Ilustrasi, jamaah haji sedang melaksanakan Sa'i. (Foto: Antara) |
HAJIMAKBUL.COM - Jamaah haji asal Indonesia langsung melakukan umrah wajib saat tiba di Kota Suci Makkah. Setelah melakukan Tawaf mengelilingi Kakbah sebanyak 7 putaran, para jamaah melakukan salah satu rukun dalam melaksanakan ibadah umrah/haji yakni Sa’i. Ibadah Sa'i dilakukan dengan berlari-lari kecil atau berjalan dengan bergegas di antara bukit Shafa ke Marwa berjarak 405 meter, juga sebanyak tujuh kali.
Mengutip dari liputan6.com, secara bahasa, Sa’i memiliki arti berjuang atau berusaha. Namun kemudian, makna Sa’i dkembangkan menjadi sebuah perjuangan hidup yang dilakukan untuk pribadi, keluarga, maupun masyarakat.
Sa’i dimaknai sebagai perjuangan hidup yang pantang menyerah dan tidak putus asa. Bahwa hidup harus dijalani dengan penuh kesabaran, ketaqwaan, serta ketawakalan kepada Allah SWT.
Pelaksanaan Sa’i dilakukan dari bukit Shafa. Ketika berada di Shafa, jamaah naik ke atas bukit menuju Marwah dan kemudian menghadap ke Kakbah. Ibadah Sa’i erat kaitannya dengan kisah Siti Hajar dan putranya Nabi Ismail AS.
Sejarah Sa’i di antara Bukit Shafa dan Marwah berawal ketika Siti Hajar berusaha mencari air untuk putranya Ismail yang tengah kehausan. Ketika itu, Nabi Ibrahim AS diperintahkan oleh Allah SWT untuk meninggalkan istri dan juga anaknya di sebuah gurun yang sangat tandus. Siti Hajar yang merasa bingung dan sedih atas rencana kepergian suaminya pun bertanya “Hendak pergi kemanakah engkau Ibrahim?”.
Mendengar pertanyaan tersebut dari istrinya, Nabi Ibrahim tidak menjawab dan diam saja. Kemudian Siti Hajar menambahkan, “Sampai hatikah engkau Ibrahim meninggalkan kami berdua di tempat sunyi dan tandus seperti ini?”.
Ibrahim masih tidak menjawab dan tidak menoleh sama sekali. Kemudian Siti Hajar berkata kembali, “Adakah ini perintah dari Allah SWT?”. Saat itu, Nabi Ibrahim menjawab, “Ya”. Mendengar jawaban tersebut, hati Siti Hajar menjadi lebih tenang. Lalu kemudian Siti Hajar kembali berkata, ”Jika memang demikian, pastilah Allah tidak akan pernah menyia-nyiakan nasib kita.”
Nabi Ibrahim kemudian pergi meninggalkan Siti Hajar dan juga Ismail dengan membekali mereka makanan dan minuman. Akan tetapi bekal yang diberikan Ibrahim tersebut lama-kelamaan habis juga. Siti Hajar kemudian berusaha mencari air untuk anaknya.
Dari tempat ia berada, Siti Hajar melihat sebuah bukit, yaitu Bukit Shafa. Ia kemudian bergegas mencari air menuju puncak Bukit Shafa, akan tetapi nihil. Ia tidak menemukan apa pun. Kemudian ia bergegas turun ke arah Bukit Marwah, namun nihil juga. Siti Hajar kembali lagi ke Bukit Shafa, dan kembali lagi ke Bukit Marwah. Demikian seterusnya hingga tujuh kali.
Setelah tujuh kali bergegas dari Shafa ke Marwah dan sebaliknya, dari Bukit Marwah Siti Hajar mendengar suara gemericik air. Ia kemudian menghampiri arah suara tersebut. Betapa terkejutnya ia ketika menemukan pancaran air yang deras keluar dari dalam tanah di bawah telapak kaki Nabi Ismail.
