksploitasi alam secara membabi-buta. Sebagaimana tampak hari-hari ini, kesehatan mental dan pemulihan lingkungan menjadi tema sentral dalam percakapan umat manusia modern.
Jamaah salat id yang berbahagia
Karakter kedua dari pribadi al-mukhbitin ialah penyabar:
وَالصّٰبِرِيْنَ عَلٰى مَآ اَصَابَهُمْ
“Orang yang sabar atas apa yang menimpa mereka”
Sabar adalah konsep psikologis yang melibatkan kemampuan individu untuk mengendalikan emosi, menahan diri, dan bertahan dalam menghadapi situasi yang sulit, menantang, atau menekan. Dalam dunia yang serba tergesa-gesa ini, kesabaran membantu kita untuk melambatkan langkah, menenangkan pikiran, dan menjaga fokus pada tujuan jangka panjang.
Sabar tidak hanya terkait dengan ujian dan musibah semata. Ia juga dapat berhubungan dengan keteguhan dalam menjalankan ibadah atau meninggalkan perbuatan maksiat. Abu Hamid Al Ghazali dalam Mukasyafatul Qulub mengatakan bahwa:
والصبر على اوجه صبر على طاعة الله وصبر على محارمه وصبر على المصيبة
Sabar terdiri dari beberapa bagian, yaitu (1) sabar dalam melakukan ketaatan kepada Allah, (2) sabar dalam menjauhi larangan-larangan Allah, (3) sabar dalam menerima musibah.
Karakter ketiga sebagai pribadi al-mukhbitin ialah tidak melupakan salat:
وَالْمُقِيْمِى الصَّلٰوةِۙ
“Orang yang melaksanakan salat”
Teknologi telah memberikan kita akses tak terbatas ke informasi, hiburan, dan interaksi sosial, yang kadang-kadang dapat mengalihkan perhatian kita dari ibadah. Ketika kita terpaku pada perangkat elektronik kita, seperti hape (handphone), kita dapat terjebak dalam dunia maya yang tak terbatas, sementara waktu yang seharusnya kita habiskan untuk salat terlewatkan.
Salat adalah ibadah yang memungkinkan kita untuk berkomunikasi langsung dengan Allah, mengungkapkan rasa syukur, memohon ampunan. Oleh karena itu, menjaga dan melaksanakan salat secara teratur sangat penting dalam menjaga keseimbangan spiritual kita.
Karakter yang terakhir atau keempat dari pribadi al-mukhbitin ialah suka berderma:
وَمِمَّا رَزَقْنٰهُمْ يُنْفِقُوْنَ
“Orang yang menginfakkan sebagian rezeki yang Allah karuniakan kepada mereka”
Dalam melaksanakan infak, kita mendapatkan pahala dan berkah dari Allah. Infak dianggap sebagai investasi spiritual yang menghasilkan ganjaran dan keberkahan di dunia dan akhirat. Infak juga memperkuat hubungan kita dengan Allah, karena kita menyadari bahwa harta yang kita miliki sebenarnya adalah anugerah dari Allah. Kepemilikan Allah bersifat mutlak, sementara manusia hanya bersifat nisbi.
Infak berkontribusi dalam menciptakan keadilan sosial dengan mengurangi kesenjangan ekonomi dalam masyarakat. Melalui infak, kita dapat membantu masyarakat yang kurang mampu secara finansial untuk mendapatkan akses ke layanan kesehatan, pendidikan, perumahan, dan kebutuhan dasar lainnya. Hal ini membantu memperkuat ikatan sosial dalam masyarakat dan mengurangi kesenjangan yang ada.
Itulah empat karakter al-Mukhbitin yaitu mereka yang senantiasa bergetar tatkala mendengar nama Allah; memiliki sifat sabar; tidak meninggalkan salat; dan gemar menunaikan infak. Semoga dengan Idul Kurban ini, kita benar-benar menjadi seorang mukmin yang memiliki karakter al-Mukhbitin. Karena itu, marilah kita sama-sama berdoa kepada Allah:
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِينَ
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ, اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدّعَوَاتِ
اَلَّلهُمَّ اِنَّا نَسْاءَلُكَ سَلَمَتً فِي الدِّيْنِ وَعَافِيَتَ فِي الْجَسَدِ وَزِيَادَةً فِي الْعِلْمِ وَبَرَكَهً فِي الرِّزْقِ وَتَوْبَةً قَبْلَ الْمَوْتِ وَرَحْمَةً عِنْدَ الْمَوْتِ وَمَغْفِرَةً بَعْدَ الْمَوْتِ بِرَحْمَتِكَ يآاَرْحَمَ الرَّحِمِيْنَ
رَبَّنَآ أَتِنَآ فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَآ عَذَابَ النَّار