×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Mendadak Pansus: Haji Berjalan Sukses tapi Dinilai Buruk Oleh Cak Imin, Ada Apa?

Monday, July 15, 2024 | 07:08 WIB Last Updated 2024-07-15T00:08:33Z

 



HAJIMAKBUL.COM - Manuver Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Abdul Muhaimin Iskandar di perkara evaluasi pelaksanaan haji 2024 terus memicu kecaman publik. Sejumlah pihak menilai Cak Imin memanfaatkan Timwas Haji DPR untuk merusak kredibilitas Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas.


Pengamat menilai, di tengah keterbatasan waktu masa kerja anggota DPR RI periode 2019-2024, Cak Imin, panggilan akrab Muhaimin, bakal terus memaksakan proses politik dengan tujuan tunggal, yakni mengeliminasi nama Gus Yaqut sebagai calon menteri potensial pada kabinet pemerintahan Prabowo - Gibran. Politisi yang pernah mengkudeta Gus Dur itu berambisi membawa gerbong PKB masuk kabinet dengan menendang Gus Yaqut yang selama ini dipersepsikan sebagai wakil komunitas NU.


Direktur Eksekutif Lembaga Survei dan Konsultan Indopol, Ratno Sulistiyanto menilai bahwa pembentukan Panitia Khusus (Pansus) Angket Haji oleh DPR RI merupakan ajang balas dendam Cak Imin terhadap Gus Yaqut.


Menurutnya, pengesahan Pansus Angket Haji 2024, pada Selasa, 9 Juli 2024, yang terkesan dipaksakan semakin mengkonfirmasi persaingan dua tokoh politik muda NU di kancah nasional yakni Cak Imin dan Gus Yaqut.


"Mereka (Gus Imin dan Gus Yaqut) berasal dari rahim organisasi yang sama yaitu Nahdlatul Ulama (NU). Namun, pada Pemilu 2024 lalu keduanya berbeda pilihan politik dan cenderung berseberangan," ungkap Ratno saat dihubungi media, Sabtu, 13 Juli 2024.


Bahkan, sambungnya, di awal penyelenggaraan Pemilu 2024 sempat terjadi upaya menggelar Munas Luar Biasa (Munaslub) Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dalam rangka menggeser Gus Imin dari kursi Ketua Umum.


Pertarungan keduanya berlanjut saat Pemilihan Presiden (Pilpres) yang notabene Cak Imin konon tidak mendapat dukungan dari Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PB NU) . Sementara Gus Yaqut dianggap paling berperan dalam kemenangan Paslon 02 di basis NU Jawa Timur dan Jawa Tengah.


Pada pilpres 2024, suara paslon nomor 1 di Jawa Timur hanya meraih 4,49 juta suara, tertinggal jauh dari suara paslon nomor 2 yang melesat mencapai 16,7 juta suara. Sementara itu, suara PKB di provinsi ini berhasil tembus 4,5 juta suara dan menjadi pemenang di level provinsi. Ini fakta menarik bahwa Prabowo - Gibran mampu menang telak di lumbung suara PKB.

 

Hasil Pilpres dan Pileg 2024 di Jawa Timur merupakan tragedi bagi kubu Cak Imin. Para pengamat menyimpulkan Nahdliyin tetap mencintai PKB, tapi tidak menghendaki Ketua Umumnya menang pilpres. Tanpa perlu evaluasi dan survei yang mendalam, publik akan dengan mudah menyimpulkan bahwa mimpi buruk ini hasil kerjaan Gus Yaqut dan komunitas NU-nya.


"Dalam politik apapun dapat dijadikan alasan. Nah, terkait perbedaan pandangan tentang pembagian kuota haji, Cak Imin melihat ini sebagai celah untuk 'memberi pelajaran' bahkan boleh dibilang sebagai serangan balik kepada Gus Yaqut," imbuhnya.


