HAJIMAKBUL.COM – Sebagai seorang muslim, maka kita diwajibkan memiliki ilmu terlebih dahulu, baru kemudian mengamalkannya. Sebab, masih ada orang alim yang gemar melakukan maksiat. Begitu pun sebaliknya, ada seorang ahli ibadah namun bodoh, yakni tidak didasari ilmu. Keadaan ini termasuk pula dalam ibadah haji dan umrah.
Hal ini dikatakan Prof DR KH Asep Saefuddin Chalim MA (Kiai Asep) pada para santrinya, ketika memberikan pengajian kitab kuning di Subuh hari Rabu, 19 Februari 2025, di Ponpes Amanatul Ummah, Siwalankerto, Wonocolo, Surabaya.
Contoh fenomena yang diberitakan di media massa, orang alim yang suka maksiat misalnya ada ustadz, ada gus (anak kiai) bahkan ada kiai, yang berselingkuh dengan santriwatinya.
“Maka itu merupakan kerusakan besar nak, bisa menimbulkan fitnah,” kata Kiai Asep. “Berikutnya akan menghancurkan pesantren tersebut. Jadi kalian harus menghindari orang alim semacam ini,” kata Kiai Asep.
Sedang di masyarakat juga sering kita lihat, orang awam, tak berilmu, namun rajin ibadah. Maka dipastikan ibadahnya akan rusak. Apalagi orang bodoh tersebut kemudian berceramah. “Masya Allah, maka ini juga akan menimbulkan bencana,” kata Kiai Asep. Karena akan membingungkan masyarakat.
Hal ini, tentu sangat berbahaya karena akan menjadi contoh yang tidak baik bagi banyak orang. Maka, kedua golongan ini tidak pantas untuk dijadikan panutan.
Ilmu & Saleh
Jadi yang perlu difahami adalah; orang berilmu harus dapat menggunakan ilmunya untuk beramal saleh. Begitu juga dengan ahli ibadah, yang harus mendasari ibadahnya dengan ilmu.
Ketika seseorang berdosa (ber-maksiat) namun segera sadar kemudian merasa butuh kepada rahmat Allah, jauh lebih baik dibandingkan ketaatan yang menimbulkan kesombongan. Dan perasaan rendah diri dari seseorang yang melakukan maksiat, lebih baik dibandingkan kesombongan seseorang yang taat.
Pasalnya, orang yang ahli ibadah tanpa bekal ilmu mudah terkena sifat ‘ujub. Padahal, ujub termasuk salah satu dosa yang sangat besar bahkan dapat menghapus amal kebaikan seseorang, meskipun ia ahli ibadah.
Ditegaskan Kiai Asep, bahwa dua golongan tersebut, amalnya tidak akan diterima oleh Allah. Selain itu, ia akan disiksa duluan dengan api neraka, daripada para pendosa yang lain.
Ilmu Agama
Di sinilah pentingnya ilmu agama dan ilmu-ilmu lainnya untuk dipelajari. Dengan dikuasainya ilmu agama, maka tingkat keimanan akan meningkat, dan beribadah akan sesuai dengan syar’ie yang dianjurkan.
“Dan orang berilmu itu, ditakuiti oleh setan dan dimuliakan oleh Allah,” kata Kiai Asep.
Kemudian Kiai Asep mensitir sebuah hadis yang mengisahkan Rasulullah mendatangi sebuah masjid dan melihat setan yang hendak masuk masjid untuk merusak sholat seseorang. Namun, setan takut pada seorang laki-laki yang sedang tidur.
Rasulullah yang heran pun bertanya kepada setan, kenapa bisa demikian. Lalu, setan pun menjawab bahwa orang yang sedang melaksanakan sholat itu orang bodoh (tidak berilmu) sedangkan orang yang tengah tertidur adalah orang berilmu (alim).
Rasulullah juga pernah bersabda, “Seorang yang berilmu lebih susah dihadapi setan dibanding seribu ahli ibadah.”
Hal itu menunjukkan betapa tingginya derajat orang yang berilmu. Jadi, jika seseorang punya ilmu agama yang mumpuni tapi masih suka melakukan maksiat, maka sungguh rugi dirinya. (Moch. Nuruddin)