Muslim Jerman menyambut Ramadhan dengan suka cita. Mereka sudah menjalankan ibadah puasa Ramadhan pada Senin (11/3/2024). Masjid-masjid semarak dengan kegiatan Ramadhan. Bahkan Pemerintah setempat juga menghiasi suasana kota dengan ornamen Ramadhan, seperti lampu-lampu bertuliskan "Happy Ramadhan" di Kota Frankfurt atau "Ramadhan" saja di Köln (Cologne), untuk menghormati warga muslim yang sedang menunaikan ibadah di bulan suci ini. Namun di Kota Bielefeld suasana Ramadhan tidak begitu terasa mengingat tidak banyak WNI muslim di kota ini.
Oleh Gatot Susanto
KETUA Fatayat PCI Nahdlatul Ulama (PCI NU) Jerman, Ning Nur Yuchanna (Ning Yoan), sudah terbiasa menjalankan ibadah puasa Ramadhan di negeri empat musim itu sebab sudah sejak tahun 2004 lalu Ustadzah yang aktif menggaungkan sholawat di Jerman ini tinggal di Kota Bielefeld. Dia sudah pernah merasakan berpuasa dalam rentang waktu yang panjang selama 20 jam,
"Tapi tahun ini puasa di Jerman tidak se-ekstrem 12 tahun lalu. Saat itu lama puasa sampai 20 jam. Tahun ini sekitar 13-14 jam saja sebab kita masih di waktu spring menuju summer," kata Ning Yoan Rabu (13/3/2024).
Suasana toleransi juga terasa di kota ini sebab warga setempat saling menghormati dan mengucapkan selamat Ramadhan. Namun demikian, mereka tetap saja melihat aneh muslim yang tidak makan dan minum di siang hari selama sebulan penuh.
"Tetangga kami mengucapkan selamat berpuasa pada kami. Soal sikap nonmuslim terhadap puasa Ramadhan pastinya berbeda-beda hehehe...Ada yang mengerti, ada yang hanya geleng-geleng kepala. Ini karena menurut mereka puasa tanpa makan minum itu tidak sehat. Mereka masih memahami tidak sehat bila tanpa minum air. Padahal para ahli sudah membuktikan dry fasting itu baik untuk tubuh," katanya.
Warga setempat juga bertanya, apakah anak-anak ada kewajiban berpuasa? "Kami jawab dengan baik, agar mereka paham tentang kewajiban dalam beragama dalam Islam. Kebetulan anak-anak kami berbeda umur, dan kemampuan, ditambah kegiatan sekolah yang berbeda-beda pula," ujar ibu empat anak yang bersuamikan pria Jerman keturunan Lebanon ini.
Dia juga melihat di beberapa kota ada hiasan lampu-lampu yang dipasang pemerintah kota setempat untuk mengucapkan selamat Ramadhan buat kaum muslim di Jerman. "Namun, di kota kami tidak. Lebih tepatnya belum ada," ujarnya.
Tantangan puasa di kota ini berbeda dengan di kota lain seperti München atau Frankfurt yang jumlah muslim dan WNI-nya cukup banyak. Bahkan, di dua kota itu, ada tempat khusus yang dikelola orang Indonesia bisa digunakan untuk aktivitas keagamaan. Ya, seperti masjid. Karena itu, syiar Ramadhan di Kota Bielefeld tidak sesemarak di dua kota tersebut.
"Masjid terdekat dengan kami itu Islamische Zentrum Bielefeld, jamaahnya mencakup semua muslim dari berbagai negara. Saya kenal jamaah perempuan, mereka berasal dari Tunesia, Maroko, Lebanon, Palestina, Syiria, Algeria, Litauen, Sudan, Yemen, dan Jerman yang mualafah. Ndak ada kegiatan keagamaan seperti sholawatan di masjid ini karena masjidnya bukan punya warga Indonesia. Beda dengan kumpulan di München atau Frankfurt misalnya. Mereka punya tempat dan bisa digunakan kegiatan-kegiatan seperti di Indonesia," ujarnya.
Namun demikian, suasana Ramadhan tetap terasa dengan sejumlah kegiatan keagamaan yang digelar oleh Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCI NU) Jerman baik secara online maupun offline. Selain itu juga kegiatan yang diadakan secara spontan oleh diaspora Indonesia di negeri tersebut.
"Untuk acara Ramadhan offline biasanya kita spontan saja mengadakannya, seperti buka puasa bersama atau bukber dan tarawih bersama di tempat teman-teman. Selain itu juga di masjid terdekat kami juga ada bukber dan tarawih bersama, tetapi kami memilih untuk di rumah, mengingat waktu dan cuaca yang kadang tidak bersahabat hehehe," katanya.
Bahkan selama bulan Ramadhan penuh, PCI NU Jerman menggelar Pesantren Kilat secara online. Misalnya Ning Yoan sendiri pada Senin 11 Maret 2024 pukul 16.30 sore waktu Jerman atau pukul 22.30 WIB menyampaikan kajian Tajwid melalui live on facebook. Selain itu ada pula Kajian Kitab Nasoihul 'Ibad dan Tadarus Al Quran setiap hari selama Ramadhan pukul 07.00 waktu Jerman atau pukul 13.00 WIB bersama Gus Muhammad Tajuddin pengasuh PP Al Islah al Ishom Mayong Jepara dan Ibu Nyai Chusnul Khotimah Ketua Muslimat PCINU Jerman.
Lalu ada Kajian Tematik oleh Ustadzah Astutik, Kajian Akhlak oleh Ustad Dzikri Habibi, Kajian Kitab Syajarotul Maarif oleh KH Syaeful Fatah, Kajian Mualaf oleh KH Syaeful Fatah dan Habib Husein Al Kaff, Kajian Kitab Mawlid Barzanji oleh Ustad Zaki Fahmi, dan sejumlah kajian keagamaan yang lain bersama Ustad Gery Vidjaya, hingga kajian kitab Asmaul Husna oleh Ustad Khoirudin, "Serta sejumlah kajian keagamaan lain. Semua diisi ustad-ustadzah di Jerman sini, kecuali Gus Hudan dan Gus Muhammad," katanya. (*)