Suasana tenda jamaah haji di Mina (foto: MCH) |
HAJIMAKBUL.COM - Kementerian Agama (Kemenag) selaku penyelenggara haji reguler mendapat sorotan terkait lemahnya pelayanan haji saat di Arafah, Muzdalifah, dan Mina atau Armina. Salah satunya soal adanya jamaah haji yang telantar kepanasan dan membutuhkan makan dan minum.
Namun tuduhan kemudian dialamatkan ke pihak Mashariq yang kembali membuat kecewa pemerintah Indonesia terkait pelayanan terhadap jemaah haji selama di Arafah - Muzdalifah - Mina. Pelayanan dari perusahaan swasta yang ditunjuk Pemerintah Arab Saudi itu tidak profesional.
Sebelumnya saat berada di Arafah, jamaah haji Indonesia di beberapa maktab mengeluhkan distribusi makanan yang terlambat hingga pasokan air di toilet yang macet. Ditambah lagi ketika berada di Muzdalifah, ribuan jamaah telantar hingga siang hari akibat bus dari Mashariq terlambat menjemput.
Kini persoalan kembali muncul saat jamaah menginap atau mabit di Mina. Kondisi tenda yang sempit karena kelebihan muatan alias overcapacity menjadi keluhan jamaah. Begitu juga soal pemanfaatan mobil golf yang dijanjikan dapat membantu mengevakuasi jamaah yang kelelahan, tapi tidaklah demikian seperti yang dijanjikan.
Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (Dirjen PHU) Kementerian Agama (Kemenag), Hilman Latief mengatakan ada banyak catatan yang harus diperbaiki pihak Masyarik terkait pelayanan untuk jamaah Indonesia di Armuzna atau Armina.
"Ketika beban dari Arafah kita tahu juga kemarin ada beberapa keterlambatan layanan. Di Muzdalifah ada keterlambatan evakuasi sampai akhirnya di Mina situasi jamaah capek habis dari Muzdalifah. Nah kita melihat pelayanan di sini (Mina) beberapa perlu ditingkatkan," ujar Hilman saat ditemui tim Media Center Haji (MCH) di Tenda Misi Haji Mina, Kamis, 29 Juni 2023.
Lambatnya evakuasi di Muzdalifah sangat berdampak pada kondisi jamaah haji ketika di Mina. Evakuasi akhirnya dilakukan secara darurat dan cepat, tidak lagi berjalan tertib sesuai maktab. Akibatnya ketika sudah sampai di Mina, tak sedikit jamaah yang harus mencari tendanya lagi sesuai maktab.
"Karena prinsip kami adalah mengeluarkan dulu jamaah dengan cepat (dari Muzdalifah) jadi bercampur. Jadi setelah di sini (Mina) jamaah masih harus cari maktabnya, tercecer. Nah kita di sini menyaksikan beberapa layanan perlu ditingkatkan terutama hari pertama itu sanitasi, kepadatan tenda," katanya lagi.
Ditambah lagi, tambahan kuota jamaah 8.000 orang dari Arab Saudi tidak diimbangi dengan penambahan jumlah tenda dan maktab.
"Kita dapat tambahan 8.000 orang dan juga negara lain sama, tenda segini-gininya menjadi bahan bagi kami refleksi bagi kami dengan kuota penuh jemaah dengan kesediaan tenda yang proporsional," katanya.
Terkait kekecewaan ini, Pemerintah Indonesia melalui Kemenag menuntut agar pelayanan terhadap jamaah haji Indonesia yang diamanahkan kepada Mashariq dilakukan secara profesional sesuai dengan kontrak yang telah disepakati.
"Delegasi kita kan persahabatan, tapi tetap kita mendorong profesionalitas karena kita sudah berkontrak dengan syarikah (perusahaan) di sini. Syarikah lah yang sebetulnya melayani jamaah. Kemenag itu bagaimana evakuasi, sebetulnya kapasitas itu sudah diukur oleh para petugas kita satu tenda isinya berapa, tapi kemudian di lapangan isinya berapa maktab dengan tenda, over capacity," kata Hilman.
Lalu apakah ini bisa disebut wanpresitasi?
"Ini jadi catatan kami," ucap Hilman dikutip dari liputan6.com.
Tak mau kecewa lagi pada penyelenggaraan haji tahun berikutnya, Kemenag telah memiliki banyak catatan dan akan dilaporkan kepada pemerintah Arab Saudi untuk perbaikan ke depan.
"Banyak ya, dan ini akan dikomunikasikan dengan menteri haji (Arab Saudi). Kira-kira desain tahun depan gimana. Karena kalau tenda semacam ini pasti tidak bisa diperluas lagi. Jika tahun kedua pakai kasur, tahun depan gimana, sanitasinya seperti apa. Insya Allah kami dari Pemerintah RI akan koordinasi terus dengan Kementerian Haji (Arab Saudi)," ujarnya.
Hilman mengaku, pihaknya sudah beberapa kali mengkomunikasikan sejumlah persoalan yang kompleks terkait pelayanan di Armuzna, mulai dari pasokan air bersih yang tersendat, infrastruktur di Arafah dan Mina yang belum sempurna, distribusi konsumsi untuk jamaah terlambat, hingga jadwal evakuasi jamaah dj Muzdalifah yang molor.
Bahkan Menag Yaqut tiap malam sejak di Arafah menemui CEO Mashariq untuk menagih komitmen kontrak kerja sama sekaligus memperbaiki pelayanan di Armuzna. Hingga Kamis malam tadi, Gus Men kembali menemui bos Mashariq untuk meminta perbaikan layanan.
Hilman menyatakan, Pemerintah Indonesia bisa saja melayangkan komplain terkait kekecewaan ini dan menuntut kompensasi. Namun yang terpenting saat ini adalah pelayanan terhadap jamaah haji Indonesia harus segera diperbaiki, apalagi prosesi di Mina masih berlangsung.
"Penting, satu, semua layanan terpenuhi. Mengenai sanksi item-item kontrak kita diskusikan. Yang penting bagi kami jemaah beres dulu kita tidak bicara itu (sanksi)," kata Hilman menandaskan. (l6)