Kini air tersebut kemudian dinamakan dengan air Zamzam. Dan hingga saat ini, air Zam-zam tidak pernah surut ataupun kekeringan. Orang-orang Arab yang melintasi kawasan tersebut kemudian memutuskan untuk tinggal sehingga kawasan itu menjadi Kota Makkah yang berkembang.
Di tempat tersebut kemudian dilaksanakan ibadah haji dan umrah oleh seluruh umat muslim di seluruh dunia. Dan peristiwa Siti Hajar tersebut kemudian dijadikan dasar ibadah Sa’i yang saat ini dilakukan ketika ibadah umrah atau haji.
Perintah melaksanakan Sa'i dalam ibadah haji dan umrah tercantum dalam Surah Al-Baqarah ayat 158.
اِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِنْ شَعَاۤىِٕرِ اللّٰهِ ۚ فَمَنْ حَجَّ الْبَيْتَ اَوِ اعْتَمَرَ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِ اَنْ يَّطَّوَّفَ بِهِمَا ۗ وَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًاۙ فَاِنَّ اللّٰهَ شَاكِرٌ عَلِيْمٌ
Arab Latin: Innaṣ-ṣafā wal-marwata min sya'ā`irillāh, fa man ḥajjal-baita awi'tamara fa lā junāḥa 'alaihi ay yaṭṭawwafa bihimā, wa man taṭawwa'a khairan fa innallāha syākirun 'alīm
Artinya: Sesungguhnya Shafa dan Marwah merupakan sebagian syiar (agama) Allah. Maka, siapa beribadah haji ke Baitullah atau berumrah, tidak ada dosa baginya mengerjakan Sa'i antara keduanya. Siapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri, lagi Maha Mengetahui.
Hukum Sa'i
Dijelaskan dalam buku Fiqih Sunnah 3 oleh Sayyid Sabiq, serta Ensiklopedia Fikih Indonesia: Haji & Umrah Pendapat oleh Ahmad Sarwat, para ulama terbagi menjadi tiga dalam penentuan hukum Sa'i dalam ibadah haji dan umrah.
Ulama tiga madzhab yakni Syafi'i, Maliki, dan Hanbali berpendapat bahwa Sa'i termasuk dalam rukun haji. Rukun haji merupakan ibadah yang harus dilakukan, dan kedudukannya lebih tinggi.
Apabila rukun haji ditinggalkan, maka ibadah hajinya batal dan tidak sah, juga tidak bisa diganti dengan dam. Seperti orang sholat tetapi tidak membaca surah Al-Fatihah.
Ketetapan ini didasarkan pada hadits Nabi yang diriwayatkan dari Aisyah RA, ia berkata bahwa Rasulullah bersabda:
ما أتمَّ اللهُ حَجَّ امرئٍ ولا عُمْرَتَه، لم يَطُفْ بين الصَّفا والمروةِ
Artinya: "Allah tidak akan menerima haji atau umrah seseorang yang tidak melakukan Sa'i antara bukit Shafa dan Marwah." (HR. Bukhari)
Mengutip detik.com, madzhab Hanafi berpandangan bahwa Sa'i adalah wajib haji. Yang mana adalah amalan yang harus dikerjakan. Bila Sa'i tidak dilaksanakan, tidak merusak rangkaian ibadah haji. Namun orang yang meninggalkan Sa'i dalam ibadah hajinya, wajib membayar denda atau dam.
Pendapat ini didasarkan oleh alasan bahwa; dalil orang yang mewajibkan Sa'i, hanya menunjukkan wajib secara umum, bukan wajib yang jika ditinggalkan ibadah hajinya tidak sempurna atau batal.
Ayat Al-Qur'an yang dijadikan dalil, yakni Surah Al-Baqarah ayat 158 diturunkan ketika sebagian sahabat Nabi SAW merasa keberatan melakukan Sa'i. Sebab pada masa jahiliyah, bukit Shafa dan Marwah adalah tempat menyembah dua berhala.