Dosen Politik UIN Dani Setiawan memprediksi kubu Cak Imin akan memanfaatkan momentum evaluasi Haji ini semaksimal mungkin demi dua tujuan. Pertama, merusak kredibilitas Gus Yaqut agar namanya tereliminasi dari calon menteri kabinet baru. Kedua, mematikan langkah politik Gus Yaqut demi mengamankan masa depan kubu cak imin di PKB.


“Kekalahan telak paslon nomor 1 di Jawa Timur tentu menjadi citra buruk bagi cak Imin. Sementara itu, di saat yang sama, Gus Yaqut menuai apresiasi karena dianggap ikut berperan penting dalam merebut suara Nahdliyin untuk paslon nomor 2. Situasi ini bisa memunculkan dinamika baru di internal PKB dan Cak Imin memasang posisi kuda kuda dengan cara nembak Yaqut lewat evaluasi haji,” kata Dani.


Maka itu, lanjut Dani, kubu Cak Imin akan melakukan segala cara demi mencapai ambisinya.Tak heran jika mereka akan menggunakan masa reses untuk terus bermanuver di parlemen. Sekalipun mengorbankan masa reses yang seharusnya mereka gunakan untuk bertemu konstituen. “Mereka berkejaran dengan waktu karena tidak lama lagi mereka akan demisioner seiring pengambilan sumpah anggota DPR periode 2024 - 2029,” katanya.


Sebagai catatan, masa tugas DPR RI periode 2019 - 2024 praktis hanya tersisa empat bulan ke depan. Pasalnya, pada Oktober 2024 sudah terjadi peralihan kepada anggota DPR RI periode 2024 - 2029.


Ditambah lagi, sejak 5 Juli - 15 Agustus 2024 adalah masa reses. Jadi, praktis Pansus Haji hanya 1 bulan untuk bekerja. Kendati sebelumnya Cak Imin berjanji tetap bekerja meski dalam reses tetapi hingga kini masih belum running.


Sementara itu, Direktur Center for Economic and Democracy Studies (Cedes) Zaenul Ula melihat aroma politik terasa kental mewarnai putusan Rapat Paripurna Pengesahan Pembentukan Pansus Angket Haji 2024.


Menurut dia, ada dua indikator untuk bisa sampai pada simpulan tersebut. Pertama, proses pelaksanaan Ibadah Haji 2024 secara resmi baru selesai pada 23 Juli 2024 mendatang (kepulangan jemaah terakhir ke Tanah Air).


"Evaluasi dan kritik terhadap pelaksanaan kebijakan publik yang dilakukan oleh pemerintah seperti pelaksanaan ibadah haji itu boleh-boleh saja, apalagi untuk perbaikan, sangat baik. Tapi tetap harus dengan cara yang baik dan benar juga prosesnya," ujar Zaenul Ula.

 

Zaenul melihat seperti ada 'udang di balik batu' dari proses terbentuknya Pansus Angket Haji 2024 ini. Sebab, prosedur pembentukannya terkesan buru-buru.

Seperti mengejar waktu. Sangat terlihat, bagi awam sekalipun. Padahal, proses pelaksanaan haji yang mau dievaluasi tersebut belum selesai. "Saya dengar proses pengusulan tidak memenuhi persyaratan perundang-undangan terkait jumlah pengusul dan tidak melalui Bamus (Badan Perumus), serta pandangan fraksi-fraksi," ujarnya.


Kedua, Zaenul melihat ada rivalitas kelompok yang mencoba memanfaatkan institusi DPR untuk melakukan 'tekanan'. "Saya menduga, ini masih ada kaitannya dengan rivalitas dan dukung-mendukung di momen Pilpres 2024, yang berlanjut hingga sekarang," ujarnya.


Untuk itu, Zaenul berharap, kekuatan politik di parlemen jangan terpancing untuk ikut dalam tarik-menarik kepentingan politik antar-kelompok tersebut. "Ini tidak baik untuk pembelajaran politik ke publik. Karena pembentukan Pansus Angket harusnya didasarkan kepada urgensi, bukan kepentingan politik sesaat," tandasnya. (Bud)

×
Berita Terbaru Update