Ibnu Abbas RA, Anas bin MaIik RA, Ibnu Zubair RA dalam salah satu riwayat berpendapat bahwa Sa'i adalah sunnah. Yang mana bila seseorang meninggalkannya, maka tidak ada kewajiban apa-apa baginya.
Pandangan mereka berdasarkan tafsir Surah Al-Baqarah ayat 158, bahwa Allah meniadakan dosa dari orang yang tidak melakukan Sa'i. Hal ini menunjukkan bahwa Sa'i tidak wajib. Pernyataan ini hanya menunjukkan Sa'i merupakan sesuatu yang diperbolehkan.
Pendapat lainnya karena Sa'i merupakan bagian dari amalan haji yang tidak ada kaitannya dengan Kakbah, sehingga tidak termasuk rukun haji, seperti melempar jumrah.
Syarat Sa'i
Masih dari buku Fiqih Sunnah 3, ada beberapa syarat agar ibadah Sa'i sah:
1. Dikerjakan setelah rangkaian ibadah Thawaf di sekeliling Kakbah, dan tidak dibenarkan bila melaksanakan Sa'i terlebih dahulu.
2. Dilakukan sebanyak tujuh kali putaran.
3. Memulainya dari Shafa dan berakhir di Marwah. Diperkirakan jarak antara kedua bukit sekitar 420 meter.
4. Dilakukan pada tempat Sa'i, yaitu jalan memanjang antara Shafa dan Marwah, sebab Nabi SAW mengerjakannya demikian. Dan dalam haditsnya Beliau bersabda:
خُذُوا عنِّي مَنَاسِكَكُمْ
Artinya: "Ambillah tata cara ibadah haji kalian dariku." (HR Muslim)
Doa dan Dzikir Sa'i
Mengutip buku Situs-Situs dalam Al Quran: Dari Banjir Nabi Nuh hingga Bukit Thursina oleh Syahruddin El Fikri, sa'i ini sebagai ibadah haji karena merupakan sebuah tekad untuk melakukan gerakan abadi ke suatu arah yang tertentu. Oleh karena itu, ibadah sa'i memiliki makna yang cukup dalam.
Selain rangkaian lari-lari kecil yang dilakukan, ketika sa'i terdapat doa yang diperkenankan atau bisa jadi dikabulkan. Hal yang menjadi sunnah adalah memperpanjang berdiri di atas Shafa kemudian menghadap ke arah kiblat. Setelah itu bertakbir, lalu membaca doa dan zikir:
Mengutip buku Doa dan Dzikir Manasik Haji dan Umrah terbitan Kemenag RI, berikut adalah dzikir dan doa yang dapat dibaca saat melakukan sa'i:
Doa ketika hendak Mendaki Bukit Shafa sebelum Mulai Sa'i
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرّحِيمِ أَبْدَأُ بِمَا بَدَأَ اللهُ بِهِ وَرَسُولِهِ إِنَّ ٱلصَّفَا وَٱلْمَرْوَةَ مِن شَعَآئِرِ ٱللَّهِ ۖ فَمَنْ حَجَّ ٱلْبَيْتَ أَوِ ٱعْتَمَرَ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِ أَن يَطَّوَّفَ بِهِمَا ۚ وَمَن تَطَوَّعَ خَيْرًا فَإِنَّ ٱللَّهَ شَاكِرٌ عَلِيمٌ
Bacaan latin: Bismillahir rahmaanir rahiim, abda'u bimaa bada'allahu bihi wa rasuulihi Innaṣ-ṣafā wal-marwata min sya'ā`irillāh, fa man ḥajjal-baita awi'tamara fa lā junāḥa 'alaihi ay yaṭṭawwafa bihimā, wa man taṭawwa'a khairan fa innallāha syākirun 'alīm
Artinya: "Dengan nama Allah yang Maha Pengasih dan Penyayang, aku mulai dengan apa yang telah dimulai oleh Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Shafaa dan Marwa adalah sebahagian dari syi'ar Allah. Maka barangsiapa yang beribadah haji ke Baitullah atau ber'umrah, maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sa'i antara keduanya. Dan barangsiapa yang mengerjakan suatu kebajikan dengan kerelaan hati, maka sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri kebaikan lagi Maha Mengetahui."
Doa di Atas Bukit Shafa ketika Menghadap Kakbah
للهُ اَكْبَرْ ٣× لَااِلَهَ اِلَّا اللهُ وَ اللهُ اَكْبَرْ، اللهُ اَكْبَرْ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ، اللهُ اَكْبَرْ عَلَى مَا هَدَانَا وَالْحَمْدُ لِلَّهِ عَلَى مَااَوْلَانَا لَااِلَهَ اِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ يُحْيِ وَيُمِيْتُ بِيَدِهِ الْخَيْرِ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْئٍ قَدِيْرٌ
Bacaan latin: Allohu-akbar 3x La-ilaha ilallohu wa llahu akbar, Allahu akbar walilahil-hamd, Allohu-akbar 'ala mahadana wal-hamdulillahi 'ala ma aulana, La-ilaha ilalloh wahdahu lasyarikalahu lahul-mulku walahul hamdu yuhyi wayumitu biyadihil-khoiri wahuwa 'ala kuli syai-ingqodir
Artinya : Allah maha besar 3x, Tidak ada Tuhan kecuali Allah. Allah maha besar, Segala puji bagi Allah, Allah Maha besar, atas petunjuk yang diberikan-Nya kepada kami, segala puji bagi Allah atas karunia yang telah dianugerahkan-Nya kepada kami, tidak ada Tuhan selain Allah Yang Maha Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya. Bagi-Nya kerajaan dan pujian. Dialah yang menghidupkan dan yang mematikan, pada kekuasaan-Nya lah segala kebaikan dan Dia berkuasa atas segala sesuatu.
Doa di Bukit Marwah selesai Sa'i
اللّهُمَّ رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا وَعَافِنَا وَاعْفُ عَنَّا وَعَلَى طَاعَتِكَ وَشُكْرِكَ أَعِنَّا وَعَلَى غَيْرِكَ لاَتَكِلْنَا وَعَلَى اْلإِيْمَانِ واْلإِسْلاَمِ الَكَامِلِ جَمِيْعًا تَوَفَّنَا وَأَنْتَ رَاضٍ عَنَّا اللّهُمَّ ارْحَمْنِيْ أَنْ أَتَكَلَّفَ مَالاَ يَعْنِيْنِيْ وَارْزُقْنِيْ حُسْنَ النَّظَرِ فِيْمَا يُرْضِيْكَ عَنِّيْ يَاأَرْحَمَ الرَّا حِمِيْنَ.
Bacaan latin: Allaahumma rabbanaa taqabbal minnaa wa 'aafinaa wa 'fu 'annaa wa 'alaa tha 'atika wa syukrika a'innaa wa 'alaa ghairika laa takilnaa wa alal limaani wal islaamil kaamili jamilan tawaffanaa wa anta raadhin Allaahumma rhamnii bitarkil ma'aashii abadan maa abgaitanii wa 'rhamnii an atakallafa laa ya'niinii wa 'rzuqnii husnan nazhari fii maa yurdhiika 'annil yaa Arhamar raahimiin
Artinya: "Ya Allah kami mohon diterima do'a dan amalan kami, afatkan dan ampunilah kami berilah pertolongan kepada kami untuk taat dan bersyukur kepadaMu Janganlah Engkau jadikan kami bergantung selain kepadaMu. Matikanlah kami dalam Islam yang sempurna dalam keridhaan-Mu. Ya Allah rahmatilah diri kami sehingga mampu meninggalkan segala kejahatan selama hidup kami, dan rahmatlah diri kami sehingga tidak berbuat hal yang tidak berguna. Karuniakanlah kepada kami keridhaanMu. Wahal Tuhan yang bersifat Maha Pengasih Yang Penyayang". (nas)